Direktur Peraturan Pajak I DJP Hestu Yoga Saksama. (tangkapan layar)
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) memberi simulasi pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) secara multitarif. Skema ini diusulkan oleh pemerintah melalui Rancangan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Direktur Peraturan Pajak I DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan pemerintah mengusulkan pengenaan PPN secara multitarif dengan tarif umum sebesar 12%, lower rate paling rendah sebesar 5%, dan higher rate paling tinggi sebesar 25%.
"Ini yang sedang kita coba exercise ke depan kira-kira bagaimana kita menentukan barang-barang yang kena lower rate, higher rate, dan kemudian final dengan tarif 1% atau 2%," ujar Yoga dalam gelaran Perayaan HUT ke-56 IKPI, Jumat (27/8/2021).
Dalam contoh yang dipaparkan Yoga, tarif lebih rendah sebesar 5% bisa dikenakan terhadap barang-barang yang menjadi kebutuhan pangan dasar dan merupakan konsumsi terbesar oleh masyarakat. Tarif sebesar 5% dikenakan agar harga bahan pokok tersebut tetap terjangkau.
Tarif PPN sebesar 7% bisa dikenakan terhadap jasa-jasa tertentu seperti jasa pendidikan dan jasa angkutan penumpang. Tarif lebih rendah diberikan agar jasa yang diberikan tetap berkualitas dan terjangkau.
Selanjutnya, tarif PPN lebih tinggi sebesar 15% hingga 25% bisa dikenakan terhadap barang-barang yang tergolong mewah dan lebih sering dikonsumsi oleh orang kaya. Barang yang masuk kelompok tersebut tersebut antara lain rumah dan apartemen mewah, pesawat, dan yacht. Barang mewah lain seperti tas, sepatu, jam tangan, hingga berlian juga termasuk.Â
Adapun PPN final sebesar 1% atau 2% nantinya hanya akan diberlakukan terhadap pengusaha tertentu dengan kegiatan usaha spesifik atau peredaran usaha tertentu saja.
Sebagai contoh, pengusaha kena pajak (PKP) dengan peredaran usaha maksimal sebesar Rp1,8 miliar bisa jadi hanya diwajibkan untuk menyetor PPN sebesar 1% dari peredaran usahanya.
PPN final juga bisa diberlakukan terhadap PKP pengusaha pada sektor tertentu, semisal pengusaha produk pertanian. PKP tersebut cukup menyetorkan PPN final sebesar 1% karena tidak memiliki pajak masukan.
Selain contoh-contoh di atas, pemerintah mengusulkan pengenaan PPN dengan tarif umum sebesar 12%. Peningkatan tarif PPN dari 10% menjadi 12% dipandang mampu mengompensasi penurunan penerimaan PPh badan seiring dengan penurunan tarif pada UU 11/2020 tentang Cipta Kerja. (sap)