Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberikan keterangan kepada media setelah rapat paripurna DPR mengenai penyampaian Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2022, Kamis (20/5/2021). (tangkapan layar Youtube)
JAKARTA, DDTCNews – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan pemerintah akan tetap menjalankan konsolidasi fiskal secara bertahap meskipun sulit dan tidak populer.
Sri Mulyani mengatakan instrumen APBN memiliki batas keberlanjutannya dengan risiko yang harus dikelola secara hati-hati. Oleh karena itu, konsolidasi fiskal harus dilakukan dengan baik secara bertahap agar defisit APBN kembali ke bawah 3% terhadap produk domestik bruto (PDB) pada 2023.
"Konsolidasi fiskal adalah syarat yang perlu. Ini merupakan suatu policy yang sulit, berat, tidak populer. Namun, tetap harus dilakukan," katanya dalam rapat paripurna DPR mengenai penyampaian Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2022, Kamis (20/5/2021).
Sri Mulyani mengatakan konsolidasi fiskal juga bertujuan meminimalkan crowding out effect pada pasar keuangan. Pasalnya, situasi tersebut dapat melemahkan peran investasi swasta sehingga berakibat negatif bagi potensi pertumbuhan dan kesehatan ekonomi jangka panjang.
Dia menjelaskan konsolidasi fiskal harus dibarengi dengan reformasi APBN yang efektif dan konsisten. Dengan demikian, pengelolaan fiskal diharapkan kembali ke arah yang lebih sehat, berdaya tahan, dan mampu menjaga stabilitas perekonomian ke depan.
Menurut Sri Mulyani, APBN telah memainkan peran sebagai countercyclical perekonomian di tengah pandemi Covid-19 sejak 2020. Pada situasi itu, penerimaan perpajakan menurun. Pada saat yang sama, pemerintah juga harus memberikan insentif perpajakan untuk menolong dunia usaha agar tetap mampu bertahan.
"Ini merupakan bentuk disiplin fiskal yang sangat menantang di tengah begitu banyaknya kebutuhan pembangunan yang sangat mendesak," ujarnya.
Pada 2022, pemerintah merancang defisit APBN senilai Rp808,2 hingga Rp879,9 triliun atau antara 4,51%-4,85% terhadap PDB. Rencana defisit APBN tersebut lebih kecil ketimbang tahun ini yang ditargetkan 5,7% terhadap PDB.
Dengan estimasi defisit tersebut, penarikan utang pada 2022 diproyeksi sebesar 4,81%-5,8% terhadap PDB. Adapun rasio utang pada 2020 diprediksi sebesar 43,76%-44,28% terhadap PDB, naik dari target tahun ini kurang lebih 41,05% terhadap PDB. (kaw)