Perpajakan di Indonesia didasarkan pada Pasal 23A UUD 1945, di mana pajak adalah kontribusi yang dikenakan kepada seluruh Warga Negara Indonesia, warga negara asing dan warga yang tinggal secara kumulatif 120 hari di wilayah Indonesia dalam jangka waktu dua belas bulan.
Meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat akan pentingnya membayar pajak, Ditjen Pajak menilai edukasi pajak harus dilakukan sejak dini. Salah satunya lewat program bernama Pajak Bertutur yang merupakan salah satu bentuk kampanye program edukasi kesadaran pajak.
Masyarakat awam yang berada di level pratama belum memiliki logika yang memadai mengenai hal itu. Logika mendasar yang terjadi sebetulnya adalah bahwa usaha yang dijalankan wajib pajak tidak akan pernah berjalan lancar jika tidak tersedia fasilitas publik yang dinikmati selama ini. Fasilitas tersebut melekar dalam kehidupan sehari- hari tanpa disadari seperti ketersediaan infrastruktur penunjang mobilitas usaha wajib pajak. Tidak adanya infrastruktur sudah barang tentu akan menghambat usaha yang akan dijalankan atau setidaknya menimbulkan pengeluaran yang tidak perlu (inefisien).
Pemerintah tanpa diminta oleh masyarakat sudah dan terus berupaya menyediakannya. Pemerintah sendiri membutuhkan dana untuk mengupayakannya secara berkelanjutan. Akibatnya untuk memenuhi kebutuhan dana itu, pemerintah memungut pajak atas hasil usaha yang diperoleh wajib pajak. Bagaimana hal ini menjadi mungkin? Bukankah wajib pajak bekerja sendiri untuk memperoleh hasil usahanya? Ini masalahnya. Pertanyaan semacam ini muncul karena wajib pajak tidak memahami upaya pembangunan yang dilakukan pemerintah. Pembangunan itu dijalankan untuk menyediakan fasilitas yang akhirnya memudahkan usaha wajib pajak sehingga mendatangkan hasil.
Persis seperti yang sudah penulis kemukakan sebelumnya. Fenomena ini juga bisa dimaknai sebagai kesempatan untuk turut serta gotong royong membangun fasilitas publik dan bagi pemerintah pengelolaan uang pajak merupakana kesempatan untuk menegakkan amanah. Menggeser cara berpikir (logika) masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya adalah langkah paling awal untuk meningkatkan kepatuhan dan membangun kesadaran mereka.
Tokoh zeti, misalnya sebagai konsultan pajak, ia meyakini bentuk pengabdiannya pada masyarakat. Karena itu lah dia secara sukarela memberi penjelasan tentang pajak pada masyarakat yang membutuhkan. Medianya pun beragam, mulai dari menulis artikel, menulis buku, menggelar seminar, dan talkshaw di radio. Media sosial pun dimanfaatkan untuk menyadarkan masyarakat akan kegunaan pajak. Sementara untuk mendapatkan penghasilan, Zeti lebih memilih memberi jasa konsultasi pajak pada perusahaan asing dan grup perusahaan besar yang selama ini sudah menjadi kliennya.
Melihat fenomena di atas, bahwasannya masih banyak masyarakat yang membutuhkan pengetahuan terkait pajak. Berbagai kebijakan yang pemerintah luncurkan juga termasuk salah satu dalam rangka mengedukasi masyarakat. khususnya masyarakat yang awam yang kurang informasi akan pajak. Disini penulis memberikan sebuah program yaitu Program 2B1R yaitu berkelanjutan, berkesinambungan, dan relevan.
Melalui program 2B1R ini, pertama berkelanjutan, di mana program ini dalam mengedukasi masyarakat luas khususnya masyarakat awam harus lah berkelanjutan. Salah satu nya dengan sinergi dengan masyarakat langsung seperti RT/RW untuk memberikan selembaran terkait wajib pajak. Misalnya di tiap-tiap pos ronda atau pos kamling. Dalam selembaran buletin tersebut berisikan kewajiban masyarakat dalam membayar pajak dan transparansi penggunaan pajak. Bulletin atau poster ini berfungsi juga sebagai bentuk transparansi pajak kepada masyarakat. Namun, harus di garis bawahi bahwasannya tidak semua masyarakat awam khususnya di desa itu dapat membaca.
Program berkelanjutan ini, bisa dapat di sertai dengan ketua RT/RW mengadakan rutinitas ceramah kepada masyarakat. secara berkelanjutan. Misalnya, dalam satu bulan minimal ada 4 kali pertemuan dalam rangka mengedukasi wajib pajak kepada masyarakat awam. Kedua,Berkesinambungan dalam merealisasikan suatu program khususnya program yang sudah pemerintah gebrakan melalui kebijakan-kebijakannya tentunya harus dilakukan secara berkesinambungan. Melakukan sinergitas dengan lembaga lainnya dalam hal mengedukasi masyarakat. ketiga, berdasarkan fenomean di atas. Banyak masyarakat yang masih enggan membayar pajak nya karena mereka tidak percaya pada oknum pajak.
Dengan menggalakan program 2B1R ini melalui relevan-nya, dapat pemerintah lakukan kesuaian zaman masyarakat saat ini. Pada era modernisasi ini tentunya banyak sekali masyarakat yang menghabiskan waktunya dengan dunia teknologi bukan hanya di kampung atau di perkotaan. Dengan adanya kesusuaian relevan sinergi pemerintah dalam mengedukasi masyarakat dapat dilakukan melalui teknologi pula. Pemberian informasi e-billing pada masyarakat secara berkelanjutan dan berkesinambungan.
Sejumlah data statistik telah banyak bercerita kepada kita bahwa kepatuhan dan kesadaran wajib pajak dalam menjalankan kewajiban perpajakan di negeri ini masih tergolong rendah. Fenomena ini tentu saja bukan semata kesalahan yang berasal dari satu pihak, melainkan kedua pihak (DJP dan masyarakat) juga memiliki andil sehingga upaya perbaikan harus dilakukan secara dua arah yakni oleh pihak DJP dan masyarakat. Penulis berpendapat bahwa kondisi tersebut lahir karena belum kuatnya pondasi logis dan filosofis yang ada di dalam benak masyarakat sehingga melahirkan kepatuhan yang tidak dilandasi oleh kepatuhan yang sifatnya sukarela. Sukses program 2B1R!