PERPAJAKAN INDONESIA

Tingkatkan Rasio Pajak, 3 Temuan OECD Ini Bisa Ditindaklanjuti

Redaksi DDTCNews
Senin, 10 Februari 2020 | 11.01 WIB
Tingkatkan Rasio Pajak, 3 Temuan OECD Ini Bisa Ditindaklanjuti

Managing Partner DDTC Darussalam saat memberikan paparan dalam RDPU dengan Badan Anggaran DPR, Senin (10/2/2020). 

JAKARTA, DDTCNews – Ada tiga temuan OECD yang bisa ditindaklanjuti oleh pemerintah Indonesia untuk meningkatkan rasio pajak terhadap PDB (tax ratio).

Hal ini disampaikan Managing Partner DDTC Darussalam dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) tentang prospek penerimaan sektor perpajakan 2020 pascatidak tercapainya target 2019. Dalam RDPU ini, Darussalam memaparkan sekilas mengenai laporan temuan OECD terkait tax ratio.

Dalam laporan OECD bertajuk Revenue Statistic in Asia Pacific Economies 2019, ada sejumlah temuan krusial yang membuat rasio pajak Indonesia sangat rendah. Pertama, rendahnya kontribusi sektor pertanian terhadap pajak. Kedua, sektor informal yang sangat besar dan belum dapat dipajaki. Ketiga, penghindaran pajak. Keempat, basis pajak yang rendah.

“Namun, tidak semua temuan tersebut dapat digenjot rasio pajaknya dengan alasan tertentu,” ujar Darussalam di ruang rapat Badan Anggaran DPR, Senin (10/2/2020).

Dia memberi contoh terkait dengan kontribusi sektor pertanian. Pada 2018, sektor pertanian berkontribusi sebesar 12,81% terhadap PDB. Situasi ini menempatkan pertanian sebagai sektor ketiga terbesar dalam PDB, setelah manufaktur (19,86%) dan perdagangan (13,02%).

Namun, pajak yang dapat dipungut dari sektor pertanian sangat rendah atau hanya 1,7% atau Rp20,6 triliun. Hal ini, sambung Darussalam, dikarenakan pemerintah menerapkan kebijakan bebas PPN untuk 13 produk pertanian.

Dia berpendapat pemerintah hampir dapat ditebak akan tetap mempertahankan kebijakan bebas PPN untuk 13 produk pertanian tersebut. Hal ini dikarenakan penerapan PPN pada produk-produk tersebut dikhawatirkan akan memukul daya beli sekaligus meningkatkan inflasi secara signifikan.

“Oleh karena itu, opsi yang bisa dilakukan untuk menggenjot rasio pajak terbatas hanya tiga aspek, yaitu meningkatkan pemajakan sektor informal, memerangi penghindaran pajak, serta memperluas basis pemajakan,” jelas Darussalam.

Secara umum, papar dia, tantangan selama 5 tahun mendatang adalah upaya meningkatkan rasio pajak di tengah situasi ekonomi yang kurang menguntungkan. Peningkatan rasio bersifat urgen mengingat tingginya kebutuhan dana pembangunan, baik terkait RPJMN 2020-2024 maupun target Sustainable Development Goals (SDGs) 2030.

Menurut IMF, ungkap Darussalam, komitmen terkait pembangunan membutuhkan tingkat rasio pajak sebesar 15%. Target rasio pajak tersebut jelas tidak mudah terutama jika kondisi perekonomian Indonesia belum mampu bertumbuh lebih dari 6% per tahun. (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.