MARGARET THATCHER:

'Tidak Ada Uang Negara, yang Ada Uang Pembayar Pajak'

Redaksi DDTCNews | Jumat, 25 September 2020 | 19:00 WIB
'Tidak Ada Uang Negara, yang Ada Uang Pembayar Pajak'

Margaret Thatcher (1925-2013). (Foto: businessinsider.sg)

SEPERTI ibu-ibu lain, setiap pagi, dengan celemek menempel di badan, ia menyiapkan sarapan untuk suaminya. Ia merebus dua telur, menyeduh susu, menyiapkan kue kering, dan mengeluhkan satu-dua hal. “Jangan pakai mentega terlalu banyak,” katanya.

Setelah itu, ia mengganti baju, dan ke kantor: Turun dari lantai 2 ke lantai 1 Downing Street, 10, London. Begitulah keseharian Perdana Menteri (PM) Inggris Margaret Thatcher (1925-2013), PM perempuan pertama Inggris, PM 3 periode, terlama pada abad ke-20, 1979-1990.

Margaret Hilda Roberts, nama lengkapnya, lahir pada 13 Oktober 1925 di Grantham, Lincolnshire, East Midlands, Inggris. Ia datang dari keluarga kelas menengah. Ayahnya anggota Dewan Kota Grantham yang mempunyai dua toko kelontong, dan pernah menjadi wali kota.

Baca Juga:
Benjamin Franklin: Antara Pajak dan Kematian

Sewaktu SMA, ia memiliki ketertarikan pada kimia. Ia kemudian mendapat beasiswa untuk belajar kimia di Universitas Somerville, Oxford. Setelah lulus, selama 4 tahun ia bekerja sebagai ahli kimia di 2 perusahaan. Namun, minat politiknya tidak terbendung.

Setahun sebelum dinikahi Denis Thatcher, yang mengubah namanya menjadi Margaret Thatcher, ia mencalonkan diri sebagai anggota parlemen. Sayang, di pemilu itu ia kalah. Baru 9 tahun berikutnya, setelah menjadi pengacara pajak, ia mencalonkan diri kembali, dan menang.

Sejak itulah karir politiknya mulai melejit. Pada 1975, ia memimpin Partai Konservatif Inggris, dan akhirnya menang besar pada Pemilu 1979. Kemenangan itu mengakhiri peran Partai Konservatif sebagai oposisi sekaligus mengantarkannya ke kursi PM.

Baca Juga:
'Belanda Tidak Punya Hak Lagi atas Indonesia'

Maggie, panggilan akrabnya, adalah satu-satunya PM Inggris dengan latar belakang pengacara pajak. Saat kali pertama terpilih, ia langsung merilis rencana penurunan tarif pajak. Namun, ia juga terjungkal karena pajak, hingga ia mundur pada 1990.

Ia memang terpilih saat Inggris dalam masa sulit. Inflasi melambung, tetapi pertumbuhan ekonomi melaju rendah. Akibatnya, bunga bank tinggi, likuiditas mengering, dan tingkat pengangguran melejit. Singkatnya, seperti negara maju lain pada 80-an, Inggris mengalami stagflasi.

Maggie lantas melakukan berbagai terobosan dengan memerangi stagflasi. Ia memangkas peran pemerintah di berbagai bidang bisnis. Ia memotong belanja subsidi, dan menurunkan tarif pajak. Ia menghela gelombang pasang swastanisasi sekaligus liberalisasi.

Baca Juga:
Apa yang Membuat Orang Jawa Begitu Miskin?

Hasilnya, dalam 4 tahun pertumbuhan ekonomi yang pada 1980 minus 2% dengan inflasi 21,9% berubah menjadi 5% dan 4,6%. Pengangguran juga turun, meski tipis. Bersama sekondannya, Presiden Amerika Serikat Ronald Reagan, ia menciptakan harapan baru bagi perekonomian global.

Saat berpidato di depan Konferensi Partai Konservatif seusai Pemilu 1983 yang mengantarkannya menjadi Perdana Menteri Inggris untuk periode kedua, ia menyatakan pemerintahannya akan tetap bersikap konservatif karena itu merupakan kebenaran fundamental yang tidak boleh dilupakan.

“Negara tidak memiliki sumber uang selain uang yang diperoleh dari warganya. Jika negara ingin belanja lebih banyak, negara hanya bisa meminjam tabungan Anda atau mengenakan pajak lebih banyak. Tidak ada yang namanya uang negara, yang ada hanya uang pembayar pajak,” katanya.

Baca Juga:
'Dana Pajak Ini untuk Meredam Dampak Ekonomi Pasar'

Karena prestasinya mengangkat ekonomi Inggris itulah ia terpilih kembali sebagai PM pada Pemilu 1987. Namun, bulan madu tentu ada batasnya. Pada 1989, ia memberlakukan sistem poll tax atau community charge di Skotlandia, menggantikan sistem domestic rates.

Setahun berikutnya, awal Maret 1990, kabinetnya mengumumkan rencana penerapan poll tax di Inggris dan Wales. Media Inggris yang galak menulis, dengan sistem pajak tersebut, setiap orang dewasa di Inggris akan terkena pajak £499.

Tidak menunggu lama, pada 31 Maret 1990, 200 ribuan orang menggelar demonstrasi di Trafalgar Square yang melebar ke jalanan London. Akhirnya, demonstrasi itu berubah jadi kerusuhan, Puluhan orang terluka, dan ratusan orang ditahan.

Maggie, yang semakin tidak populer, akhirnya memilih mundur. Saat ia beranjak dari Downing Street 10, sama seperti PM Theresa May yang mundur tahun lalu, ‘perempuan besi’ itu juga menangis. Penerusnya kemudian menganulir sistem poll tax tersebut. (Bsi)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

25 September 2020 | 21:52 WIB

mantap

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 13 Februari 2024 | 10:27 WIB RONALD REAGAN:

‘Kami Ingin Memangkas Pajak, Bukan Peluang’

Rabu, 11 Oktober 2023 | 10:02 WIB MOHAMMAD HATTA:

'Selama Terjajah Banyak Bercita-Cita, Setelah Merdeka Kehilangan Rupa'

Jumat, 14 Juli 2023 | 10:30 WIB RADIUS PRAWIRO:

'Wajib Pajak Hitung Sendiri Jumlah Pajak yang Harus Dibayar'

Senin, 03 Juli 2023 | 11:00 WIB GEORGE H.W. BUSH:

'Read My Lips, Tidak Ada Lagi Pajak Baru'

BERITA PILIHAN
Kamis, 25 April 2024 | 19:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Pegawai Diimbau Cek Kebenaran Pemotongan PPh 21 oleh Pemberi Kerja

Kamis, 25 April 2024 | 18:54 WIB PERMENKOP UKM 2/2024

Level SAK yang Dipakai Koperasi Simpan Pinjam Tidak Boleh Turun

Kamis, 25 April 2024 | 18:30 WIB TIPS PAJAK

Cara Ajukan e-SKTD untuk Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional

Kamis, 25 April 2024 | 18:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Tagihan Listrik dan Air dalam Sewa Ruangan Kena PPN, Begini Aturannya

Kamis, 25 April 2024 | 17:45 WIB DITJEN PERIMBANGAN KEUANGAN

Imbauan DJPK Soal Transfer ke Daerah pada Gubernur, Sekda, hingga OPD

Kamis, 25 April 2024 | 17:30 WIB KEBIJAKAN ENERGI

Pemerintah Siapkan Tarif Royalti 0% untuk Proyek Hilirisasi Batu Bara

Kamis, 25 April 2024 | 16:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

WP Tak Lagi Temukan Menu Sertel di e-Nofa, Perpanjangan Harus di KPP

Kamis, 25 April 2024 | 15:45 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Ingat, Pakai e-Bupot 21/26 Tidak Butuh Installer Lagi Seperti e-SPT