Ilustrasi. (DDTCNews)
WELLINGTON, DDTCNews—Asosiasi serikat pekerja terbesar di Selandia Baru, Public Service Association mendesak pemerintah memberlakukan pajak tinggi untuk kalangan orang kaya di negara tersebut.
Public Service Association menginginkan pemerintah mengenakan tarif pajak hingga 50% atas penghasilan orang kaya di atas NZ$150.000 per tahun dan pungutan 2% per tahun atas kekayaan bersih di atas NZ$2 juta, tidak termasuk utang.
Tax Justice Aotearoa yang merupakan bagian dari Public Service Association menilai tarif pajak tinggi yang dikenakan terhadap orang-orang kaya mampu memunculkan keadilan di Selandia Baru.
"Orang dengan ekonomi bawah justru menyumbangkan lebih banyak layanan rumah sakit dan sekolah ketimbang kalangan atas. Ini sistem tidak seimbang, tapi masih bisa diperbaiki," kata Ketua Tax Justice Aotearoa Louise Delany, Rabu (5/8/2020).
Delany menambahkan tarif PPh orang pribadi tertinggi Selandia Baru adalah 33% untuk semua penghasilan lebih dari NZ$70.000 per tahun. Di Australia, orang berpenghasilan lebih dari AU$180.000 per tahun dikenakan pajak sebesar 45%.
Di Selandia Baru, orang berpenghasilan antara NZ$14.000 dan NZ$48.000 dikenakan pajak 17,5%. Sementara itu, orang dengan penghasilan antara NZ$48.000 dan NZ$70.000 dipajaki 30%.
Pengenaan pajak tinggi terhadap orang kaya juga diusulkan Partai Hijau. Mereka mengusulkan pengenaan pajak kekayaan sebesar 1% pada kekayaan bersih lebih dari NZ$1 juta dan 2% untuk aset lebih dari NZ$2 juta.
Partai itu berharap pengenaan pajak kekayaan bisa menjangkau 6% kelompok orang kaya di Selandia Baru, yang uangnya bisa digunakan untuk mendanai orang yang tidak memiliki pekerjaan sebesar NZ$325.
Partai Hijau juga mengusulkan dua klasifikasi tarif PPh baru, yakni 37% atas penghasilan lebih dari NZ$100.000 dan 42% atas penghasilan lebih dari $150.000.
Sekretaris Public Service Association Glenn Barclay menyatakan penerapan pajak kekayaan di Australia bisa dicontoh. Dia menyebut 20% kekayaan di Selandia Baru hanya dikuasai oleh 1% orang terkaya di negara itu.
“Mereka memanfaatkan celah untuk memastikan uang mereka tidak digolongkan sebagai penghasilan kena pajak,” tuturnya dilansir dari Stuff.co.nz. (rig)