PERPAJAKAN merupakan bidang yang paling penting dalam penerimaan negara. Hal ini terjadi karena proporsi penerimaan perpajakan dalam APBN selalu tinggi tiap tahunnya. Untuk mencapai target penerimaan pajak yang sangat besar tersebut pemerintah perlu berusaha keras agar kebijakan mengenai jenis dan tarif pajak yang ditetapkan efektif serta efisien.
Salah satu jenis pajak yang dipungut pemerintah Indonesia adalah bea materai, yaitu pajak yang dikenakan atas dokumen yang bersifat perdata dan dokumen yang digunakan di pengadilan. Pengenaan bea materai sendiri diatur dalam Undang-Undang (UU) No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai yang merupakan salah satu dari lima paket UU yang dikeluarkan sebagai wujud reformasi perpajakan Indonesia.
Namun, UU Bea Materai adalah satu-satunya paket UU perpajakan yang belum diubah sejak diterbitkan tahun 1985, sehingga bisa hampir bisa dipastikan bahwa isi dari UU Bea Materai sudah tidak relevan lagi dengan kondisi perekonomian Indonesia yang sangat dinamis dan terus tumbuh, terutama dalam besarnya tarif bea materai.
Bagian yang terlihat jelas bahwa sudah tidak relevan ada dalam bab II pasal 2 UU Bea Materai yang mengatur bahwa tarif bea materai sebesar Rp500,- dan Rp1.000,- serta dalam pasal 3 yang mengatur bahwa besar pengenaan tarif bea materai paling tinggi adalah sebesar enam kali lipat dari yang disebutkan dalam pasal 2 atau berimplikasi pengenaan tarif bea materai paling tinggi Rp3.000,- dan Rp 6.000,-.
Oleh karena itu, sampai tahun ini tarif bea materai hanya bisa ditetapkan paling tinggi sebesar Rp3.000,- dan Rp 6.000,- karena sudah berada di batas atas tarif yang diizinkan UU. Hal ini juga diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2000.
Pemerintah dalam hal ini pemegang kekuasaan eksekutif tidak mempunyai wewenang lagi untuk menaikkan tarif bea materai yang melampaui batas maksimal UU karena terhalang hierarki peraturan perundang-undangan, bahwa peraturan di bawah UU tidak boleh mengatur hal yang bertentangan dengan isi UU. Padahal wewenang Presiden selaku pemegang kekuasaan eksekutif, dalam kondisi normal hanya bisa menetapkan PP yang dalam hierarki peraturan berada di bawah UU.
Untuk mengetahui seberapa besar harusnya nilai tarif bea materai, pemerintah dapat berhitung dengan menggunakan kalkulator inflasi. Nilai uang sebesar Rp6.000,- di tahun 2000 saat kita kalikan dengan tingkat inflasi mulai dari tahun 2000 hingga 2017 maka akan sama dengan nilai uang sebesar Rp19.973,35 di 2017.
Oleh karenanya, seharusnya pemerintah bisa menetapkan tarif bea materai yang jauh lebih besar dari yang ada sekarang, yaitu sekitar 333% lebih besar daripada tarif yang ditetapkan saat ini.
Dengan dinaikkannya tarif bea materai sesuai dengan kondisi perekonomian saat ini, yaitu sebesar 333% atau dengan tingkat kenaikan lain sesuai perhitungan pemerintah, maka akan berimbas pada laju penerimaan pajak yang akan meningkat secara signifikan terhadap jumlah penerimaan pajak.
Selain itu, saat membahas pajak, aspek keadilan adalah hal yang penting. Pajak dan keadilan adalah suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Pajak merupakan salah satu alat untuk melaksanakan tujuan negara sebagaimana tertuang dalam sila kelima Pancasila, yaitu “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” yang berarti bahwa pajak merupakan alat untuk mendistribusikan pendapatan dan pembangunan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dengan diubahnya UU Bea Materai dan ditetapkannya tarif bea materai sesuai kondisi perekonomian saat ini, maka beban pajak atas dokumen atau bea materai yang ditanggung rakyat Indonesia saat ini, secara substantif akan sama berat dengan yang ditanggung masyarakat Indonesia pada tahun 2000. Beban pajak secara substantif yang sama merupakan salah satu wujud keadilan dari pelaksanaan pajak.
Setelah melihat betapa tidak sesuainya tarif bea materai di tahun 2017 ini dan mengetahui sangat besarnya manfaat yang akan didapat pemerintah dan masyarakat dengan perubahan tarif dalam UU Bea Materai sesuai dengan kondisi perekonomian saat ini, maka sudah seharusnya pemerintah yaitu Presiden dan DPR mulai sadar akan kondisi yang sedang terjadi saat ini.
Keduanya harus bekerja bersama untuk mengubah UU No.13 Tahun 1985 tentang Bea Materai khususnya di bagian tarif bea materai agar sesuai dengan kondisi perekonomian dan kehidupan bernegara masyarakat Indonesia saat ini.