SEBAGAl bagian dari masyarakat dunia yang saling membutuhkan, Indonesia turut serta dalam perdagangan internasional. Interaksi tersebut bisa terjadi salah satunya dikarenakan adanya perbedaan sumber daya antarnegara.
Salah satu istilah yang lekat dengan perdagangan internasional adalah impor. Secara harfiah, impor berarti kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean. Suatu barang dianggap sebagai barang impor apabila telah memasuki daerah pabean.
Secara konsep, barang impor yang masuk ke daerah pabean Indonesia terutang bea masuk. Namun, bukan berarti setiap barang impor yang terutang bea masuk harus melunasi kewajiban pembayaran bea masuk.
Sebab, kewajiban pembayaran bea masuk salah satunya tergantung pada tujuan pemasukan barang impor. Terdapat beberapa tujuan pemasukan barang impor ke dalam daerah pabean Indonesia, salah satunya ialah impor untuk dipakai. Lantas, apa itu impor untuk dipakai?
Secara umum, impor untuk dipakai (import for consuming goods) merupakan terminologi yang digunakan untuk membedakan suatu barang impor dengan barang impor lainnya yang digunakan untuk sementara waktu atau untuk diproses lebih lanjut (Purwito dan Indriani, 2015).
Ketentuan mengenai impor untuk dipakai di antaranya tercantum dalam pasal 10B UU Kepabeanan. Selain itu, ketentuan tersebut juga diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan No. 190/PMK.04/2022 tentang Pengeluaran Barang Impor untuk Dipakai.
Berdasarkan Pasal 10B UU Kepabeanan dan Pasal 1 angka 8, impor untuk dipakai adalah memasukan barang ke dalam daerah pabean (impor) dengan tujuan untuk dipakai atau dimiliki atau dikuasai oleh orang yang berdomisili di lndonesia.
Purwito dan Indriani menjelaskan yang dimaksud sebagai impor dengan tujuan untuk dipakai adalah barang impor tersebut akan dijual kembali atau digunakan, habis konsumsi, dimiliki, atau dipakai oleh pemakai akhir (end user).
Secara umum, importir harus mengajukan pemberitahuan impor barang (PIB) agar barang impor untuk dipakai dapat dikeluarkan dari daerah pabean. Namun, terdapat ketentuan khusus yang berlaku atas barang impor untuk dipakai berupa listrik, barang cair, gas, serta barang tidak berwujud.
Berdasarkan PMK 190/2022, barang impor untuk dipakai berupa tenaga listrik, barang cair, atau gas, yang pengangkutannya dilakukan melalui transmisi atau saluran pipa, dapat dikeluarkan memakai dokumen pelengkap (dokap) pabean setelah mendapatkan persetujuan kepala kantor pabean.
Setelah dikeluarkan dengan menggunakan dokap, importir wajib menyampaikan PIB berkala. Selain itu, importir juga harus menghitung serta membayar bea masuk, cukai dan/atau pajak dalam rangka impor (PDRI) yang terutang.
Pembayaran bea masuk, cukai, dan/atau PDRI terutang tersebut dapat dilakukan secara tunai atau berkala. Akan tetapi, pembayaran secara berkala diberikan terbatas pada pihak tertentu.
Berdasarkan Pasal Pasal 16 ayat (3) PMK 190/2022, pembayaran dengan cara berkala diberikan terhadap mitra utama (Mita) Kepabeanan yang merupakan Importir produsen dan/atau Importir berstatus Authorized Economic Operator (AEO).
Selain itu, pembayaran bea masuk, cukai, dan/atau PDRI terutang secara berkala juga berlaku atas barang impor untuk dipakai berupa tenaga listrik, barang cair, atau gas, yang pengangkutannya dilakukan melalui transmisi atau saluran pipa. (rig)