Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) mengingatkan kembali bahwa penyelenggaraan pembukuan atau pencatatan bagi wajib pajak orang pribadi berlaku atas satu entitas yang sama.
Maksudnya, jika seorang wajib pajak dengan satu NPWP memiliki beberapa usaha sekaligus maka pelaksanaan pembukuan atau pencatatannya berlaku untuk satu NPWP tersebut. Pelaksanaan pembukuan dan pencatatan tidak bisa dilakukan bersamaan untuk beberapa usaha yang bernaung di bawah satu NPWP yang sama.
"Jika kedua [usaha] merupakan entitas yang sama dan merupakan cabang dari wajib pajak orang pribadi tertentu maka silakan lakukan pencatatan dan pembukuan saja untuk keduanya," cuit akun @kring_pajak, dikutip Kamis (15/12/2022).
Pernyataan DJP di atas menjawab pertanyaan seorang netizen di Twitter. Seorang wajib pajak bertanya tentang kemungkinan melakukan pencatatan (dengan perhitungan NPPN) dan pembukuan secara bersamaan untuk 2 usaha yang berbeda dalam satu kepemilikan NPWP.
"Wajib pajak memiliki 2 usaha, yakni bengkel dan restoran. Bolehkah memakai norma [NPPN dengan pencatatan] untuk usaha bengkel dan melakukan pembukuan untuk usaha restoran?" tanya sebuah akun di Twitter kepada @kring_pajak.
Merespons pertanyaan ini, DJP menegaskan bahwa wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan wajib pajak badan punya kewajiban untuk menyelenggarakan pembukuan. Hal ini diatur dalam Pasal 28 UU KUP s.t.d.t.d. UU HPP.
Namun, apabila peredaran bruto dari kegiatan usaha wajib pajak orang pribadi kurang dari Rp4,8 miliar dalam setahun pajak, wajib pajak orang pribadi tersebut bisa menghitung penghasilan neto dengan menggunakan NPPN.
"Wajib pajak bisa melakukan pencatatan dengan syarat memberitahukan kepada Ditjen Pajak (DJP) sesuai Pasal 4 PMK 54/2021," cuit akun @kring_pajak, dikutip pada Kamis (15/12/2022).
Kemudian, penentuan peredaran bruto kurang dari Rp4,8 miliar didasarkan pada jumlah keseluruhan bruto dari setiap jenis dan/atau tempat usaha dan/atau pekerjaan bebas pada tahun pajak sebelumnya.
Artinya, apabila peredaran bruto alias omzet usaha keseluruhan sudah tembus Rp4,8 miliar maka wajib pajak wajib menyelenggarakan pembukuan.
Perlu dicatatan juga, berdasarkan Pasal 17 PMK 54/2021, wajib pajak orang pribadi yang pada suatu tahun pajak sejak tahun pajak 2022 telah menyelenggarakan pembukuan, tidak dapat melakukan pencatatan dan/atau menghitung penghasilan netonya menggunakan NPPN pada tahun pajak berikutnya.
"Sehingga apabila wajib pajak sudah melakukan pembukuan maka tidak bisa menggunakan NPPN dan melakukan pencatatan," cuit DJP lagi. (sap)