BERITA PAJAK SEPEKAN

Rencana Penghapusan Fasilitas Diskon 50% Tarif PPh Jadi Terpopuler

Redaksi DDTCNews | Sabtu, 10 Juli 2021 | 08:00 WIB
Rencana Penghapusan Fasilitas Diskon 50% Tarif PPh Jadi Terpopuler

Ilustrasi. 

JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah berencana menghapus fasilitas pengurangan tarif sebesar 50% dalam Pasal 31E UU PPh. Rencana yang diusulkan masuk dalam revisi UU KUP tersebut menjadi salah satu berita pajak populer sepekan ini, 5—9 Juli 2021.

Menurut pemerintah, dalam regulasi sekarang, ada 2 instrumen dukungan investasi. Keduanya adalah penurunan tarif PPh badan dan fasilitas pengurangan tarif dalam Pasal 31E UU Pajak Penghasilan (PPh). Fasilitas Pasal 31E UU PPh akhirnya bisa menimbulkan ketidakadilan dan tidak tepat sasaran.

"Pasal 31E [UU PPh] ini kami rasa perlu untuk tidak dilanjutkan kembali dalam rangka mewujudkan keadilan dan menyederhanakan struktur tarif PPh khususnya badan," ujar Dirjen Pajak Suryo Utomo.

Baca Juga:
Gaji Anggota Firma atau CV Tak Bisa Dibiayakan, Harus Dikoreksi Fiskal

Dalam Pasal 31E UU PPh disebutkan wajib pajak dalam negeri beromzet sampai dengan Rp50 miliar mendapat fasilitas pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif umum (Pasal 17) yang dikenakan atas penghasilan kena pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp4,8 miliar.

Suryo mengatakan saat ini, wajib pajak usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dengan omzet hingga Rp4,8 miliar telah memiliki rezim pajaknya sendiri. Mereka bisa menggunakan PPh final UMKM dengan tarif 0,5% dari omzet sebagaimana diatur dalam PP 23/2018.

Selain mengenai rencana penghapusan fasilitas pengurangan tarif sebesar 50% dalam Pasal 31E UU PPh, perpanjangan waktu pemberian insentif untuk wajib pajak terdampak pandemi hingga akhir tahun juga menjadi salah satu berita pajak terpopuler sepekan ini.

Baca Juga:
Inggris Beri Insentif PPN untuk Produk Rumah Tangga yang Disumbangkan

Berikut ulasannya.

5 Alasan Dihapusnya Fasilitas Diskon Tarif PPh

Berdasarkan pada Naskah Akademik (NA) RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), ada 5 alasan pemerintah mengusulkan penghapusan Pasal 31E UU PPh. Pertama, terhadap wajib pajak UMKM telah diberikan fasilitas berupa pengenaan PPh yang bersifat final sebesar 0,5% dari peredaran bruto.

Kedua, perlunya menyamakan perlakuan dengan wajib pajak lainnya sehingga akan dikenakan tarif PPh yang sama. Ketiga, memberikan kemudahan bagi wajib pajak karena dikenakan 1 jenis tarif PPh walaupun pajak penghasilan yang akan dibayarkan akan lebih tinggi.

Keempat, dengan pengaturan pembayaran pajak minimum, dihapusnya Pasal 31E tersebut juga dapat menjadi solusi. Kelima, tarif PPh badan mulai 2022 mengalami penurunan menjadi 20% sehingga sudah lebih rendah dari tarif PPh sebelumnya.

Baca Juga:
Diskon Tarif Pajak Pasal 31E UU PPh di e-Form, DJP Ungkap Caranya

Sektor Penerima Insentif Pajak Tidak Sama dengan PMK 9/2021

Staf Ahli Menkeu Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan rancangan peraturan menteri keuangan (PMK) sedang dalam proses finalisasi. Nantinya, sejumlah insentif pajak yang sekarang ada dalam PMK 9/2021 akan diperpanjang untuk periode Juli—Desember 2021.

Adapun perpanjangan waktu pemberian akan berlaku untuk insentif PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP), PPh final DTP untuk UMKM, pembebasan PPh Pasal 22 impor, pengurangan 50% angsuran PPh Pasal 25, serta restitusi pajak pertambahan nilai (PPN) dipercepat.

Yon Arsal kembali menegaskan perpanjangan waktu pemberian pengurangan angsuran PPh Pasal 25, pembebasan PPh Pasal 22 impor, dan restitusi PPN dipercepat hanya berlaku pada sektor-sektor usaha yang masih membutuhkan dukungan. Jumlah sektornya tidak sama persis dengan dengan PMK 9/2021.

Baca Juga:
Kementerian Energi dari Negara Ini Minta Gas Alam Dibebaskan dari PPN

Insentif PPnBM Ditanggung Pemerintah 100%

Melalui PMK 77/2021, pemerintah resmi memperpanjang masa pemberian insentif pajak penjualan barang mewah (PPnBM) ditanggung pemerintah (DTP) sebesar 100% atas kendaraan bermotor berkapasitas hingga 1.500 cc sampai dengan Agustus 2021.

Pemerintah mengelompokkan penerima insentif PPnBM DTP pada 4 jenis mobil yang diproduksi di dalam negeri. Perpanjangan insentif hanya berlaku pada mobil dengan kapasitas hingga 1.500 cc, sedangkan ketentuan insentif untuk mobil dengan kapasitas 1.500 cc hingga 2.500 cc tidak berubah.

Untuk dua jenis mobil berkapasitas hingga 1.500 cc, pemerintah memberikan diskon 100% dari PPnBM terutang untuk masa pajak April hingga Mei 2021. Diskon 100% juga berlaku pada Juni hingga Agustus 2021, serta diskon 25% untuk September hingga Desember 2021.

Baca Juga:
Pajak Masukan atas Emas Tidak Dapat Dikreditkan Tapi Bisa Dibebankan

Ketentuan besaran PPnBM yang terutang atas penyerahan kendaraan bermotor tertentu yang ditanggung oleh pemerintah terhitung mulai tanggal 1 Juni 2021.

Perubahan PPnBM Mobil Listrik

Pemerintah mengubah tarif PPnBM yang berlaku atas mobil listrik. Perubahan dilakukan melalui Peraturan Pemerintah (PP) 74/2021. Beleid ini merevisi PP 73/2019. Revisi dilakukan untuk mendukung kebijakan pemerintah dalam mempercepat penurunan emisi gas buang yang bersumber dari kendaraan bermotor.

Melalui PP 74/2021, pemerintah merevisi Pasal 26 dan Pasal 27 PP 73/2019 yang mengatur tentang tarif PPnBM atas kendaraan bermotor yang menggunakan teknologi full hybrid. Pemerintah juga merevisi Pasal 36 yang mengatur tentang tarif PPnBM atas kendaraan bermotor plug-in hybrid electric vehicles, battery electric vehicles, dan fuel cell electric vehicles.

Baca Juga:
Respons Konflik Iran-Israel, Korsel Lanjutkan Diskon Tarif Pajak BBM

Perlunya Penerapan Mandatory Disclosure Rule

Rencana penerapan general anti-avoidance rule (GAAR) dan AMT dalam revisi UU KUP, perlu didukung dengan penerapan mandatory disclosure rule (MDR).

Managing Partner DDTC Darussalam mengatakan dengan adanya MDR, wajib pajak harus melaporkan skema perencanaan pajak yang mereka lakukan. Dengan demikian, DJP bisa menilai bisa diterima atau tidaknya skema tax planning wajib pajak.

Tidak hanya mengusulkan penerapan MDR, Darussalam mengatakan GAAR bisa digunakan sebagai instrumen untuk menangkal praktik penghindaran pajak. Termasuk penghindaran pajak yang berpotensi muncul dari penerapan AMT.

Baca Juga:
Lembaga Ini Dorong Adanya Insentif Pajak untuk Sepeda Motor Listrik

Pasalnya, wajib pajak bisa melakukan tax planning dengan tujuan agar hanya membayar pajak minimum sesuai dengan ketentuan AMT. Oleh karena itu, dengan GAAR, DJP memiliki landasan untuk menghitung ulang pajak yang seharusnya terutang.

Cap Bukti Pelunasan Selisih Kurang Bea Meterai

Bank penyedia cek dan/atau bilyet giro dalam kondisi tertentu kini dapat membubuhkan sendiri cap bukti pelunasan selisih kurang bea meterai pada surat setoran pajak (SSP). Ketentuan tersebut termuat dalam Perdirjen Pajak No.PER-11/PJ/2021.

Beleid yang ditetapkan pada 7 Juni 2021 ini mengubah ketentuan terdahulu, yaitu Perdirjen Pajak No.PER-01/PJ/2021. Perubahan tersebut dimaksudkan untuk mempermudah proses pelunasan selisih kurang bea meterai.

Baca Juga:
Bisa Berlaku Tahun Depan! PPN Kegiatan Membangun Sendiri Jadi 2,4%

Bank penyedia cek dan/bilyet giro dapat membubuhkan sendiri cap bukti pelunasan jika pelunasan selisih kurang bea meterai dilakukan bank penyedia. Adapun bank penyedia tersebut telah mendapatkan izin pembubuhan cap bukti pelunasan selisih kurang bea meterai.

Penerimaan PPh Badan Minus

Staf Ahli Menkeu Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan penerimaan PPh badan pada semester I/2021 tercatat minus 7,3%. Kontraksi itu lebih kecil dibandingkan dengan realisasi pada semester I/2020 yang tercatat minus 22,4%.

Yon mengatakan pada tahun lalu, ada fasilitas yang diberikan pemerintah dalam bentuk pengurangan angsuran PPh Pasal 25 dan pembebasan PPh Pasal 22 impor. Hal ini membantu cash flow perusahaan. Akibatnya, kredit pajak menjadi lebih kecil. Dengan demikian, waktu mengisi SPT Tahunan pada tahun ini, jumlah pajak terutangnya masih ada dan harus dilunasi.

Baca Juga:
Wanita Cerai dan Punya 2 Tanggungan Anak, Begini Status PTKP-nya

Pengecualian dari Pengenaan PPh Minimum

Pemerintah menegaskan alternative minimum tax (AMT) atau PPh minimum tidak berlaku untuk semua wajib pajak yang menyatakan rugi. Dalam revisi UU KUP, pemerintah mengusulkan pengenaan pajak sebesar 1% dari penghasilan bruto terhadap wajib pajak badan yang melaporkan rugi atau yang memiliki PPh badan terutang kurang dari 1% dari penghasilannya.

Namun, ada beberapa wajib pajak yang akan dikecualikan dari pengenaan AMT. Wajib pajak itu antara lain wajib pajak badan yang belum berproduksi secara komersial, wajib pajak yang secara natural mengalami kerugian, dan wajib pajak yang memanfaatkan fasilitas-fasilitas seperti tax holiday dan lain sebagainya. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
BERITA PILIHAN
Jumat, 19 April 2024 | 18:00 WIB KAMUS PAJAK DAERAH

Apa Itu PBJT atas Makanan dan Minuman?

Jumat, 19 April 2024 | 17:45 WIB KEANGGOTAAN FATF

PPATK: Masuknya Indonesia di FATF Perlu Diikuti Perbaikan Kelembagaan

Jumat, 19 April 2024 | 17:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Meski Tidak Lebih Bayar, WP Tetap Bisa Diperiksa Jika Status SPT Rugi

Jumat, 19 April 2024 | 16:45 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Jokowi Segera Bentuk Satgas Pemberantasan Judi Online

Jumat, 19 April 2024 | 16:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Jangan Diabaikan, Link Aktivasi Daftar NPWP Online Cuma Aktif 24 Jam

Jumat, 19 April 2024 | 15:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Kring Pajak Jelaskan Syarat Piutang Tak Tertagih yang Dapat Dibiayakan

Jumat, 19 April 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

DJP Persilakan WP Biayakan Natura Asal Penuhi 3M