PENYIDIKAN PAJAK (2)

Penyidik di Bidang Perpajakan, Apa Saja Kewenangannya?

Hamida Amri Safarina | Jumat, 02 Juli 2021 | 15:35 WIB
Penyidik di Bidang Perpajakan, Apa Saja Kewenangannya?

PROSES penyidikan menjadi salah satu tahapan penting untuk menyelesaikan suatu sengketa pidana. Proses penyidikan tidak hanya dilakukan di bidang pidana, tetapi juga berlaku di bidang hukum perpajakan.

Berkaitan dengan hal tersebut, pada artikel sebelumnya telah diuraikan mengenai definisi dan tujuan penyidikan di bidang perpajakan. Selanjutnya, artikel ini menjelaskan kewenangan penyidik di bidang perpajakan.

Perlu dipahami terlebih dahulu, terdapat dua pihak yang dapat menjadi penyidik sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 1 juncto Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Baca Juga:
Memahami Jenis Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21

Adapun dua pihak yang memegang peran penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.

Lantas, siapakah pihak yang dapat melakukan proses penyidikan di bidang perpajakan? Kemudian, apa sajakah kewenangan penyidik pajak tersebut?

Ketentuan terkait dengan pihak yang dapat menjadi penyidik pajak beserta kewenangannya diatur dalam Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) s.t.d.t.d. Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja).

Baca Juga:
Tiap Kanwil DJP Bakal Punya Forensik Digital, Pengawasan Lebih Tokcer

Dalam Pasal 1 angka 32 juncto Pasal 44 ayat (1) UU KUP, penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan hanya dapat dilakukan oleh Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Ditjen Pajak yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik tindak pidana di bidang perpajakan. Proses penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan tersebut dilaksanakan menurut ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang berlaku.

Lebih lanjut, terdapat 11 kewenangan penyidik pajak yang diatur dalam Pasal 44 ayat (2) UU KUP. Pertama, menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas.

Kedua, meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan.

Baca Juga:
DJP Optimalkan Forensik Digital untuk Penyidikan, Seperti Apa?

Ketiga, meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan. Keempat, memeriksa buku, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan.

Kelima, melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut. Penyitaan tersebut dapat dilakukan, baik terhadap barang bergerak maupun tidak bergerak, termasuk rekening bak, piutang, dan surat berharga milik wajib pajak, penanggung pajak, dan/atau pihak lain yang telah ditetapkan sebagai tersangka.

Keenam, meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan. Ketujuh, menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang, benda, dan/atau dokumen yang dibawa.

Baca Juga:
Hindari Penagihan Aktif, Fiskus Imbau WP Segera Lunasi Tunggakan Pajak

Kedelapan, memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang perpajakan. Kesembilan, memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi.

Kesepuluh, menghentikan penyidikan. Kesebelas, melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan.

Sesuai dengan Pasal 44 ayat (4), dalam rangka pelaksanaan kewenangan penyidikan, penyidik dapat meminta bantuan apparat penegak hukum lain. Kewenangan penyidik di bidang perpajakan memegang kunci keberhasilan proses penyidikan.

Apabila penyidik pajak tersebut tidak memiliki kewenangan yang kuat dan mengikat maka ada kemungkinan proses penyidikan tidak dapat berjalan secara optimal. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 02 April 2024 | 10:15 WIB KELAS PPH PASAL 21 (3)

Memahami Jenis Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21

Senin, 18 Maret 2024 | 08:37 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Tiap Kanwil DJP Bakal Punya Forensik Digital, Pengawasan Lebih Tokcer

Sabtu, 16 Maret 2024 | 09:00 WIB LAPORAN KINERJA DJP 2023

DJP Optimalkan Forensik Digital untuk Penyidikan, Seperti Apa?

Jumat, 08 Maret 2024 | 12:30 WIB KPP PRATAMA JAKARTA PENJARINGAN

Hindari Penagihan Aktif, Fiskus Imbau WP Segera Lunasi Tunggakan Pajak

BERITA PILIHAN
Sabtu, 27 April 2024 | 07:30 WIB PERTUMBUHAN EKONOMI

Sri Mulyani Proyeksikan Ekonomi RI Tumbuh 5,17% di Kuartal I/2024

Jumat, 26 April 2024 | 17:30 WIB REFORMASI PAJAK

Reformasi Pajak, Menkeu Jamin Komitmen Adopsi Standar Pajak Global

Jumat, 26 April 2024 | 17:00 WIB KAMUS PAJAK DAERAH

Apa Itu PBJT Jasa Parkir dan Retribusi Parkir?

Jumat, 26 April 2024 | 16:45 WIB KEBIJAKAN KEPABEAN

Impor Barang Kiriman? Laporkan Data dengan Benar agar Tak Kena Denda

Jumat, 26 April 2024 | 16:30 WIB PENERIMAAN PAJAK

Setoran PPN-PPnBM Kontraksi 16,1 Persen, Sri Mulyani Bilang Hati-Hati

Jumat, 26 April 2024 | 15:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Ada Usulan Tarif Pajak Kripto untuk Dipangkas, Begini Tanggapan DJP

Jumat, 26 April 2024 | 15:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Sudah Lapor SPT Tapi Tetap Terima STP, Bisa Ajukan Pembatalan Tagihan