PPN merupakan pajak atas konsumsi barang dan jasa. Dalam pengenaannya, cenderung tidak memandang kondisi subjek yang menanggung beban PPN. Sifat tersebut membuat PPN menjadi salah satu instrumen penerimaan yang paling dominan di berbagai negara.
Pentingnya peran PPN dalam penerimaan tersebut membuat pengawasan terhadap kepatuhan pembayaran PPN harus diutamakan. Meski begitu, praktik penghindaran pajak terbesar di negara Uni Eropa adalah penggelapan PPN (VAT fraud).
Penggelapan PPN ini diperkirakan mereduksi penerimaan negara hingga €50 miliar. Skema carousel menjadi salah satu bentuk penggelapan pajak yang umumnya dilakukan mafia di bidang perdagangan dengan memanfaatkan celah kebijakan PPN lintas negara (Yustisia, 2020).
Banyaknya praktik penggelapan PPN ini mengindikasikan bahwa sistem administrasi yang ada ternyata belum cukup kuat. Badan eksekutif Uni Eropa berupaya memberantas penggelapan pajak dengan lebih memperhatikan penerapan sistem pelaporan faktur pajak.
Menariknya, teknologi blockchain ternyata memiliki potensi untuk mengatasi penggelapan PPN. Potensi ini diuraikan Sascha Jafari dalam publikasi ilmiahnya berjudul Combining Modern Technology and Real-Time Invoice Reporting to Combat VAT Fraud: No Revolution, but a Technological Evolution.
Dalam jurnal yang dirilis pada 2020, Jafari menilai perlunya menggunakan teknologi blockchain untuk pemungutan PPN. Kombinasi antara sistem basis data terdistribusi (distributed ledger) dan kriptografi dapat menjadi alat pengawasan PPN yang efektif.
Tak hanya itu, penulis juga meyakini teknologi tersebut dapat menyederhanakan administrasi pemungutan PPN. Bahkan, teknologi tersebut dapat membantu mendeteksi dan mencegah hilangnya potensi pajak akibat praktik penggelapan PPN.
Kendala Sistem Pelaporan Real-Time
SISTEM pelaporan faktur dalam waktu yang sebenarnya (real-time) merupakan salah satu upaya negara anggota Uni Eropa memperbaiki sistem administrasi. Hungaria, Italia, dan Spanyol telah menerapkan sistem real-time. Sistem ini terbukti menjadi alat yang sangat baik untuk mengatasi praktik penggelapan PPN.
Namun, solusi pelaporan faktur secara real-time juga memiliki beberapa kekurangan. Pertama, faktur yang diunggah ke sistem disimpan secara terpusat (centralized manner) dan tidak terenkripsi. Cara penyimpanan data tersebut memiliki risiko keamanan yang tinggi (cyber attacks).
Kedua, sistem pelaporan faktur berfungsi sebagai “invoice approval portal” dapat mengganggu proses bisnis. Adanya fitur persetujuan faktur akan membutuhkan waktu lebih lama dari yang diharapkan. Jika sistem mengalami kerusakan, hal ini dapat berdampak pada cash flow perusahaan.
Ketiga, kewajiban membagikan data yang memungkinkan terungkapnya data rahasia ini dapat melanggar prinsip proporsionalitas atas hak kerahasiaan (confidentiality). Artinya, sistem tersebut menyebabkan hak wajib pajak atas kerahasiaan telah dilanggar.
Keempat, otoritas pajak memiliki kewenangan untuk memperingatkan wajib pajak yang tidak patuh. Namun demikian, otoritas pajak bersangkutan tidak menggunakan kewenangannya untuk mencegah penggelapan pajak.
Keunggulan Teknologi Blockchain
SISTEM pelaporan faktur real-time dapat memberikan keamanan maksimum apabila dikombinasi dengan teknologi modern. Pelaporan faktur menggunakan teknologi blockchain dapat menawarkan confidentiality dalam setiap transaksi yang dilakukan.
Teknologi blockchain dapat dilihat sebagai sistem buku besar yang terdistribusi, memiliki kemampuan mengamankan informasi dan tidak mudah diubah. Meski sistem ini memiliki fitur keamanan yang baik, informasi dalam blockchain dapat dilihat oleh pihak-pihak lain (publicly acccessible ledger).
Teknologi ini juga memiliki kemampuan dalam proses pertukaran data antarpihak yang berbeda. Data yang transparan tersedia bagi pihak-pihak tersebut untuk mengevaluasi dan memanfaatkan data yang direkam dan tersinkronisasi dengan baik (fully integrated).
Selain itu, teknologi blockchain ini juga mampu mengubah sebuah proses kerja dengan sistem yang lebih instan, transparan, dan efisien tanpa perlu tergantung pada server yang tersentralisasi (decentralized public ledger).
Pertimbangan lainnya, penginputan data berasal dari “single source of truth” yaitu transaksi akan terkoneksi dalam sebuah buku besar bersama yang mampu mencatat data transaksional secara real-time dan pihak-pihak yang bertransaksi tidak dapat memanipulasi data secara sembarangan.
Kondisi tersebut membuat seluruh proses akan terkontrol dari awal hingga akhir sehingga menghemat banyak waktu (low cost business). Teknologi blockchain pun diyakini memberikan manfaat, baik bagi wajib pajak maupun negara terkait.
Dari sisi wajib pajak, teknologi blockchain dapat menyederhanakan proses pelaporan perpajakan. Untuk negara, teknologi tersebut dapat digunakan untuk memudahkan otoritas pajak memantau kepatuhan atas kewajiban perpajakan, sekaligus mencegah hilangnya penerimaan PPN.
Implementasi Teknologi Blockchain
SEJAK 2018, beberapa kota di China telah menggunakan invoice blockchain. Platform tersebut telah digunakan pada industri keuangan, supermarket, hotel, restoran, layanan internet, dan lainnya. Penerapan ini didasarkan banyaknya beredar faktur fiktif yang terus mengikis penerimaan negara
Di Indonesia sendiri, blockchain belum diterapkan untuk mengatasi penggelapan PPN. Upaya pemerintah meminimalisir penggelapan PPN adalah melakukan pembaruan sistem aplikasi e-faktur. Aplikasi e-faktur 3.0 telah memberikan fitur pengisian otomatis atau prepopulated pajak masukan.
Aplikasi tersebut dapat melakukan deteksi dini apabila terdapat potensi pelanggaran terkait pelaksanaan administrasi PPN. Pengawasan berbasis teknologi ini menjadi andalan otoritas untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak.
Selain itu, pemerintah juga telah memanfaatkan teknologi modern berupa Data Warehouse Terintegrasi untuk mengidentifikasi wajib pajak yang berpotensi melakukan manipulasi dalam bidang pajak.
*Artikel ini merupakan artikel yang diikutsertakan dalam Lomba Resensi Jurnal untuk memeriahkan HUT ke-14 DDTC. Simak artikel lainnya di sini.