Ilustrasi. Pekerja menaikkan material pasir timbunan ke atas truk. ANTARA FOTO/Basri Marzuki/rwa.
JAKARTA, DDTCNews - Opsen atas pajak mineral bukan logam dan batuan (MBLB) diharapkan mendorong pemerintah provinsi untuk segera menerbitkan izin atas tambang-tambang MBLB.
Pasalnya, selama ini banyak kegiatan tambang yang tak kunjung diberi izin oleh pemerintah provinsi (pemprov). Akibatnya, petugas pajak dari pemerintah kabupaten/kota (pemkab/pemkot) kesusahan memungut pajak MBLB dari para penambang tersebut.
"Oleh karena itu ada opsen pajak MBLB agar izin itu menjadi lebih rapi dan tertata serta setiap wajib pajak MBLB itu berizin," ujar Kasubdit Pendapatan Daerah Wilayah I Ditjen Bina Keuangan Daerah Budi Ernawan, Rabu (21/9/2022).
Dengan adanya opsen, pemprov berpotensi tambahan penerimaan pajak sejalan dengan izin tambang MBLB yang diberikan kepada para penambang di daerah.
Untuk diketahui, pajak MBLB dikenakan atas kegiatan pengambilan barang-barang tambang tertentu seperti asbes, batu tulis, batu kapur, gips, mika, marmer, pasir dan kerikil, pasir kuarsa, tanah liat, belerang, dan lain-lain.
Pajak MBLB dikenakan oleh pemkab/pemkot berdasarkan nilai jual yang dihitung berdasarkan volume pengambilan MBLB dengan harga patokan dari setiap komoditas. Harga patokan, dihitung berdasarkan harga jual rata-rata tiap komoditas pada mulut tambang yang berlaku di daerah bersangkutan.
UU 1/2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD) membatasi tarif pajak MBLB maksimal sebesar 20%.
Setelah dikenai pajak, terdapat pula pengenaan opsen pajak MBLB sebesar 25% yang dihitung dari besaran pajak terutang. Dengan pajak MBLB yang ditambah dengan opsen, total pajak yang ditanggung oleh wajib pajak MBLB adalah sebesar 25%.
Opsen dipungut secara bersamaan dengan pajak MBLB dan ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemungutan opsen masih akan diatur lebih lanjut lewat PP. (sap)