LOMBA MENULIS ARTIKEL PAJAK 2018

Segmentasi Wajib Pajak di Tahun Politik, Efektifkah?

Redaksi DDTCNews | Kamis, 10 Januari 2019 | 16:14 WIB
Segmentasi Wajib Pajak di Tahun Politik, Efektifkah?
M. Iqbal Benyamin, Fakultas Ekonomi dan Bisnis UPN Veteran Jakarta

TAHUN politik merupakan istilah yang merujuk pada tahun terjadinya pesta demokrasi atau pemilu. Pada tahun politik, tentu banyak dilakukan kampanye. Tahun politik pun bisa disebut sebagai tahun penentuan sikap atau arah suatu wilayah karena dengan terpilihnya pemimpin, pemimpin tersebut akan membawa rakyatnya ke arah tertentu. Di samping itu, segala hal yang terjadi di tahun politik bisa berdampak luas terhadap sektor tertentu. Salah satunya adalah sektor penerimaan negara dari pajak.

Peran penting pajak dalam rangka pembangunan negara tentu tidak perlu diragukan lagi. Berdasarkan data dari Kementerian Keuangan, pada APBN 2018 tercatat pendapatan negara yang berasal dari pajak mencapai Rp1.618,1 triliun, sedangkan total pendapatan negara sebesar Rp1.894,7 triliun.

Ini artinya persentase penerimaan negara yang berasal dari pajak sebesar 85,40% dan persentase ini menandai peran krusial pajak dalam membangun negara. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya untuk memaksimalkan lagi penerimaan negara yang bersumber dari pajak.

Tentunya hal itu tidak mudah berkaitan dengan masih rendahnya kesadaran masyarakat Indonesia dalam membayar pajak. Hal tersebut terbukti dengan tunggakan berbagai macam pajak, baik itu yang dipungut oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, mencapai angka yang lumayan besar.

Maka, untuk menanggulangi berkurangnya potensi penerimaan negara yang berasal dari pajak pada tahun politik perlu diterapkan strategi. Salah satu strategi yang patut diterapkan yaitu segmentasi wajib pajak.

Segmentasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu pembagian dalam segmen. Segmentasi wajib pajak berarti membagi wajib pajak ke dalam kelompok. Pembagian ini bukan berarti memecah-belah wajib pajak, namun lebih kepada upaya mengidentifikasi sifat/ jenis wajib pajak berdasarkan variabel-variabel tertentu. Ada beberapa variabel yang menjadi dasar dalam menyegmentasikan wajib pajak, yaitu variabel kerawanan konflik, variabel kepatuhan wajib pajak, dan variabel dukungan.

Variabel Dasar
PERTAMA, variabel kerawanan konflik. Variabel ini memperhitungkan kerawanan terjadinya suatu konflik di suatu wilayah pada tahun politik., Konflik bisa disebabkan oleh masyarakat yang belum cerdas dalam menerima informasi sehingga termakan oleh isu yang menyesatkan dan sikap masyarakat yang tidak bersikap legowo menerima hasil pemilu.

Di samping itu, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) telah mencatat provinsi rawan konflik pada 2019. Hal ini perlu diperhitungkan sehingga apa yang terjadi di daerah tersebut tidak mengurangi kuantitas pajak yang diterima.

Untuk wilayah yang rawan konflik, maka pemerintah perlu melakukan upaya yang dinamakan ‘fast break’, yaitu bergerak cepat dengan memajukan batas pembayaran pajak yang jatuh tempo tidak lama setelah pengumuman hasil pemilu. Hal ini bisa efektif jika pemerintah benar-benar memperhitungkan keadaan sosial suatu daerah, di mana pemerintah harus mensosialisakannya jauh hari sebelum kebijakan ini diberlakukan.

Kedua, variabel kepatuhan wajib pajak. Variabel ini juga berhubungan langsung dengan salah satu masalah besar dalam perpajakan, yaitu tingkat kepatuhan wajib pajak. Pemerintah perlu menyegmentasikan wajib pajak berdasarkan jejak rekam kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak. Hal ini begitu penting karena masalah kepatuhan wajib pajak masih berlanjut hingga kini.

Memang untuk mengatasi masalah ini perlu adanya perbaikan moral masyarakat sebagaimana revolusi mental yang digaungkan oleh Presiden Joko Widodo. Namun dalam bidang perpajakan, masalah semacam ini bisa diatasi dengan kebijakan yang berkaitan dengan pembayaran pajak.

Kebijakan yang perlu diterapkan bisa bersifat 2 hal yang bertolak belakang, yaitu pemberian denda dan penghapusan denda. Kedua kebijakan tersebut tentu bersifat opsional, tergantung bagaimana pemerintah menilai situasi yang ada untuk menerapkan salah satu kebijakannya.

Pemberian denda diterapkan agar wajib pajak segera membayar pajaknya sekaligus memberi efek jera kepada wajib pajak agar lebih taat dalam membayar pajak, sedangkan penghapusan denda diterapkan untuk menarik wajib pajak agar membayar pajak yang tertunggak tanpa dikenai denda sekaligus bertujuan untuk menggenjot penerimaan pajak.

Ketiga, variabel dukungan. Dukungan yang dimaksud dalam variabel ini adalah dukungan masyarakat kepada pemerintah saat ini. Variabel ini membagi wajib pajak yang mendukung petahana dan oposisi dalam Pemilu Presiden (Pilpres) 2019.

Walaupun berdasarkan survei yang dilakukan Indo Barometer terungkap tingkat kepuasan publik terhadap pemerintahan saat ini mencapai 65,1%, pemungut pajak tetap perlu memberi perhatian khusus kepada wajib pajak yang kurang puas terhadap kinerja pemerintahan ataupun mendukung oposisi.

Hal ini bukan berarti pihak pemungut pajak tidak bersikap netral dalam pemilu. Namun, perhatian khusus ini dimaksudkan untuk mencegah berkurangnya potensi penerimaan pajak yang diakibatkan wajib pajak yang mendukung pihak oposisi atau tidak puas terhadap kinerja pemerintahan.

Ketiga variabel tersebut tentu saja patut diperhitungkan untuk menjadi dasar bagi strategi segmentasi wajib pajak. Segmentasi wajib pajak akan mempermudah pemerintah memungut pajak karena dengan adanya segmentasi wajib pajak, maka pemerintah dapat mengetahui karakter wajib pajak yang telah dibagi berdasarkan variabel yang telah disebutkan sekaligus dapat meminimalisir potensi berkurangnya penerimaan pajak.

Untuk menerapkan strategi segmentasi wajib pajak diperlukan pondasi yang kuat, yaitu data yang akurat dan valid. Data ini sangat penting karena dapat mempermudah dan meminimalisir kesalahan. Namun, untuk mendapatkannya dibutuhkan sinergi antara pemerintah dan pihak terkait, dalam hal ini bisa berupa lembaga survei, partai politik, maupun organisasi kemasyarakatan.

Sinergitas mempunyai arti yang sangat penting karena segala kebijakan apapun yang hanya dijalankan sendiri tidak akan berjalan dengan baik. Jadi, pemerintah harus bersinergi dengan pihak terkait untuk mendapatkan data yang akurat dan harus memperhitungkan variabel yang menjadi dasar strategi ini secara tepat agar strategi segmentasi wajib pajak dapat efektif guna memaksimalkan penerimaan pajak di tahun politik ini.*

(Disclaimer)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR

0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Senin, 04 Maret 2024 | 11:30 WIB LAPORAN KINERJA DJP 2023

DJP Belanjakan Rp34,34 Miliar untuk Bangun Coretax System pada 2023

Sabtu, 02 Maret 2024 | 13:30 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Perubahan Struktur Penerimaan Perpajakan RI pada Awal Reformasi Pajak

BERITA PILIHAN