LOMBA MENULIS ARTIKEL PAJAK

Tiga Problem Ekonomi Politik Perpajakan

Redaksi DDTCNews
Selasa, 23 Januari 2018 | 16.20 WIB
ddtc-loaderTiga Problem Ekonomi Politik Perpajakan
Masrurah Syuaib,
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Baramuli, Pinrang - Sulsel

SALAH satu kewajiban warga negara Indonesia adalah membayar pajak. Hal ini diatur dalam Pasal 23A UUD 1945 yang menyebutkan bahwa pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang.

Menurut Anderson Herschel M, pajak adalah pengambilalihan dana dari swasta ke pemerintah, dan bukan merupakan pelanggaran. Membayar pajak lebih merupakan kewajiban tanpa mendapatkan imbalan dan dilakukan untuk memudahkan pemerintah menjalankan pemerintahan.

Sebagai bangsa yang besar dan beragam, Indonesia selalu diliputi oleh berbagai risiko. Salah atunya adalah perpecahan. Kondisi ini tentu sangat memengaruhi dan juga sebalknya dipengaruhi, oleh kondisi perpajakan. Kita ingat, dalam sejarah, banyak pemberontakan berawal dari pajak.

Karena itu, persatuan dan kesatuan masyarakat harus tetap terjaga apapun situasi bangsa yang dihadapi. Kita harus tetap menggali dan mengembangkan segenap modal sosial agar jangan sampai bangsa yang plural ini mengalami kondisi low trust society atau tidak saling percaya. 

Namun, realitas yang ada saat ini menunjukkan, dengan jumlah penduduk yang semakin besar, jumlah sumberdaya alam yang tersedia semakin berkurang, dan kehidupan semakin terasa sulit hingga mimpi kesejahteraan terasa semakin jauh untuk terwujud.

Kalau dicermati, situasi ini tentu menambah risiko tadi. Situasi ekonomi yang sulit seperti sekarang ini akan menambah pelik persoalan, karena memang dalam kondisi ekonomi bagus sekalipun Indonesia memiliki sudah memiliki beberapa problem ekonomi politik perpajakan yang belum terpecahkan.

Bukti Konkret

PROBLEM ekonomi politik itu antara lain, Pertama, kepercayaan masyarakat sangat kurang terhadap pengelola perpajakan. Dalam situasi ini, wajib pajak akan terus bertanya apakah ada bukti konkret bahwa dengan uang pajak itu pemerintah bekerja mensejahterakan rakyat, atau malah sebaliknya?

Menyelesaikan isu ini tentu tidak mudah. Pemerintah harus memiliki strategi komunikasi yang baik, dan menunjukkan kredibilitasnya. Jangan ada lagi kebijakan yang menguntungkan segelintir pihak, jangan ada lagi petugas pajak yang korupsi.

Jangan sampai negara gagal merumuskan dan menetapkan kebijakan perpajakan yang seimbang yang akhirnya memunculkan efek negatif dari situasi ekonomi yang sudah sulit. Negara harus mampu hadir dan berpihak pada kepentingan nasional.

Kedua, Isu korupsi dan politik perpajakan. Dalam politik sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin, begitu pula dengan perpajakan. Dengan landasan tersebut maka dapat dibangun suatu argumen yang melegitimasi bahwa pajak sebagai realitas politik menjadi kuat dan jelas.

Kebijakan pajak tidak bisa dipahami sekadar sebagai instrumen ekonomi pemerintah yang digunakan hanya untuk menjalankan fungsi budgeter sebagai sumber pembiayaan penyelenggaran pemerintah semata-mata.

Kebijakan pajak telah menjadi instrumen politik ketika digunakan oleh sebuah pemerintah saat menjalankan fungsinya sebagai regulator (pengatur), yaitu memainkan peran untuk membatasi kepemilikan kaum kaya serta melindungi kaum lemah melalui distribusi kesejahteraan.

Kebijakan perpajakan atau politik perpajakan yang tidak mempedulikan hak-hak individu serta kebebasan wajib pajak harus dikoreksi. Pada saat yang sama, korupsi pajak yang dilakukan aparatur negara harus menjadi prioritas penegak hukum dan bagi pelakunya dihukum seberat-seberatnya.

GAJI PNS

KETIGA, minimnya pengetahuan tentang mekanisme penerimaan dan pendistribusian uang pajak. Uang pajak seharusnya dapat memperkecil kesenjangan. Tapi sebaliknya, yang terjadi malah semakin lebarnya kesenjangan pendapatan.

Hal ini antara lain karena uang pajak paling banyak dialokasikan untuk membiayai gaji dan tunjangan pegawai negeri sipil (PNS) di seluruh tingktan, bukan untuk membiayai pembangunan. Ini belum termasuk uang yang dikorupsi. Pemerintah harus jujur dengan hal ini, bukan malah menutup-nutupi.

Ketiga problem ekonomi politik ini ibarat api dalam sekam. Pemerintah tidak boleh meremehkan ini. Situasi ekonomi yang terpuruk dan kesadaran pajak yang rendah adalah kombinasi yang pas untuk membuat problem-problem tersebut mencuat ke permukaan. Ini yang harus diingat.*

Editor :
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.