Rinaldi Adam Firdaus,
PERKENALKAN, saya Bella. Saya merupakan staf pajak perusahaan yang bergerak di sektor industri kosmetik, khususnya skincare. Saat ini, perusahaan kami berencana untuk mengiklankan (endorsement) produk di media sosial melalui influencer yang merupakan wajib pajak orang pribadi (WPOP) dalam negeri.
Pertanyaan saya, apakah transaksi tersebut dipotong pajak? Jika iya, bagaimana mekanisme penghitungan pajaknya? Mohon penjelasannya. Terima kasih.
Bella, Jawa Timur.
TERIMA kasih atas pertanyaannya, Ibu Bella. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita perlu merujuk pada Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan s.t.d.t.d Undang-Undang No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU PPh).
Sesuai dengan Pasal 21 ayat (1) huruf a UU PPh, pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai perlu dilakukan pemotongan PPh oleh pihak pemotong. Dalam hal ini, pemotongan PPh Pasal 21 sebab penghasilannya diterima oleh WPOP dalam negeri.
Adapun terkait dengan pihak yang menjadi pemotong PPh Pasal 21, pada dasarnya ditegaskan lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 168 Tahun 2023 tentang Petunjuk Pelaksanaaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Orang Pribadi (PMK 168/2023).
Merujuk pada Pasal 1 angka 4 PMK 168/2023, pihak pemotong PPh Pasal 21 adalah wajib pajak orang pribadi, instansi pemerintah, atau wajib pajak badan, termasuk bentuk usaha tetap (BUT) yang mempunyai kewajiban untuk melakukan pemotongan PPh Pasal 21. Simak ‘Apa Itu Bukan Pegawai dalam Konteks PPh Pasal 21?’.
Selanjutnya, jika ditelaah lebih lanjut dalam Pasal 3 ayat (2) huruf b PMK 168/2023, dapat diketahui bahwa influencer termasuk kategori sebagai bukan pegawai. Artinya, mekanisme pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterima oleh influencer dapat mengacu pada Pasal 12 ayat (3) PMK 168/2023, yang berbunyi:
“Dasar pengenaan dan pemotongan pajak penghasilan Pasal 21 untuk bukan pegawai yaitu sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto ...”
Jumlah penghasilan bruto yang dimaksud beleid tersebut dapat berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan sejenis sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) huruf e PMK 168/2023. Simak ‘PPh Pasal 21 Bukan Pegawai, Tidak Ada Lagi Skema Berkesinambungan’.
Adapun PPh Pasal 21 yang digunakan untuk memotong penghasilan bukan pegawai dihitung menggunakan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh s.t.d.t.d UU 6/2023. Untuk memudahkan, rumus penghitungan PPh Pasal 21 bagi bukan pegawai adalah Tarif Pasal 17 x (50% x Penghasilan Bruto).
Sebagai ilustrasi, berikut ini merupakan contoh kasus penghitungan PPh Pasal 21 kepada bukan pegawai yang dalam hal ini sebagai influencer.
Tuan X merupakan seorang influencer yang memiliki banyak pengikut (followers) di akun media sosialnya. Oleh karena itu, Tuan X memasang tarif (rate card) bagi para pemilik brand yang ingin mengiklankan produknya (endorsement) di akun sosial media milik Tuan X.
Dalam contoh kasus ini, Tuan X menerima atau memperoleh imbalan dari PT A sebesar Rp200.000.000 atas endorsement produk PT A yang dilakukan oleh Tuan X pada akun media sosialnya.
Berdasarkan contoh tersebut berikut ini merupakan mekanisme penghitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterima oleh Tuan X.
Demikian jawaban yang dapat disampaikan. Semoga membantu.
Sebagai informasi, artikel Konsultasi Pajak hadir setiap pekan untuk menjawab pertanyaan terpilih dari pembaca setia DDTCNews. Bagi Anda yang ingin mengajukan pertanyaan, silakan mengirimkannya ke alamat surat elektronik [email protected].