Atma Vektor Mercury berfoto di Qutub Minar, New Delhi India. Sebelum mengikuti konferensi pajak internasional di Mumbai, 11 delegasi DDTC berkesempatan mengunjungi beberapa wilayah di India.
LUAR biasa. Itulah kesan saya, Atma Vektor Mercury, mengikuti rangkaian DDTCNews Tax Competition 2019 hingga akhirnya menjadi juara I bersama Muhammad Yusaka. Terlebih, pengalaman baru saya dan Yusaka rasakan saat bergabung menjadi 11 delegasi DDTC dalam International Tax Conference di India.
Menjadi bagian dari delegasi DDTC merupakan kesempatan yang berharga, terlebih delegasi bukan hanya dari kalangan profesional DDTC, melainkan juga akademisi dan jurnalis. Saya mendapatkan berbagai pandangan dan pengalaman saat bersama mereka.
Saya berharap DDTCNews Tax Competition akan selalu ada tiap tahun sehingga membuka peluang bagi para mahasiswa untuk bisa saling bertukar pendapat dengan orang – orang yang memiliki concern tentang pajak dari berbagai latar belakang pekerjaan atau profesi.
Apalagi, DDTC memiliki visi sebagai sebagai institusi pajak berbasis riset dan ilmu pengetahuan yang terus menetapkan standar tinggi dan berkelanjutan. Adapun dua dari lima visinya adalah menghilangkan informasi asimetris dalam masyarakat pajak Indonesia dan berinvestasi pada SDM.
Konferensi yang mengambil tema 'Global Tax Reform: An Ambitious Dream?' di India ini menjadi konferensi internasional di bidang perpajakan. Saya awalnya khawatir jika tidak bisa mengikuti konferensi ini dengan baik.
Hal ini ternyata tidak sepenuhnya terjadi, meski saya perlu sedikit adaptasi untuk mendengarkan dengan saksama selama konferensi yang disampaikan dalam bahasa inggris. Namun, saya cukup mendapatkan poin-poin penting dalam konferensi.
Materi pada hari pertama dibuka dengan pemaparan maraknya aksi unilateral yang terjadi di sejumlah negara. Uni Eropa yang selama ini mendukung konsesus pemajakan ekonomi digital tengah menyiapkan konsep pemajakan sendiri apabila konsensus gagal dicapai.
Hal ini diungkapkan oleh Presiden International Fiscal Assosiation Murray Clayson. Setelah itu sesi panelis dimulai. Dalam sesi ini dapat disimpulkan bahwa para panelis juga menganggap cukup sulit untuk mencapai konsensus global.
Selanjutnya, materi hari kedua membahas tentang sistem pajak di India yang sesuai dengan semangat pilar pertama proposal OECD. Apalagi, India telah menerapkan equalisation levy. Selanjutnya, ada pembahasan mengenai sistem pajak di Afrika yang beberapa diantaranya sudah mengadopsi minimum tax rate sesuai semangat pilar kedua proposal pemajakan ekonomi digital OECD.
Pada hari terakhir, ada pembahasan mengenai teknologi dan pajak. Saya mendapatkan berbagai padangan bahwa kemajuan teknologi adalah cara yang efisien untuk menaikan pendapatan pajak.
Pada gilirannya, tinggal setiap negara memiliki pekerjaan tambahan untuk membuat sistem yang memiliki potensi dispute paling rendah dan menjamin bahwa warga negaranya telah melek teknologi. Apabila dua hal ini tercapai, niscaya kepatuhan wajib pajak dan pendapatan negara melalui pajak akan meningkat.
Saya mendapatkan banyak pelajaran dan pengalaman yang berharga selama mengikuti konferensi tersebut. Selain belajar, DDTC juga memberi kesempatan bagi para delegasi untuk berkunjung ke tempat-tempat wisata di India. Kegiatan ini dilakukan sebelum konferensi internasional berlangsung.
Terbang dari Indonesia, kami langsung menuju New Delhi. Dari sana, delegasi bertolak ke Agra dengan lama perjalanan sekitar 5 jam. Sesampainya di Agra, kami langsung mengunjungi Taj Mahal. Salah satu dari tujuh keajaiban dunia ini terletak di sebuah komplek yang sangat luas dengan bangunan yang disusun dari batu marble yang kokoh dengan teknik persendian.
Selain itu, kami berkunjung di masjid tertua di India yaitu Qutub Minar di Delhi, India. Bangunan bangunan tua yang berdiri kokoh disana menjadi spot foto yang keren bagi wisatawan. Hingga akhirnya pada sore hari kami melanjutkan perjalanan ke Mumbai, lokasi konferensi berlangsung.
Perjalanan ini sangat berkesan bagi saya. Terima kasih DDTC.*