RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Penetapan Jasa Pelayanan Kecantikan Sebagai Objek PPN

Hamida Amri Safarina | Jumat, 11 Desember 2020 | 16:40 WIB
Sengketa Penetapan Jasa Pelayanan Kecantikan Sebagai Objek PPN

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa pajak mengenai penetapan jasa pelayanan kecantikan sebagai objek pajak pertambahan nilai (PPN). Dalam perkara ini, wajib pajak memiliki usaha yang bergerak di bidang jasa pelayanan kecantikan.

Otoritas pajak menyatakan jasa pelayanan kecantikan tidak termasuk dalam pengertian jasa pelayanan kesehatan medis yang dikecualikan dari pemungutan PPN. Sebab, dalam penjelasan Pasal 4A ayat (3) huruf a Undang-Undang No. 8 Tahun 1983 s.t.d.d. Undang-Undang No. 18 Tahun 2000 (UU PPN) tidak menyebutkan jasa pelayanan kecantikan tergolong jasa pelayanan kesehatan medis yang tidak dipungut PPN.

Sebaliknya, wajib pajak menilai jasa pelayanan kecantikan dapat dikategorikan sebagai jasa pelayanan kesehatan medis yang dikecualikan dari pemungutan PPN.

Baca Juga:
Catat! Jasa Konstruksi untuk Pembangunan Tempat Ibadah Bebas PPN

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Selanjutnya, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan oleh otoritas pajak.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau di sini.

Kronologi
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Dalam putusan banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat jasa pelayanan kecantikan yang dilakukan oleh dokter atau ahli yang mempunyai izin praktik termasuk kategori jasa pelayanan kesehatan medis yang dikecualikan dari pemungutan PPN.

Baca Juga:
Formula Penghitungan PPN dengan Besaran Tertentu

Lebih lanjut, salah satu Hakim Pengadilan Pajak, selanjutnya disebut hakim A, memberikan dissenting opinion atas kasus ini. Hakim A menyatakan jasa pelayanan kecantikan tidak termasuk dalam definisi jasa pelayanan kesehatan medis.

Sebab, jasa pelayanan kesehatan medis hanya diberikan kepada seseorang yang sakit, baik secara fisik, mental, dan spiritual untuk nantinya dapat hidup dengan produktif. Sementara pihak yang datang ke klinik kecantikan merupakan seseorang yang sehat dan tetap dapat melakukan hal produktif meskipun dalam masa perawatan kecantikan.

Selanjutnya, terhadap permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Dengan keluarnya Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 59940/PP/M.VA/16/2015 tanggal 5 Maret 2015, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 23 Juli 2015.

Baca Juga:
Kurs Pajak Hari Ini: Rupiah Berbalik Melemah, Dolar AS Menguat

Pokok sengketa dalam perkara ini adalah koreksi dasar pengenaan pajak (DPP) PPN atas penyerahan jasa pelayanan kecantikan masa pajak Juni 2008 senilai Rp179.451.136 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Pendapat Pihak yang Bersengketa
Pemohon PK menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Perlu dipahami, Termohon PK memiliki usaha yang bergerak di bidang jasa pelayanan kecantikan.

Menurut Pemohon PK, jasa pelayanan kecantikan tidak termasuk dalam pengertian jasa pelayanan kesehatan medis yang dikecualikan dari pemungutan PPN. Sebab, penjelasan Pasal 4A ayat (3) huruf a UU PPN tidak menyebutkan jasa pelayanan kecantikan sebagai salah satu objek yang tidak dipungut PPN.

Baca Juga:
Apa Itu PPN dengan Besaran Tertentu?

Dalam penjelasan Pasal 4A ayat (3) huruf a UU PPN mengatur jasa pelayanan kesehatan medis meliputi jasa dokter umum, jasa dokter spesialis, jasa dokter gigi, jasa dokter hewan, jasa ahli kesehatan akupuntur, ahli gigi, dan ahli fisioterapi.

Selain itu, terdapat jasa kebidanan dan dukun bayi, jasa paramedis dan perawat, jasa rumah sakit, rumah bersalin, klinik kesehatan, laboratorium dan sanatorium, jasa psikolog, jasa psikiater, dan jasa pengobatan alternatif yang juga dikecualikan dari pemungutan PPN.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, kesehatan diartikan sebagai keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual, ataupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Dalam konteks ini, seseorang yang datang ke klinik kecantikan memiliki tingkat kesehatan yang baik dan tetap dapat hidup secara produktif.

Baca Juga:
Wah! Ternyata Minuman Bersoda Sempat Jadi Barang Mewah yang Kena Pajak

Berdasarkan pertimbangan di atas, penyerahan jasa pelayanan kecantikan yang dilakukan Termohon PK tetap dipungut PPN. Koreksi yang dilakukan Pemohon PK sudah tepat dan seharusnya dipertahankan.

Termohon PK menyatakan tidak setuju dengan koreksi Pemohon PK. Termohon PK menilai penyerahan jasa pelayanan kecantikan termasuk kategori jasa pelayanan kesehatan medis yang dikecualikan dari pemungutan PPN. Dengan demikian, koreksi yang dilakukan Pemohon PK tidak dapat dipertahankan.

Pertimbangan Mahkamah Agung
MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding sehingga pajak yang masih harus dibayar menjadi nihil sudah tepat. Terdapat dua pertimbangan hukum Mahkamah Agung sebagai berikut.

Baca Juga:
Penerimaan Pajak dari PPN Dalam Negeri Turun 26 Persen, Ada Apa?

Pertama, koreksi DPP PPN atas penyerahan jasa pelayanan kecantikan masa pajak Juni 2008 senilai Rp179.451.136 tidak dapat dibenarkan. Setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diungkapkan dalam persidangan oleh para pihak, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Kedua, dalam perkara a quo, pada dasarnya klinik kecantikan adalah salah satu sarana pelayanan kesehatan yang bersifat rawat jalan. Klinik kecantikan tersebut menyediakan konsultasi, pemeriksaan, pengobatan, dan tindakan medis untuk mencegah dan mengatasi berbagai kondisi atau penyakit yang terkait dengan kecantikan seseorang.

Perawatan kecantikan tersebut diberikan oleh tenaga medis sesuai dengan keahlian dan kewenangannya. Menurut Majelis Hakim Agung, penyerahan jasa pelayanan kecantikan termasuk jasa layanan medis yang dikecualikan dari objek PPN. Oleh karena itu, koreksi yang dilakukan Pemohon PK tidak sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku.

Berdasarkan pertimbangan di atas, permohonan PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara. Dengan demikian, Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara.*

(Disclaimer)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 27 Maret 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Formula Penghitungan PPN dengan Besaran Tertentu

Rabu, 27 Maret 2024 | 09:21 WIB KURS PAJAK 27 MARET 2024 - 02 APRIL 2024

Kurs Pajak Hari Ini: Rupiah Berbalik Melemah, Dolar AS Menguat

Senin, 25 Maret 2024 | 17:00 WIB KAMUS PAJAK

Apa Itu PPN dengan Besaran Tertentu?

BERITA PILIHAN