KEBIJAKAN FISKAL

Agar Sesuai Tujuan, Ini Catatan Praktisi Soal Omnibus Law Perpajakan

Redaksi DDTCNews
Kamis, 05 Maret 2020 | 23.15 WIB
Agar Sesuai Tujuan, Ini Catatan Praktisi Soal Omnibus Law Perpajakan

Managing Partner DDTC Darussalam saat memberikan paparan dalam diskusi yang diselenggarakan Perhimpunan Organisasi Alumni PTN Indonesia (Himpuni), Kamis (5/3/2020) malam.

JAKARTA, DDTCNews – Rancangan omnibus law perpajakan, yang pilihan utama pemerintah dalam situasi saat ini, dinilai tepat. Namun, ada sejumlah catatan yang masih perlu diperhatikan agar kebijakan yang ditempuh memberikan efek signifikan.

Managing Partner DDTC Darussalam mengatakan omnibus law perpajakan menjadi pilihan paling tepat yang dilakukan pemerintah saat ini. Kondisi perekonomian yang cenderung melemah memerlukan stimulus dari sisi kebijakan fiskal. Simak Fokus ‘Menyambut Omnibus Law Perpajakan’.

“Tren saat ini, berbagai negara berlomba-lomba menurunkan tarif pajak dan banyak memberikan insentif," katanya dalam diskusi yang diselenggarakan Perhimpunan Organisasi Alumni PTN Indonesia (Himpuni), Kamis (5/3/2020) malam.

Darussalam memaparkan relaksasi pajak tidak hanya di lakukan Indonesia. Sejumlah negara telah melakukan hal serupa dalam beberapa tahun terakhir. Salah satunya adalah Amerika Serikat yang di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump merilis Tax Cut and Job Act (TCJA) pada akhir 2017.

Selain itu, catatan terkait omnibus law perpajakan juga harus selaras dengan agenda reformasi perpajakan dan juga rencana strategis Ditjen Pajak (DJP) 2020-2024. Menurutnya, tugas penting otoritas dengan omnibus law ini adalah menyeimbangkan urusan mendukung perekonomian dengan guyuran insentif sambil memastikan terjaminnya penerimaan negara.

Fasilitas seperti pemangkasan PPh badan secara bertahap, penghapusan PPh dividen dalam negeri, relaksasi mekanisme pengkreditan pajak masukan PPN, dan revisi sanksi administrasi seharusnya dibarengi dengan peningkatan kepatuhan wajib pajak. Relaksasi kebijakan itu juga seharusnya menjadi pelecut ekspansi bisnis dari pelaku usaha.

Oleh karena itu, strategi relaksasi—partisipasi idealnya menjadi langkah utama dalam setiap proses bisnis yang dijalankan DJP. Gelontoran insentif yang diberikan harus diikuti dengan peningkatan partisipasi wajib pajak dalam meningkatkan perekonomian nasional.

"Strategi relaksasi—partisipasi perlu dijadikan sebagai agenda utama. Artinya, relaksasi pajak harus dilakukan secara bersyarat dan mengharapkan timbal balik berupa partisipasi wajib pajak dalam kegiatan ekonomi," ungkap Darussalam.

Selain itu, petunjuk teknis terkait implementasi omnibus law perpajakan juga juga harus disiapkan. Dengan demikian, terobosan kebijakan dapat segera terasa manfaatnya dalam konteks mendukung tujuan pemerintah untuk mendorong perekonomian.

Sekadar informasi, acara diskusi ini dihadiri Dirjen Pajak Suryo Utomo dan Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Jember Adhitya Wardhono. Dirjen Perimbangan Keuangan Kemenkeu sekaligus Ketua Umum KAUNSOED Astera Primanti Bhakti hadir sebagai moderator. (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.