BERITA PAJAK HARI INI

Soal Integrasi LHKPN dan SPT Tahunan Pajak, Begini Kata KPK

Redaksi DDTCNews
Senin, 13 Februari 2023 | 08.57 WIB
Soal Integrasi LHKPN dan SPT Tahunan Pajak, Begini Kata KPK

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memulai proses integrasi data Laporan Harta Kekayaan Penyelenggaraan Negara (LHKPN) dengan data lain, termasuk data perpajakan. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Senin (13/2/2023).

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron memberi contoh, LHKPN bisa diintegrasikan dengan data dari instansi seperti Ditjen Pajak (DJP). Menurutnya, integrasi LHKPN dan data seperti Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan akan memudahkan KPK dalam pemantauan lalu lintas transaksi yang terindikasi korupsi.

“Kami akan melakukan revisi peraturan KPK tentang pelaporan gratifikasi supaya lebih memungkinkan untuk dikoneksikan dengan lembaga-lembaga yang memungkinkan kami bisa memotret lalu lintas keuangan, yaitu misalnya ke pihak perbankan, asuransi, BPN, maupun pajak," katanya.

Nurul menyebut secara keseluruhan KPK memiliki beberapa program prioritas di bidang pencegahan dan monitoring pada tahun ini. Selain soal integrasi data LHKPN, KPK juga bakal mendorong kepatuhan penyampaian LHKPN dan gratifikasi dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.

Selain mengenai integrasi data LHKPN dan SPT Tahunan, ada pula ulasan terkait dengan syarat Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) seluruh pengurus dalam permohonan pengukuhan pengusaha kena pajak (PKP) wajib pajak badan. Ada juga bahasan tentang NPPN, OSS RBA, dan e-SPT.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

Integrasi Data LHKPN dan SPT Tahunan

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan KPK telah mengusulkan integrasi data LHKPN dan SPT Tahunan sejak 2019. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga telah menyatakan dukungan terhadap usulan tersebut.

Menkeu menilai integrasi data LHKPN dan SPT Tahunan dapat dilakukan karena otoritas fiskal memang harus mendukung upaya lembaga penegak hukum memberantas korupsi. Apalagi, dalam penyampaian LHKP juga sudah terdapat syarat mencantumkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). (DDTCNews)

SPT Tahunan Dapat Diakui Sebagai Penyampaian LHKASN

Melalui Surat Edaran Menteri PANRB No. 2 Tahun 2023, pemerintah menegaskan bukti penerimaan penyampaian SPT Tahunan –yang didalamnya memuat laporan harta kekayaan—dapat diakui sebagai penyampaian LHKAN bagi aparatur negara yang tidak diwajibkan untuk menyampaikan LHKPN.

“Dengan demikian, tidak diperlukan penyampaian laporan harta kekayaan secara terpisah sebagaimana penyampaian LHKASN (Laporan Harta Kekayaan Aparatur Sipil Negara) pada tahun-tahun sebelumnya,” bunyi penggalan poin 4 bagian Isi Edaran.

Adapun apatur negara mencakup, pertama, aparatur sipil negara (ASN), yaitu pegawai negeri sipil (PNS) dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). Kedua, anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI). Ketiga, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri). (DDTCNews)

Penyesuaian Aplikasi e-Form

Ketentuan omzet Rp500 juta tidak kena pajak sudah berlaku bagi wajib pajak orang pribadi UMKM. Namun, hingga saat ini, Ditjen Pajak (DJP) masih belum melakukan penyesuaian aplikasi e-form. Penyesuaian masih menunggu penerbitan regulasi.

"Masih menunggu regulasi turunan UU HPP [7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan]," ujar Direktur Teknologi Informasi dan Komunikasi DJP Hantriono Joko Susilo. (DDTCNews)

NPWP Seluruh Pengurus Pengusaha Badan

Berdasarkan pada ketentuan Pasal 45 ayat (5) huruf c PER-04/PJ/2020, fotokopi NPWP seluruh pengurus merupakan salah satu dokumen identitas yang harus dilampirkan ketika pengusaha badan dengan status pusat ingin melakukan permohonan pengukuhan sebagai PKP.

“Pengusaha melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP dengan mengajukan permohonan secara elektronik atau tertulis, serta dilampiri dengan dokumen yang disyaratkan,” bunyi Pasal 45 ayat (4) PER-04/PJ/2020. Simak ‘Jadi Syarat PKP, Ini Cara Mengaktifkan NPWP Non Efektif Pengurus’. (DDTCNews)

Prinsip Ultimum Remedium Bidang Cukai

Penerapan prinsip ultimum remedium akan membuat proses penyelesaian pidana di bidang cukai berjalan lebih cepat. Pengusaha barang kena cukai yang melanggar harus membayar sanksi administrasi berupa denda sebesar 4 kali dari nilai cukai yang seharusnya dibayar.

"Penyelesaian perkara pidana di bidang cukai yang melanggar Pasal 50, 52, 54, 56 dan Pasal 58 lebih cepat, efektif, dan sesuai ketentuan, serta kepatuhan pengusaha barang kena cukai lebih meningkat," kata Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa DJBC Nirwala Dwi Heryanto. (DDTCNews)

Penggunaan NPPN

Wajib pajak orang pribadi yang berencana menggunakan norma penghitungan penghasilan neto (NPPN) perlu menyampaikan pemberitahuan paling lambat pada akhir Maret. Batas waktu ini berlaku bagi wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan memiliki peredaran bruto kurang dari Rp4,8 miliar dalam 1 tahun pajak.

"Wajib pajak ... dapat menghitung penghasilan neto dengan menggunakan NPPN dan melakukan pencatatan, dengan syarat memberitahukan kepada dirjen pajak dalam jangka waktu 3 bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan," bunyi Pasal 4 ayat (2) PMK 54/2021. (DDTCNews)

Tidak Bisa Pakai e-SPT

DJP mengingatkan mengenai saluran pelaporan SPT Tahunan wajib pajak badan. Contact center DJP, Kring Pajak, mengatakan aplikasi e-SPT 1771 (SPT elektronik dalam bentik .csv) sudah tidak bisa lagi digunakan. Pelaporan SPT Tahunan secara elektronik hanya dapat dilakukan melalui saluran lain.

“Untuk pelaporan SPT Tahunan badan saat ini silakan menggunakan e-form PDF ya. Tidak lagi bisa menggunakan e-SPT 1771,” cuit Kring Pajak melalui Twitter. (DDTCNews)

Penggunaan Sistem OSS RBA

Pemerintah akan menyesuaikan ketentuan administratif pengajuan fasilitas tax allowance dengan sistem online single submission risk based approach (OSS RBA).

Dalam ketentuan yang saat ini berlaku, yaitu Peraturan Pemerintah (PP) No. 78/2019, permohonan tax allowance dapat diajukan lewat OSS. Namun, OSS yang dimaksud bukan OSS RBA. Adapun OSS RBA baru diluncurkan UU 11/2020 tentang Cipta Kerja berlaku.

"Penyelarasan ketentuan administratif pengajuan fasilitas sesuai dengan perkembangan sistem OSS berbasis risiko," bunyi Keputusan Presiden (Keppres) 25/2022. (DDTCNews)

PPh Final Transaksi Penjualan Saham di Bursa Efek

Anggota bursa bakal diwajibkan untuk melakukan pemotongan PPh final atas transaksi penjualan saham di bursa efek melalui revisi kedua PP No. 41/1994. Anggota bursa adalah perantara pedagang efek yang memperoleh izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan memiliki hak untuk menggunakan sistem atau sarana bursa efek sesuai dengan peraturan bursa efek.

"Perubahan pihak pemotong transaksi penjualan saham di bursa dari Bursa Efek Indonesia (BEI) menjadi anggota bursa," bunyi Lampiran Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 25/2022.

Selama ini, penyelenggara bursa efek menjadi pihak yang berkewajiban memotong PPh final. Tarif PPh final yang berlaku adalah 0,1% dari jumlah bruto nilai transaksi penjualan. Khusus pemilik saham pendiri, terdapat tambahan PPh final sebesar 0,5%. (DDTCNews) (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.