SAMPAI saat ini pajak masih menjadi dilema besar bagi Indonesia. Sebagian wajib pajak sudah membayar secara rutin kewajiban pajaknya kepada negara, namun yang tidak membayar juga masih banyak.
Hal ini tentunya dapat menyebabkan kerugian sangat besar, dan ini akan mempengaruhi proses pembangunan dan pelunasan utang negara yang biasanya ditutupi oleh pajak yang kita bayarkan.
Memang pajak yang kita bayar tidak akan dirasakan secara langsung manfaatnya. Karena kita tahu pajak itu pungutan negara kepada masyarakat sebagai warga negara yang memang sifatnya memaksa tanpa imbal balik secara langsung kepada masyarakat yang telah membayar pajak.
Namun, manfaat pajak itu sendiri bisa dirasakan secara bersama-sama dalam bentuk pelayanan publik yang ada, seperti pendidikan, jaminan kesehatan, jalan raya, dan sebagainya. Memang tidak seberapa dan masih kurang adil, mengingat masih banyak dari masyarakat yang belum membayar pajak tetapi justru ikut menikmati pelayanan yang diberikan pemerintah melalui uang pajak tersebut.
Berdasarkan data BPS, hingga tahun 2013 terdapat 93,72 juta penduduk Indonesia yang bekerja, sedangkan jumlah wajib pajak orang pribadi yang terdaftar baru mencapai 27 juta wajib pajak. Artinya baru sekitar 29% masyarakat berpenghasilan yang mendaftarkan diri sebagai wajib pajak.
Jika kita melihat data pembayar pajak, fakta yang ada jauh menyedihkan. Hingga tahun 2015, tercatat hanya sekitar 1,1 juta wajib pajak yang melakukan pembayaran pajak. Bayangkan dari 261.1 juta rakyat Indonesia, hanya sekitar 0.5% warga yang membayar pajak. Dengan kata lain satu juta pembayar pajak menanggung biaya kehidupan bernegara dengan 200 juta penduduknya. Sungguh jauh dari kata adil.
Sebagian dari mereka bisa jadi tidak memahami kewajiban membayar pajaknya, ada juga yang memang sengaja mangkir. Persoalan ini memunculkan ketidakadilan yang terjadi bagi mereka yang membayar pajak. Mereka yangg tidak membayar juga ikut menikmati fasilitas dan pelayanan yang ada, alias free rider.
Masalah ini selayaknya menjadi perhatian bagi pemerintah. Terlebih lagi kita tahu bahwa memang hanya tinggal sektor pajaklah yang menjadi harapan terakhir oleh pemerintah di masa akan datang. Minyak dan gas suatu saat pasti akan habis, begitu juga dengan bahan tambang lainnya seperti emas, nikel dan timah.
Sementara itu komoditas alam unggulan lainnya memiliki harga jual yang tidak bisa dikendalikan karena pasar komoditas internasional yang menentukannya. Berbeda dengan pajak yang merupakan bentuk patungan warga negara untuk jalannya negara. Dengan kata lain pajaklah yang bisa menumbuhkan kemandirian bangsa.
Oleh sebab itu, kesadaran masyarakat akan pentingnya membayar pajak perlu ditumbuhkan. Hal ini bisa menggunakan dua cara. Pertama adalah dengan melakukan pendekatan secara persuasif. Negara perlu lebih sering melakukan edukasi masyarakat terkait pentingnya pajak dalam kehidupan bernegara.
Karena memang diketahui, sebagian mereka tidak paham dan tidak peduli, sehingga edukasi ini menjadi jembatan untuk mengenalkan kembali kepada masyarakat akan pentingnya pajak dalam kehidupan bernegara. Program edukasi ini harus dilakukan sedini mungkin dan perlu dimasifkan kembali.
Walaupun di berbagai kampus sudah banyak dilakukan kuliah umum tentang perpajakan, tetapi hal ini belum menyentuh masyarakat yang tidak paham akan pajak. Begitu juga akan lebih baik jika program ini terintegrasi ke dalam sistem pendidikan di Indonesia. Nantinya anak muda atau anak-anak akan lebih memahami akan pentingnya membayar pajak melalui sistem pendidikan. Terutama bagi generasi selanjutnya di masa akan datang.
Kedua, dengan melakukan pendekatan hukum. Dalam hal ini pajak disebutkan secara khusus dalam Undang-Undang Dasar 1945. Di mana sifat pajak adalah wajib, yaitu mewajibkan bagi siapa saja yang secara undang-undang telah dinyatakan sebagai wajib pajak diharuskan membayar pajak sesuai dengan ketentuan dan aturan yang berlaku berdasarkan hukum.
Karena sifat berlakunya adalah wajib, maka harus terdapat sebuah payung hukum dari pemerintah agar ketentuan tersebut bisa dipatuhi dan dipertanggung jawabkan oleh semua pihak yang terkait dan memberikan keamanan dan ketegasan dalam setiap praktiknya.
Selain itu, untuk menjamin berlangsungnya kegiatan pajak secara baik dan adil, maka diperlakukan dasar hukum yang tepat sesuai dengan jenis pajak yang ditetapkan. Maka, sudah sepatutnya otoritas perpajakan diperkuat sehingga jauh lebih kuat dibandingkan Komisi Pemberantasan Korupsi., Badan Narkotika Nasional, dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme.
Jika dua hal tersebut diterapkan oleh pemerintah, maka mereka akan semakin terkekang dan semakin kecil ruang gerak mereka yang hendak untuk tidak membayar pajak. Begitu juga mereka yang tidak tahu sebelumnya, akan sadar dan mengetahui akan pentingnya membayar pajak untuk bangsa dan negara.
Ketika seseorang sudah mulai aktif membayar pajak, berarti ia sudah ikut terlibat dalam membangun kemandirian bangsa. Bayar pajak, negara kuat!*