REFORMASI PERPAJAKAN

Ubah Prioritas, Pembahasan Revisi UU KUP Tidak Dilanjutkan Tahun Ini

Redaksi DDTCNews | Rabu, 08 Januari 2020 | 15:19 WIB
Ubah Prioritas, Pembahasan Revisi UU KUP Tidak Dilanjutkan Tahun Ini

Ilustrasi gedung Kemenkeu. 

JAKARTA, DDTCNews – Kemenkeu memastikan pembahasan revisi Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) yang sudah masuk ke DPR tidak dilakukan tahun ini. Omnibus law perpajakan akan mendapat prioritas untuk dibahas dan diselesaikan tahun ini.

Sekjen Kemenkeu Hadiyanto menyatakan otoritas mempunyai alasan kuat untuk menahan pembahasan lanjutan revisi UU KUP dengan DPR. Menurutnya, beberapa poin perubahan dalam revisi UU KUP sudah diakomodasi dalam omnibus law perpajakan yang tengah disiapkan pemerintah.

“Terkait RUU KUP karena ketentuannya akan tertampung dalam RUU omnibus law dan sudah diharmonisasi dengan UU PPN dan UU PPh maka RUU KUP tidak jadi prioritas pembahasan 2020,” katanya di Kantor Kemenkeu, Selasa (7/1/2020).

Baca Juga:
WP Lunasi Pajak dan Dendanya, Penyidikan Tindak Pidana Dihentikan

Hadiyanto mengungkapkan prioritas revisi UU KUP akan bergeser menjadi jangka menengah. RUU yang masuk ke DPR sejak 2016 lalu itu akan masuk daftar revisi aturan dengan pembahasan yang bisa dilakukan sampai dengan 2024. Hal ini sejalan dengan pernyataan yang diungkapkan Dirjen Pajak Suryo Utomo.

Selain omnibus law perpajakan, revisi UU Bea Meterai dan UU Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah akan menjadi prioritas otoritas fiskal untuk dirampungkan tahun ini. Kedua revisi UU tersebut juga berkaitan dengan penerimaan negara.

Adapun agenda terdekat Kemenkeu adalah menyodorkan rancangan omnibus law perpajakan kepada DPR pada pertengahan Januari 2020. Harmonisasi kebijakan, disebut Hadiyanto, sudah dirampungkan oleh Kemenkeu.

Baca Juga:
Cetak Kartu NPWP Tak Perlu ke Kantor Pajak, Begini Caranya

"RUU omnibus law perpajakan itu sudah selesai harmonisasi dan saat DPR selesai reses akan disampaikan pada masa sidang setelah aktif bekerja lagi," paparnya.

Seperti diketahui, ada beberapa rencana kebijakan yang masuk dalam omnibus law perpajakan. Pertama, penurunan tarif pajak penghasilan (PPh) badan dari 25% menjadi 22% (2021-2022) dan 20% (2023). Selain itu, pemerintah memberikan pengurangan 3 poin persentase dari tarif normal itu untuk perusahaan yang akan go public.

Selain itu, akan ada penurunan tarif atau pembebasan tarif PPh dividen dalam negeri. Dalam hal ini, dividen yang diterima oleh wajib pajak badan maupun orang pribadi akan dibebaskan. Aturan lebih lanjut akan dimasukkan dalam peraturan pemerintah.

Baca Juga:
Jelang Lebaran, DJP Tegaskan Pegawainya Tidak Boleh Terima Gratifikasi

Kedua, penyesuaian tarif PPh pasal 26 atas bunga dari dalam negeri yang selama ini diterima oleh subjek pajak luar negeri. Tarif ini dapat diturunkan lebih rendah dari tarif pajak 20% yang selama ini berlaku. Ketentuan akan diatur dalam peraturan pemerintah.

Ketiga, penggunaan sistem teritorial untuk penghasilan yang diperoleh dari luar negeri. Keempat, relaksasi relaksasi pengkreditan pajak masukan oleh pelaku usaha yang belum ditetapkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP). Batasan pengkreditan maksimal 80%.

Kelima, pengaturan ulang sanksi administrasi pajak untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Keenam, redefinisi bentuk usaha tetap (BUT) yang tidak hanya terbatas pada kehadiran fisik. Selain itu, terkait dengan pemajakan ekonomi digital, pemerintah akan meminta para perusahaan digital untuk memungut, menyetorkan, dan melaporkan PPN.

Ketujuh, rasionalisasi pajak daerah untuk mengatur kembali kewenangan pemerintah pusat dalam menetapkan tarif pajak daerah secara nasional. Kedelapan, mengumpulkan seluruh fasilitas perpajakan di dalam satu bagian. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 29 Maret 2024 | 13:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

WP Lunasi Pajak dan Dendanya, Penyidikan Tindak Pidana Dihentikan

Jumat, 29 Maret 2024 | 08:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Cetak Kartu NPWP Tak Perlu ke Kantor Pajak, Begini Caranya

Kamis, 28 Maret 2024 | 14:42 WIB PELAPORAN SPT TAHUNAN

Mau Pembetulan SPT Menyangkut Harta 5 Tahun Terakhir, Apakah Bisa?

BERITA PILIHAN
Jumat, 29 Maret 2024 | 15:15 WIB KONSULTASI PAJAK

Beli Rumah Sangat Mewah di KEK Pariwisata Bebas PPh, Perlu SKB?

Jumat, 29 Maret 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Jumlah Pemudik Melonjak Tahun ini, Jokowi Minta Warga Mudik Lebih Awal

Jumat, 29 Maret 2024 | 14:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Pengajuan Perubahan Kode KLU Wajib Pajak Bisa Online, Begini Caranya

Jumat, 29 Maret 2024 | 13:00 WIB KAMUS PAJAK DAERAH

Apa Itu Pajak Air Tanah dalam UU HKPD?

Jumat, 29 Maret 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Perlakuan PPh atas Imbalan Sehubungan Pencapaian Syarat Tertentu

Jumat, 29 Maret 2024 | 10:30 WIB PERMENKOP UKM 2/2024

Disusun, Pedoman Soal Jasa Akuntan Publik dan KAP dalam Audit Koperasi