LOMBA MENULIS ARTIKEL PAJAK

Reformasi Pajak Kendaraan Bermotor Progresif

Redaksi DDTCNews
Senin, 22 Januari 2018 | 16.45 WIB
ddtc-loaderReformasi Pajak Kendaraan Bermotor Progresif
Mochammad Sobrian Kharismadani,
STAN

KENDARAAN bermotor sudah bukan menjadi barang yang asing bagi seluruh kalangan masyarakat. Zaman dulu mungkin hanya sebagian masyarakat bisa memilikinya sehingga masih bisa dikatakan menjadi kebutuhan tersier dan menjadi sebuah kemewahan tersendiri.

Namun, seiring berkembangnya zaman kendaraan bermotor semakin menjadi kebutuhan yang sangat dibutuhkan tiap masyarakat sehingga sekarang masyarakat juga lebih termudahkan untuk dapat memiliki sebuah kendaraan bermotor.

Di samping semakin tingginya kebutuhan masyarakat terhadap kendaraan bermotor, dampak yang ditimbulkannya juga beragam mulai dari dampak positif hingga dampak negatifnya. Dengan termudahkannya kepemilikan masyarakat atas kendaraan bermotor, mereka akan semakin fleksibel dalam beraktivitas sehingga bisa semakin produktif dan hemat waktu.

Sedangkan, banyaknya kendaraan bermotor juga cenderung menimbulkan lebih banyak polusi dan merusak lingkungan seperti kerusakan jalan. Oleh karena itu, ada yang namanya Pajak Kendaraan Bermotor Progresif.

Berbeda dengan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) pada umumnya, PKB Progresif ini dikenakan atas suatu kondisi tertentu, yaitu seseorang memiliki kendaraan bermotor lebih dari satu unit. Akibatnya, pajak yang harus dibayarkan akan semakin besar karena tarif yang dikenakan berbeda untuk tiap kendaraan dan bersifat progresif seperti sistem tarif Pajak Penghasilan (PPh).

Tarif perhitungan PKB Progresif ini diatur dalam UU No. 28 tahun 2009 Pasal 6 Butir (1) yang menyatakan bahwa besaran pajak untuk kendaraan pertama adalah minimal 1% dan maksimal 2%, sedangkan besaran tarif pajak untuk kendaraan kedua dan seterusnya adalah minimal 2% dan maksimal 10% secara progresif. Contohnya adalah PKB Progresif Jakarta di bawah ini.


PKB Progresif ini mungkin cocok untuk masyarakat kalangan menengah ke atas dan tidak terkesan memberatkan sekaligus bisa menambah penerimaan perpajakan negara dengan adanya target seperti masyarakat yang suka mengoleksi mobil.Hal ini dilakukan agar masyarakat bijak dan memiliki kendaraan yang secukupnya saja, sehingga dapat menghindari kenaikan tingkat kemacetan dan juga menurunkan risiko perusakan lingkungan yang besar. Namun, faktanya harapan ini masih belum bisa tercapai secara optimal.

Namun, pada kenyataannya masih banyak juga penunggak pajak di kalangan ini. Hal ini wajar karena pada dasarnya tiap orang ingin menghindari biaya dan cenderung meningkatkan manfaat bagi diri masing-masing.

Sedangkan, di sisi masyarakat kalangan menengah ke bawah, PKB Progresif ini cenderung memberatkan karena sekarang ini kebutuhan moda transportasi sudah menjadi salah satu kebutuhan utama yang tidak bisa dihindarkan lagi.

Karena itu, banyak masyarakat di kalangan ini juga cenderung mengupayakan memiliki kendaraan bermotor lebih dari satu. Dengan adanya konsumsi kendaraan bermotor pribadi yang cenderung memaksakan dengan kondisi finansial yang tebatas ini, banyak masyarakat di kalangan ini juga menjadi penunggak pajak.

Secara keseluruhan, pengemplangan PKB justru masih banyak terjadi dan di sisi lain kendaraan bermotor semakin bertambah banyak karena kebijakan PKB Progresif saat ini masih kurang kuat dan tegas.

Terlebih lagi, sekarang sudah ada banyak ragam pilihan moda transportasi lainnya sehingga seharusnya penggunaan kendaraan bermotor bisa berkurang dan mengurangi kemacetan. Maka dari itu, perlu adanya reformasi kebijakan PKB Progresif yang lebih kuat.

Usia Manfaat

REFORASI tersebut akan lebih baik jika fokus PKB Progresif di sini dapat diarahkan untuk mengurangi atau membatasi kepemilikan penggunaan kendaraan bermotor oleh masyarakat, yaitu dengan pengenaan tarif PKB secara progresif berdasarkan usia manfaat kendaraan bermotor beserta pengenaan denda atas kendaraan bermotor yang melebihi batas usia manfaat tersebut.

Di sini usia manfaat kendaraan bermotor mungkin bisa beragam, tetapi hal itu bisa ditetapkan melalui penilaian pemerintah. Lalu, dengan berdasarkan usia manfaat, seseorang tidak boleh menggunakan kendaraan bermotor tersebut melebihi usia manfaat yang telah ditetapkan.

Apabila yang bersangkutan melanggar, maka akan dikenakan denda pajak yang besar. Hal ini dilakukan karena kendaraan bermotor yang sudah tua tentu akan memberikan risiko yang besar juga kepada penggunanya apalagi jika perawatannya kurang baik.

Kelemahannya adalah harus dikemanakan kendaraan bermotor bekas ini. Hal ini bisa ditetapkan dengan mempertimbangkan pembangunan keberlanjutan dari pembatasan usia manfaat kendaraan bermotor yang ingin pemerintah capai. Misalnya kendaraan bermotor bekas ini dapat dijual dan ditawarkan ke industri otomotif untuk diolah kembali baik untuk produksi dalam negeri maupun ekspor.

Di sisi lain, hal ini tentunya sangat memberatkan masyarakat sehingga perlu adanya faktor pendukung dalam kebijakan ini, yaitu subsidi. Ada pun usulan subsidi tersebut berupa batasan kendaraan bermotor yang boleh dimiliki berdasarkan kelompok seperti orang yang belum menikah dan keluarga dengan dua anak.

Dengan keseimbangan tersebut, tentunya masyarakat bisa lebih teratur dalam mencukupi kebutuhan kendaraan bermotor yang sesuai dengan kondisi masing-masing dan pengenaan PKB tidak memberatkan masyarakat. Selain itu, dengan adanya pembatasan kepemilikan kendaraan bermotor berdasarkan usia manfaat, risiko kecelakaan di jalan dan polusi yang ditimbulkan bisa diminimalisasi.

Hal ini bisa menjadi dorongan masyarakat untuk menjadi lebih produktif dengan memanfaatkan kendaraannya dengan lebih baik. Jadi, pemerintah juga harus mulai mampu menyediakan kendaraan bermotor nasional yang lebih terjangkau sehingga pembaruan kendaraan bermotor secara berkala oleh masyarakat bisa terjadi.*

Editor :
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.