LOMBA MENULIS DDTCNEWS 2023

Perlunya Mitigasi Dampak Rencana Penerapan Pajak Minimum Global

Redaksi DDTCNews | Rabu, 27 September 2023 | 15:01 WIB
Perlunya Mitigasi Dampak Rencana Penerapan Pajak Minimum Global

Faisal Labib Zulfiqar,
Kota Tangerang Selatan, Banten

SOLUSI dua pilar (two pillar solution) merupakan sebuah kerangka perpajakan global yang dirancang untuk memitigasi dampak dari digitalisasi ekonomi. Sebanyak 138 negara sudah sepakat untuk melanjutkan pembahasan Pilar 1: Unified Approach dan Pilar 2: Global Anti Base Erosion (GloBE).

Pilar 1 mengatur tentang hak pemajakan yurisdiksi negara sumber atas porsi keuntungan dari suatu entitas multinasional terbesar dan paling menguntungkan di negara tersebut (Amount A). Ada pula simplifikasi penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha atau arm length’s principle (Amount B) yang selama ini dikenal makin rumit.

Pilar 2, yang menjadi kerangka paling diperdebatkan oleh negara berkembang, mengatur mengenai GloBE rules. Di dalam GloBE rules tersebut, ada rencana pengaturan mengenai penerapan pajak minimum global (global minimum tax) sebesar 15% bagi perusahaan multinasional dengan peredaran usaha di atas EUR750 juta.

Dalam kerangka tersebut juga akan diterapkan aturan mengenai Income Inclusion Rules (IIR). IRR mencakup ketentuan mengenai tambahan pajak bagi perusahaan multinasional jika negara tempat operasi menerapkan tarif di bawah tarif minimum. Adanya global minimum tax bertujuan untuk memitigasi adanya perang tarif dan insentif (race to bottom) di antara negara-negara ‘surga pajak’.

Sebagai pendukung sekaligus inisiator bersama negara-negara G-20, Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) mengeklaim penerapan solusi dua pilar akan memberikan dampak ekonomi yang signifikan.

Dalam OECD Secretary-General Tax Report to G20 Leaders di India pada September 2023 disebutkan estimasi hak pemajakan baru yang muncul dari penerapan Pilar 1 mencapai US$200 miliar. Adapun total tambahan pendapatan pajak mencapai US$17 miliar hingga US$31 miliar.

Sementara itu, penerapan global minimum tax pada Pilar 2 diperkirakan mampu meningkatkan pendapatan pajak hingga US$200 miliar atau 9% secara global. Adapun sepertiganya berasal dari pengurangan atas praktik pemindahan keuntungan ke negara-negara ‘surga pajak’.

Selain OECD, negara-negara yang tergabung dalam anggota perkumpulan itu (Inclusive Framework) turut urun data mengenai potensi dampak yang akan ditimbulkan. Contoh, Inggris mengestimasi akan terjadi kenaikan pendapatan pajak mencapai 4% pada 2024. Kenaikan pendapatan pajak juga diproyeksi terjadi di Denmark (3%-4%), Swiss (2,6%), hingga Jerman (2,8%-3,2%).

Bagaimana dengan Indonesia? Belum ada penghitungan nilai estimasi yang disampaikan kepada publik. Pada RAPBN 2023, pemerintah hanya menyebut penerapan global minimum tax sebesar 15% akan turut memengaruhi penerimaan pajak. Dalam RAPBN 2024 juga belum ada nilai estimasi spesifik dari dampak penerapan solusi dua pilar.

Pajak Minimum Global

PERUMUSAN solusi dua pilar bukan tanpa polemik. Saat ini, banyak pihak yang menyoroti solusi dua pilar, terutama terkait dengan pajak minimum global (Pilar 2). Dalam pertemuan 55th Asean Economic Ministers (AEM) pada 20 Agustus 2023, Menteri Investasi Indonesia Bahlil Lahadalia menyatakan pilar 2 hanya menguntungkan negara maju.

Menteri Investasi Brunei Darussalam Amin Liew Abdullah menyatakan negara-negara berkembang masih harus meningkatkan kompetitifnya dalam penerapan GloBE rules. Lembaga think tank dari Swiss, South Centre, juga menolak penerapan Pilar 2.

Permasalahan yang paling disoroti dalam implementasi Pilar 2 di negara berkembang merujuk pada penerapan aturan IRR. Aturan tersebut ‘memaksa’ negara-negara berkembang untuk menerapkan tarif pajak minimum sebesar 15%. Jika tidak, negara lain akan memungut selisih pajak yang diterapkan.

Bagi negara berkembang, hal tersebut bagai pisau bermata dua. Pada satu sisi, negara akan kehilangan potensi penerimaan pajak. Pada sisi lain, jika diimplementasikan, negara akan kehilangan keunggulan kompetitif dari penerapan insentif dan tarif pajak rendah untuk mendatangkan investasi.

Permasalahan lain apabila Pilar 2 diterapkan terlalu dini adalah perusahaan multinasional akan menginvestasikan dananya ke negara maju tempat mereka berkedudukan. Aliran investasi ke negara berkembang terdisrupsi.

Ada indikasi penerapan GloBE rules ini justru akan ‘memaksa’ negara-negara berkembang hanya menjadi pengekspor bahan mentah untuk diproses lanjut di negara maju. Terlebih, mengutip South Centre, tidak ada garansi peningkatan penerimaan pajak bagi negara berkembang. Selain itu, Pilar 2 lebih cocok untuk negara-negara ‘surga pajak’, bukan negara berkembang secara keseluruhan.

Dengan permasalahan tersebut, ada beberapa opsi yang bisa dipertimbangkan, termasuk pemerintahan baru nantinya. Pertama, secara global, penerapan Pilar 2 dapat ditunda sampai negara-negara berkembang siap.

Bukan tidak mungkin bila seruan yang disampaikan pada tingkat negara-negara Asean bisa juga digaungkan negara-negara Afrika dan Amerika Latin. Terlebih, ada indikasi negara-negara berkembang menolak, bahkan memaksa negara lain untuk tidak menerapkan aturan tersebut.

Kedua, dalam konteks Indonesia, perlu ada instrumen alternatif selain insentif pajak guna menarik investasi ke dalam negeri. Selama ini, tidak dapat dimungkiri, banyak negara berkembang yang menggunakan insentif pajak untuk menarik investasi secara riil.

Ketiga, penguatan ekonomi dan kemandirian industri di dalam negeri. Hal ini untuk mengurangi ketergantungan terhadap perusahaan multinasional dalam upaya pengembangan industri di dalam negeri.

*Tulisan ini merupakan salah satu artikel yang dinyatakan layak tayang dalam lomba menulis DDTCNews 2023. Lomba diselenggarakan sebagai bagian dari perayaan HUT ke-16 DDTC. Anda dapat membaca artikel lain yang berhak memperebutkan total hadiah Rp57 juta di sini.

(Disclaimer)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR

0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

Niken 28 September 2023 | 16:52 WIB

terima kasih ilmu nya kak, sangat bermanfaat

Fadly P. Pratama 28 September 2023 | 13:57 WIB

jadi nambah wawasan terkait arah perpajakan global, keren 👍👍

ARTIKEL TERKAIT

Jumat, 10 Mei 2024 | 17:00 WIB KABUPATEN BONDOWOSO

Pemkab Tetapkan Tarif PBB Bervariasi Tergantung Jenis Objek dan NJOP

Jumat, 10 Mei 2024 | 15:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Kondisi Apa yang Bikin Status PKP Dicabut secara Jabatan oleh DJP?

Jumat, 10 Mei 2024 | 14:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Batasan Nilai Transaksi yang Dipotong PPN oleh BUMN dan Pemerintah

BERITA PILIHAN