Redaksi DDTCNews
Kamis, 15 Maret 2018 | 09.05 WIB
Shortfall

JAKARTA, DDTCNews – Pagi ini, Kamis (15/3), berita datang dari Ditjen Pajak yang masih dibayangi risiko shortfall penerimaan pajak sepanjang awal tahun 2018, meski penerimaan masih mencatatkan tren positif.

Kabar lainnya mengenai pendapat pakar pajak yang menilai pemerintah masih memiliki modal untuk memperbaiki penerimaan pajak di tahun ini.

Selain itu, Ditjen Pajak juga tengah berupaya untuk melanjutkan reformasi perpajakan yang sudah berjalan dari segi keadilan. Seiring dengan hal itu, Indonesia dinilai bisa menerapkan independensi lembaga otoritas pajak untuk mengejar keberhasilan tax reform.

Untuk lebih jelasnya, berikut ulasan berita selengkapnya:

  • Realisasi Pajak Tumbuh, Tapi Shortfall Masih Mengintai

Realisasi penerimaan pajak nonmigas sepanjang 1 Januari – 7 Maret 2018 tercatat Rp156,8 triliun atau tumbuh 19% dibandingkan dengan dengan periode sama tahun lalu sebesar Rp131,7 triliun. Hal ini dipicu oleh penerimaan pajak penghasilan (PPh) nonmigas sekitar Rp88,7 triliun atau tumbuh 20,26% secara tahunan dan penerimaan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar Rp67 triliun atau naik 18,37%.

Direktur Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan Pajak Ditjen Pajak Yon Arsal mengatakan tren perbaikan penerimaan pajak awal tahun ini merupakan implikasi dari meningkatnya kepatuhan wajib pajak, terutama pascaprogram pengampunan pajak.

Kendati penerimaan pajak nonmigas melonjak, risiko shortfall penerimaan pajak masih menghantui, apalagi target pertumbuhan penerimaan pajak nonmigas tahun ini dipatok cukup tinggi di kisaran 26%.

  • DDTC Ungkap Modal Pemerintah Atasi Situasi Negatif Penerimaan Pajak

Managing Partner DDTC Darussalam menilai ada banyak hal yang perlu dilakukan pemerintah untuk memperbaiki performa penerimaan pajak, seperti menyeimbangkan struktur penerimaan pajak. Menurutnya struktur pajak di Indonesia masih anomali.

Di berbagai negara, penerimaan PPh Orang Pribadi lebih tinggi dibandingkan dengan penerimaan pajak lainnya. Darussalam menegaskan di Indonesia justru sebaliknya, penerimaan PPh 21, pada tahun 2016 hanya 0,5% dan pada tahun 2017 hanya 0,7% dari total pajak.

Pendiri DDTC itu pun menyatakan pemerintah sebenarnya telah memiliki 2 modal positif untuk mengubah struktur penerimaan pajak. Seluruh modal itu bisa digunakan untuk mematahkan situasi negatif dari penerimaan pajak kita. Adapun 2 modal positif tersebut antara lain, pertama, implementasi pengampunan pajak sebagai bagian dari transisi keterbukaan. Kedua, pertukaran informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan.

  • DJP Soroti Aspek Keadilan Bagi Wajib Pajak

Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Humas Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama mengatakan aspek keadilan dalam sisitem perpajakan merupakan tindak lanjut kebijakan sebelumnya yakni tax amnesty. Setelah mengikuti program itu, diharapkan kesadaran wajib pajak meningkat, tapi wajib pajak yang tidak berpartisipasi harus menanggung konsekuensinya.

Pilar-pilar tax reform dibuat untuk memperbaiki peta kepatuhan wajib pajak dan memberikan keadilan. Kemudian Ditjen Pajak akan merancang suatu sistem pelayanan, pembinaan, pengawasan dan juga sampai ke tahap penegakan hukum yang menjamin rasa keadilan. Menurutnya Ditjen Pajak ingin membangun compliance risk management, sehingga wajib pajak akan dipetakan antara yang sudah patuh, dengan wajib pajak yang butuh pengawasan serta penindakan.

  • Independensi Otoritas Pajak Tentukan Keberhasilan Tax Reform

Pengamat Pajak DDTC Darussalam menyatakan reformasi organisasi adalah kunci keberhasilan dari berlangsungnya tax reform. Menurutnya sangat penting jika Ditjen Pajak menjadi lebih independen. Dia menjelaskan bukti empiris menunjukkan bahwa semakin independen otoritas pajak, maka semakin bisa menghilangkan ketidakpatuhan wajib pajak, negara lain sudah membuktikannya, Indonesia tinggal mengadopsi saja.

Ketidakpatuhan pajak di Indonesia sangat tinggi dibandingkan negara-negara dengan otoritas pajak independen. Di Indonesia, setoran pajak dari wajib pajak perorangan lebih rendah dibandingkan dari badan usaha. Sementara di negara dengan otoritas pajak independen, pendapatan pajak dari perorangan jauh lebih tinggi dibandingkan perolehan pajak dari badan usaha.

Darussalam memaparkan penerimaan pajak orang pribadi di Belgia mencapai 15,3% dan PPh Badan 3% dari PDB. Begitu pun Italia dengan porsi PPh Badan 3% dan penerimaan pajak orang pribadi 16,8%. Porsi pajak yang didominasi badan usaha berefek negatif terhadap iklim usaha dan investasi.

  • Revisi Aturan, Mudahkan Berusaha

Pemerintah akan merevisi berbagai peraturan demi mendorong perbaikan kemudahan berusaha. Revisi itu diharapkan bisa meningkatkan peringkat Ease of Doing Business (EoDB) Indonesia yang pada tahun 2018 berada di urutan 72 dari 190 negara, bahkan Presiden RI Joko Widodo menargetkan berada di posisi 40 besar.

Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menyatakan pemerintah fokus memperbaiki 3 indikator, yakni proses memulai bisnis, registrasi properti dan perdagangan lintas batas. Pemerintah juga akan melakukan intensifikasi perbaikan kemudahan perizinan di daerah, terutama Izin Mendirikan Bangunan (IMB), khususnya di Surabaya dan Jakarta.

Sementara Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdaganan Oke Nurwan menjelaskan Kemendag akan mempermudah kebijakan ekspor dan impor, sekaligus akan mengharmonisasi aturan post border dan mempemudah 2 aturan perizinan. (Amu)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.