PMK 66/2023

PMK Baru Soal Pajak Natura, Ini Penjelasan Resmi DJP

Redaksi DDTCNews
Rabu, 05 Juli 2023 | 12.30 WIB
PMK Baru Soal Pajak Natura, Ini Penjelasan Resmi DJP

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah telah menerbitkan PMK 66/2023. Beleid ini mengatur tentang perlakuan pajak penghasilan (PPh) atas penggantian/imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima/diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan.

Ditjen Pajak (DJP) merilis pernyataan resmi terkait dengan PMK 66/2023 tersebut. Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti menegaskan penerapan pajak natura sangat memperhatikan nilai kepantasan yang diterima oleh karyawan.

“Sehingga, natura dan/atau kenikmatan dalam jenis dan batasan nilai tertentu dikecualikan dari objek pajak penghasilan,” ujarnya, dikutip dari Siaran Pers DJP Nomor SP- 23/2023, Rabu (5/7/2023).

DJP menyatakan batasan nilai tersebut telah mempertimbangkan indeks harga beli/purchasing power parity (OECD), survei standar biaya hidup (BPS), standar biaya masukan (SBU Kemenkeu), sport development index (Kemenpora), dan benchmark beberapa negara.

Adapun jenis dan batasan nilai yang telah ditetapkan untuk natura dan/atau kenikmatan yang dikecualikan dari objek PPh dalam PMK 66/2023 adalah sebagai berikut:

  1. Makanan/minuman yang disediakan untuk seluruh karyawan di tempat kerja tanpa batasan nilai. Kemudian, kupon makan bagi karyawan dinas luar (termasuk dalam bentuk reimbursement biaya makan/minum) maksimal Rp2 juta per bulan atau senilai yang disediakan di tempat kerja (mana yang lebih tinggi).
  2. Natura atau kenikmatan terkait dengan standar keamanan, kesehatan, dan keselamatan kerja meliputi pakaian seragam, antar jemput karyawan, peralatan keselamatan kerja, obat-obatan/vaksin dalam penanganan pandemi tanpa batasan nilai.
  3. Sarana, prasarana, dan fasilitas bagi pegawai beserta keluarga yang bekerja di daerah tertentu termasuk daerah terpencil meliputi sarana, prasarana, dan fasilitas perumahan, pelayanan kesehatan, pendidikan, pengangkutan, dan olahraga tanpa batasan nilai.
  4. Bingkisan hari raya keagamaan meliputi hari raya Idulfitri, Natal, Nyepi, Waisak, dan Tahun Baru Imlek tanpa batasan nilai. Bingkisan selain hari raya keagamaan tersebut maksimal Rp3 juta per tahun.
  5. Peralatan dan fasilitas kerja seperti laptop, komputer, ponsel, pulsa, dan internet tanpa batasan nilai.
  6. Fasilitas pelayanan kesehatan dan pengobatan dalam penanganan kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja, kedaruratan, dan pengobatan lanjutannya tanpa batasan nilai.
  7. Fasilitas olah raga selain golf, pacuan kuda, power boating, terbang layang, dan otomotif maksimal Rp1,5 juta per tahun.
  8. Fasilitas tempat tinggal komunal (asrama dan sebagainya) tanpa batasan nilai, sedangkan nonkomunal (sewa apartemen/rumah) maksimal Rp2 juta per bulan.
  9. Fasilitas kendaraan bukan objek pajak jika pegawai/penerima bukan pemegang saham dan penghasilan bruto dari pemberi kerja tidak lebih dari Rp100 juta per bulan.
  10. Fasilitas iuran kepada dana pensiun yang ditanggung pemberi kerja bagi pegawai.
  11. Fasilitas peribadatan antara lain berbentuk musala, masjid, kapel, atau pura yang diperuntukkan semata-mata untuk kegiatan peribadatan.

DJP mengatakan PMK 66/2023 mulai berlaku pada 1 Juli 2023. Pemberi natura dan/atau kenikmatan wajib melakukan pemotongan PPh atas pemberian natura dan/atau kenikmatan yang melebihi batasan nilai mulai 1 Juli 2023.

Pemberian natura dan/atau kenikmatan untuk tahun 2022 dikecualikan dari objek pajak bagi karyawan/penerimanya. Simak ‘Natura dan Kenikmatan pada 2022 Dikecualikan dari Objek PPh’.

Sementara itu, pemberian natura dan/atau kenikmatan untuk periode Januari sampai dengan Juni 2023 yang merupakan objek pajak bagi karyawan/penerima, wajib dihitung dan dibayar sendiri serta dilaporkan oleh penerima/karyawan dalam SPT Tahunan PPh tahun pajak 2023.

PMK ini sekaligus mencabut PMK 167/2018. Simak pula ulasan mengenai PMK 66/2023 di sini.

DJP mengatakan dalam rangka memberikan kepastian hukum dan keadilan, penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan kini dapat dibiayakan oleh pemberi kerja.

Biaya penggantian atau imbalan tersebut, sambung DJP, sepanjang merupakan biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan (3M). Sebaliknya, bagi penerima natura dan/atau kenikmatan, hal tersebut merupakan objek PPh.  

Menurut DJP, pengaturan tersebut mendorong perusahaan/pemberi kerja untuk meningkatkan kesejahteraan karyawan dengan cara memberikan berbagai fasilitas karyawan dan dapat membebankan biaya fasilitas tersebut sebagai pengurang penghasilan brutonya.

DJP berpendapat pengaturan tersebut juga memberikan kesetaraan perlakuan. Dengan demikian, pengenaan PPh atas suatu jenis penghasilan tidak memandang bentuk dari penghasilan tersebut, baik dalam uang maupun selain uang. (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.