Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah berencana kembali menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok untuk tahun anggaran 2023. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Selasa (23/8/2022).
Sesuai dengan penjelasan pemerintah Buku II Nota Keuangan Beserta RAPBN 2023, optimalisasi penerimaan cukai pada 2023 akan dilakukan melalui intensifikasi dan ekstensifikasi cukai untuk mendukung implementasi Undang-Undang (UU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
“Intensifikasi cukai dilakukan dengan cara menyesuaikan tarif cukai terutama cukai HT dengan memperhatikan tingkat pertumbuhan ekonomi, laju inflasi, dan faktor pengendalian konsumsi,” tulis pemerintah dalam dokumen tersebut.
Pemerintah menegaskan dalam setiap perumusan kebijakan tarif CHT, ada aspek-aspek yang tetap diperhatikan. Keempatnya adalah aspek kesehatan melalui pengendalian konsumsi, aspek keberlangsungan industri, aspek penerimaan negara, dan aspek pengendalian rokok ilegal.
Adapun pemerintah mengusulkan target penerimaan cukai pada 2023 senilai Rp245,44 triliun. Angka tersebut tercatat tumbuh sekitar 9,5% dari outlook penerimaan cukai pada tahun ini senilai Rp224,2 triliun.
Selain mengenai rencana kenaikan tarif cukai rokok, masih ada pula bahasan terkait dengan penerimaan pajak. Kemudian, ada pula ulasan mengenai royalti pertambangan batu bara setelah diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) 26/2022.
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa DJBC Nirwala Dwi Heryanto menegaskan pemerintah akan tetap berhati-hati dalam menetapkan tarif cukai rokok. Tanpa menyebut rencana besaran kenaikan, dia mengatakan pemerintah tetap akan berdiskusi dengan beberapa pihak, termasuk pengusaha dan akademisi.
"Kita lihat nanti [kepastian kebijakan cukai 2023]," ujarnya. (DDTCNews/Kontan)
Berdasarkan pada penjelasan pemerintah dalam Buku II Nota Keuangan Beserta RAPBN 2023, ekstensifikasi cukai dilakukan denganpenerapan barang kena cukai (BKC) baru berupa plastik dan minuman berpemanis dalam kemasan.
“Pemerintah akan terus menggali potensi penerimaan negara dari barang-barang yang memiliki sifat dan karakteristik tertentu sesuai UU Cukai. Upaya tersebut juga didorong oleh pengendalian dan pengawasan atas peredaran BKC ilegal,” tulis pemerintah.
Di sisi lain, pemerintah juga akan memberikan fasilitas terutama penguatan kawasan industri hasil tembakau (KIHT). (DDTCNews/Kontan)
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu menilai angka yang dipatok sebagai target penerimaan pajak pada tahun depan adalah nilai yang realistis. Pada 2023, penerimaan pajak ditargetkan senilai Rp1.715,1 triliun atau hanya tumbuh 6,7% dari outlook pada tahun ini.
"Pertumbuhan ekonomi kita asumsikan 5,3% ditambah inflasi 3,3%, berarti pertumbuhan PDB nominal kita lebih dari 10%. Namun, pertumbuhan pajaknya hanya 6,7%, itu betapa kita realistisnya," ujar Febrio. (DDTCNews)
Pemberian fasilitas royalti 0% bagi pertambangan batu bara dalam PP 26/2022 merupakan tindak lanjut dari UU 11/2020 tentang Cipta Kerja.
Kurnia Chairi, Direktur PNBP Sumber Daya Alam dan Kekayaan Negara Yang Dipisahkan Ditjen Anggaran (DJA) Kemenkeu mengatakan pemberian fasilitas royalti 0% turut dicantumkan dalam PP 26/2022 guna mendukung implementasi fasilitas tersebut dalam waktu dekat.
"Pengaturan ini dimaksudkan untuk mendorong hilirisasi baru bara," ujar Kurnia. (DDTCNews)
Staf Ahli Menteri Bidang Jasa Keuangan dan Pasar Modal Suminto mengatakan partisipasi dari sektor swasta untuk proyek ramah lingkungan perlu terus didorong karena kapasitas dari APBN yang terbatas. Dalam hal ini, pemerintah juga memberikan insentif dan fasilitas fiskal untuk mendukung proyek tersebut.
"Berbagai insentif dan fasilitas telah diberikan untuk mendorong pengembangan proyek-proyek pembangunan yang ramah lingkungan," katanya. (DDTCNews) (kaw)