Ilustrasi. Gedung Kementerian Keuangan.
JAKARTA, DDTCNews - Kementerian Keuangan memerinci tata cara pengujian terhadap kepatuhan wajib pajak dalam menerapkan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha (arm's length principle/ALP) melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 172/2023.
Merujuk pada Pasal 36 ayat (1) PMK 172/2023, direktur jenderal pajak berwenang untuk menentukan kembali besaran penghasilan kena pajak melalui pengujian kepatuhan wajib pajak dalam menerapkan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha.
"Pengujian kepatuhan penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha…meliputi pengujian atas pemenuhan ketentuan penyelenggaraan dokumen penentuan harga transfer dan penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha," bunyi pasal 36 ayat (2), dikutip pada Jumat (12/1/2024).
Dirjen pajak dapat menentukan kembali besaran penghasilan atau pengurangan untuk menghitung besarnya penghasilan kena pajak apabila wajib pajak memenuhi salah satu dari 3 kondisi. Pertama, wajib pajak diketahui tidak menerapkan ALP.
Kedua, wajib pajak tidak dapat membuktikan transaksi tertentu yang dipengaruhi hubungan istimewa berdasarkan tahapan pendahuluan. Ketiga, menentukan harga transfer yang tidak memenuhi ALP.
Penentuan kembali besarnya penghasilan ataupun pengurangan dilaksanakan oleh Ditjen Pajak (DJP) dengan menentukan harga transfer sesuai dengan ALP dan dengan mempertimbangkan tahapan penerapan ALP wajib pajak yang sudah memenuhi ketentuan.
Nanti, selisih antara nilai transaksi yang tidak sesuai dengan ALP dan yang sesuai dengan ALP akan dianggap sebagai pembagian laba secara tidak langsung kepada pihak afiliasi yang diperlakukan sebagai dividen.
Pembagian laba secara tidak langsung berbentuk dividen tersebut dikenai PPh sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Ketentuan ini berlaku untuk transaksi lintas negara maupun transaksi dalam negeri dan untuk seluruh bentuk hubungan istimewa.
"Pembagian laba secara tidak langsung kepada pihak afiliasi yang diperlakukan sebagai dividen…terutang PPh pada saat dibayarkannya penghasilan tersebut, disediakan untuk dibayarkannya penghasilan tersebut, atau jatuh temponya pembayaran penghasilan tersebut, tergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu," bunyi Pasal 37 ayat (3) PMK 172/2023.
Selain itu, DJP juga berwenang melakukan penyesuaian harga jual atau penggantian yang dipengaruhi hubungan istimewa sebagai dasar untuk menghitung PPN.
Penyesuaian harga jual atau penggantian yang dipengaruhi hubungan istimewa dihitung atas dasar harga pasar wajar pada saat penyerahan BKP/JKP. Hal ini berlaku jika harga jual atau penggantian lebih rendah dari harga pasar wajar.
Penentuan harga jual atau penggantian yang dipengaruhi hubungan istimewa juga dapat dilakukan bila terdapat penentuan harga transfer oleh DJP yang bisa dialokasikan atas setiap transaksi BKP/JKP.
Penyesuaian harga jual atau penggantian yang dipengaruhi hubungan istimewa oleh DJP ini tidak menimbulkan penyesuaian pajak masukan bagi PKP pembeli BKP/JKP.
"PKP pembeli BKP atau penerima JKP…tetap dapat mengkreditkan PPN yang tercantum dalam faktur pajak yang diterbitkan oleh PKP yang melakukan penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP sepanjang memenuhi ketentuan pengkreditan pajak masukan," bunyi Pasal 39 ayat (5) PMK 172/2023.
Untuk diperhatikan, PMK 172/2023 telah diundangkan pada 29 Desember 2023 dan berlaku sejak tanggal tersebut. (rig)