RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa PPh Pasal 26 atas Pembayaran Biaya Bunga Pinjaman

Redaksi DDTCNews | Kamis, 09 Februari 2023 | 13:45 WIB
Sengketa PPh Pasal 26 atas Pembayaran Biaya Bunga Pinjaman

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa pajak mengenai koreksi positif pemotongan pajak penghasilan (PPh) Pasal 26 atas pembayaran biaya bunga pinjaman kepada wajib pajak luar negeri.

Pembayaran biaya bunga tersebut timbul dari transaksi utang wajib pajak kepada X Co yang berdomisili di Belanda. Otoritas pajak menyatakan wajib pajak belum melakukan pemotongan PPh Pasal 26 atas pembayaran bunga kepada X Co.

Pendapat otoritas pajak merujuk pada hasil ekualisasi objek PPh Pasal 26 dengan PPh badan. Otoritas pajak berpendapat pembayaran biaya bunga tersebut terutang PPh 26 dan seharusnya dilakukan pemotongan PPh Pasal 26 oleh wajib pajak

Baca Juga:
Patuhi MK, Kemenkeu Bersiap Alihkan Pembinaan Pengadilan Pajak ke MA

Sebaliknya, wajib pajak menilai pembayaran atas bunga yang timbul dari utang tersebut tidak dapat dipotong PPh Pasal 26 apabila jangka waktu utang lebih dari 2 tahun. Hal tersebut tertuang dalam Pasal 11 ayat (4) Perjanjian Pajak Berganda (P3B) Indonesia-Belanda.

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan untuk mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Kemudian, pada tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan oleh otoritas pajak.

Apakah Anda tertarik membaca putusan ini lebih lengkap? Kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau Perpajakan ID.

Baca Juga:
Sengketa Koreksi DPP PPN atas Jasa Keagenan Kapal

Kronologi

WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat koreksi positif PPh Pasal 26 yang ditetapkan oleh otoritas pajak tidak dapat dipertahankan.

Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan untuk mengabulkan seluruhnya atas permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Dengan diterbitkannya Putusan Pengadilan Pajak No. 27956/PP/M.I/13/2010 tertanggal 15 Desember 2010, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 25 Maret 2011.

Pokok sengketa dalam perkara ini adalah koreksi positif dasar pengenaan pajak (DPP) PPh Pasal 26 terkait dengan pembayaran bunga senilai Rp8.840.046.310.

Baca Juga:
Sri Mulyani Beberkan Tantangan Indonesia Naikkan Peringkat Kredit

Pendapat Para Pihak

PEMOHON PK selaku otoritas pajak menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Pemohon PK melakukan koreksi positif DPP PPh Pasal 26 dengan berdasarkan pada hasil ekualisasi objek PPh Pasal 26 dengan PPh badan.

Dari hasil ekualisasi tersebut, Pemohon PK menemukan adanya objek PPh Pasal 26 yang belum dipotong dan disetorkan Termohon PK, yaitu biaya bunga pinjaman. Dalam perkara ini, Termohon PK telah melakukan pinjaman sejumlah dana kepada X Co yang berdomisili di Belanda dengan jangka waktu pelunasan 3 tahun.

Atas pinjaman tersebut, Termohon PK berkewajiban mengembalikan uang yang dipinjam beserta bunganya kepada X Co. Pemohon PK menilai atas pembayaran bunga tersebut seharusnya dipotong PPh Pasal 26.

Baca Juga:
Dapat Kredit dari Bank dengan Jaminan Aset? Dilaporkan di SPT Tahunan

Dengan demikian, Termohon PK seharusnya melakukan pemotongan PPh Pasal 26 atas pembayaran bunga pinjaman. Akan tetapi, Termohon PK belum melakukan pemotongan tersebut.

Pemohon PK juga menilai Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah memberikan putusan yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (contra legem). Pemohon PK menilai Putusan Pengadilan Pajak No. Put. 27956/PP/M.I/13/2010 cacat hukum sehingga harus dibatalkan.

Sebaliknya, Termohon PK menilai biaya yang dibayarkannya merupakan implikasi atas utang yang dilakukannya kepada X Co. Adapun jangka waktu utang tersebut sampai dengan 3 tahun.

Baca Juga:
Pilih Lunasi Utang Pajak, Rekening WP Ini Akhirnya Dibuka Blokirnya

Termohon PK menilai pihaknya memang tidak perlu melakukan pemotongan pajak mengingat jangka waktu utang ialah lebih dari 2 tahun. Dengan demikian, Termohon PK berargumentasi seharusnya Indonesia tidak memiliki hak pemajakan atas penghasilan tersebut atau tidak ada pemotongan PPh Pasal 26 atas biaya bunga pinjaman.

Pendapat Termohon PK tersebut umumnya mengacu pada Pasal 11 ayat (1) sampai dengan ayat (5) P3B Indonesia-Belanda. Kemudian, Termohon PK lebih menekankan pada Pasal 11 ayat (4) P3B Indonesia-Belanda.

Adapun Pasal 11 ayat (4) P3B Indonesia-Belanda mengatur bunga yang timbul di salah satu negara hanya akan dikenakan pajak di negara lainnya. Hal itu berlaku jika pemilik manfaat dari bunga tersebut merupakan penduduk negara lainnya dan bunga itu dibayarkan atas utang yang dibuat untuk jangka waktu lebih dari 2 tahun.

Baca Juga:
Longgarkan Ruang Fiskal, Defisit APBN 2025 Dirancang 2,45-2,8 Persen

Pertimbangan Mahkamah Agung

MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding sudah tepat dan benar. Dalam perkara ini, terdapat 2 pertimbangan Mahkamah Agung sebagai berikut.

Pertama, menurut pendapat Mahkamah Agung, pihak Termohon PK sudah memberikan Surat Keterangan Domisili (SKD) sebagai bukti dilakukannya transaksi dengan perusahaan yang berdomisili di Belanda. Dalam hal ini, Belanda merupakan salah satu negara treaty partner dengan Indonesia. Dengan begitu, ketentuan perpajakan mengacu pada P3B Indonesia-Belanda.

Kedua, berdasarkan pada Pasal 11 ayat (4) P3B Indonesia-Belanda, time test berupa 2 tahun terkait jangka waktu utang bertujuan untuk menentukan yurisdiksi atau negara yang berhak mengenakan pajak atas pembayaran biaya bunga.

Baca Juga:
Salah Lapor SPT Tahunan? DJP: Tenang, Masih Bisa Pembetulan

Adapun bunga yang timbul di salah satu negara hanya akan dikenakan pajak di negara lainnya jika pemilik manfaat dari bunga tersebut merupakan penduduk negara lainnya dan bunga dibayarkan atas utang yang dibuat untuk jangka waktu lebih dari 2 tahun.

Berdasarkan pada kedua pertimbangan di atas, Mahkmah Agung menilai permohonan PK tidak memiliki alasan hukum yang kuat sehingga dinyatakan ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK ditetapkan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara. (Sabian Hansel/kaw)

(Disclaimer)
Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 26 April 2024 | 14:37 WIB PERATURAN PERPAJAKAN

Juknis Penghapusan Piutang Bea Cukai, Download Aturannya di Sini

Kamis, 25 April 2024 | 14:17 WIB KABUPATEN JOMBANG

Objek PBB-P2 Didata Ulang, Pemkab Hitung Pajak Terutang yang Akurat

Rabu, 24 April 2024 | 16:45 WIB PENGADILAN PAJAK

Patuhi MK, Kemenkeu Bersiap Alihkan Pembinaan Pengadilan Pajak ke MA

Selasa, 23 April 2024 | 13:00 WIB INFOGRAFIS BEA CUKAI

Kriteria Penghapusbukuan Piutang di Bidang Kepabeanan dan Cukai

BERITA PILIHAN
Jumat, 26 April 2024 | 17:00 WIB KAMUS PAJAK DAERAH

Apa Itu PBJT Jasa Parkir dan Retribusi Parkir?

Jumat, 26 April 2024 | 16:45 WIB KEBIJAKAN KEPABEAN

Impor Barang Kiriman? Laporkan Data dengan Benar agar Tak Kena Denda

Jumat, 26 April 2024 | 16:30 WIB PENERIMAAN PAJAK

Setoran PPN-PPnBM Kontraksi 16,1 Persen, Sri Mulyani Bilang Hati-Hati

Jumat, 26 April 2024 | 15:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Ada Usulan Tarif Pajak Kripto untuk Dipangkas, Begini Tanggapan DJP

Jumat, 26 April 2024 | 15:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Sudah Lapor SPT Tapi Tetap Terima STP, Bisa Ajukan Pembatalan Tagihan

Jumat, 26 April 2024 | 14:37 WIB PERATURAN PERPAJAKAN

Juknis Penghapusan Piutang Bea Cukai, Download Aturannya di Sini

Jumat, 26 April 2024 | 14:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Indonesia Ingin Jadi Anggota OECD, DJP: Prosesnya Sudah On Track

Jumat, 26 April 2024 | 14:00 WIB KANWIL DJP DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Korporasi Lakukan Tindak Pidana Pajak, Uang Rp 12 Miliar Disita Negara

Jumat, 26 April 2024 | 13:39 WIB PENERIMAAN PAJAK

Efek Harga Komoditas, PPh Badan Terkontraksi 29,8% di Kuartal I/2024