Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah menilai masih terdapat potensi terjadinya peningkatan sengketa pajak pada tahun fiskal 2022 seiring dengan masih berlangsungnya reformasi sistem pajak.
Merujuk pada dokumen Nota Keuangan RAPBN 2022, pemerintah menyatakan setidaknya ada dua faktor yang bisa menjadi pemicu terjadinya peningkatan sengketa yaitu agenda reformasi perpajakan dan pemberian insentif perpajakan.
"Pada 2022 terdapat agenda reformasi perpajakan dan insentif perpajakan. Perubahan peraturan umumnya membutuhkan waktu familiarisasi bagi wajib pajak," sebut pemerintah, dikutip pada Jumat (20/8/2021).
Pemerintah menjelaskan pada proses reformasi dan pemberian insentif membutuhkan proses dalam pemahaman ketentuan baru perpajakan. Pada fase ini, jamak ditemui adanya perbedaan pemahaman antara wajib pajak dan otoritas.
Hal tersebut berpotensi terjadi pada tahun depan saat pemerintah melakukan perombakan kebijakan dan administrasi perpajakan. Kemudian ditambah regulasi insentif yang berujung pada meningkatnya sengketa di pengadilan pajak.
"Untuk itu, mitigasi dilakukan dengan perbaikan mekanisme penyelesaian sengketa yang lebih efektif," jelas pemerintah.
Sebagai informasi, statistik Pengadilan Pajak untuk jumlah berkas sengketa masuk sepanjang 2020 mencapai 16.634 berkas. Jumlah tersebut naik 11% dibandingkan dengan jumlah berkas sengketa pada 2019 sebanyak 15.048 berkas.
Gugatan atau banding yang ditujukan kepada dirjen pajak masih mendominasi berkas sengketa yang disampaikan kepada pengadilan. Tahun lalu, dirjen pajak sebagai terbanding atau tergugat dalam 14.660 berkas sengketa.
Jumlah berkas sengketa dengan terbanding atau tergugat dirjen pajak pada 2020 mencapai 88% dari total berkas sengketa yang disampaikan kepada Pengadilan Pajak. Jumlah tersebut juga tercatat naik 14% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. (rig)