PERKEMBANGAN teknologi informasi yang begitu pesat mengakibatkan sistem komunikasi tidak lagi mengandalkan tatap muka. Perubahan ini juga dirasakan dalam transaksi perdagangan. Kondisi ini menjadikan munculnya berbagai layanan jasa yang diberikan dalam jaringan internet yang dapat diakses dari mana saja, baik melalui aplikasi maupun website.
Sebagai contoh Google, Airbnb, Spotify, jurnal online, marketplace, dan lain sebagainya. Kemudahan dalam mengakses internet dari mana saja mengakibatkan tidak ada lagi batas antara suatu negara dan negara lainnya.
Pada 2015, Uni Eropa melakukan perubahan atas ketentuan pajak pertambahan nilai (PPN)-nya mengenai tempat penyediaan telekomunikasi, penyiaran, dan layanan elektronik. Perubahan tersebut mengatur tentang penentuan layanan mana yang memenuhi syarat sebagai layanan yang disediakan secara elektronik (electronically supplied services/ESS atau eservice). Selain itu, perubahan tersebut mengatur pula tentang bagaimana PPN diterapkan berdasarkan tempat layanan tersebut dimanfaatkan.
Mengingat saat ini transaksi elektronik semakin berkembang pesat terdapat potensi pemasukan pajak atas transaksi penyerahan jasa yang dilakukan secara elektronik. Selain Uni Eropa, Australia, Turki, dan Irlandia juga telah menerapkan PPN atas eservice. Lalu bagaimana ketentuan mengenai pengenaan PPN atas transaksi eservice di Uni Eropa?
Karakterisasi Eservice
ESERVICE merupakan suatu layanan atau jasa yang diserahkan melalui internet atau dalam jaringan elektronik. Selain dari kriteria tersebut, pada eservice umumnya terdapat peran manusia yang minim dan penyerahannya tidak dapat dilakukan tanpa adanya teknologi informasi.
Dalam proses pemberian jasa pada transaksi offline, pemberi jasa memberikan jasa kepada konsumen dan konsumen membayar suatu imbalan atas jasa yang diterimanya tersebut. Lain halnya dalam transaksi eservice, tidak jarang pengguna atau konsumen secara faktual tidak melakukan pembayaran kepada penyedia layanan.
Namun demikian, portal online akan meminta pengguna untuk melakukan registrasi dengan memasukkan data pribadinya dalam portal online tersebut untuk mendapatkan akses. Berdasarkan kondisi tersebut, walau secara faktual tidak ada uang yang dikeluarkan oleh pengguna, tetapi data pribadi pengguna memiliki suatu nilai tertentu (Kollmann, 2019).
Portal online dapat mengelola data pribadi yang disediakan oleh pengguna, di antaranya berupa ketertarikan, preferensi produk, umur, jenis kelamin, dan lain sebagainya. Data tersebut dapat dipergunakan sendiri oleh portal online atau dapat dijual kepada pihak ketiga untuk personalisasi iklan.
Dengan karakternya yang demikian, pertanyaannya adalah apakah sebab itu, pada dasarnya transaksi eservice memenuhi kriteria penyerahan jasa sehingga dapat dikenakan PPN?
Penyerahan Jasa dan Manfaat yang Diterima
KOLLMANN (2019) menyatakan syarat umum pengenaan PPN atas eservice adalah adanya hubungan langsung antara penyerahan dengan manfaat yang diterima oleh pengguna. Dengan demikian, dalam transaksi eservice tanpa perlu adanya pembayaran secara faktual oleh pengguna, transaksi ini telah dianggap sebagai penyerahan karena terdapat pihak yang mendapatkan manfaat atas eservice yang digunakannya.
Identifikasi pihak pengguna jasa juga diperlukan untuk menentukan apakah suatu jasa memberikan manfaat kepada pengguna sehingga memenuhi kriteria pengenaan PPN. Dalam transaksi eservice, pihak yang memanfaatkan jasa dapat diidentifikasi melalui registrasi sukarela yang dilakukan oleh pengguna.
Bagi pengguna yang tidak melakukan registrasi, identifikasi pengguna tetap dapat dilakukan melalui pelacakan alamat internet protocol (IP) dan cookies. Berdasarkan pada pertimbangan tersebut, eservice pada dasarnya memenuhi kriteria penyerahan jasa sebagaimana dilakukan dalam transaksi offline sehingga terutang PPN.
Prinsip Umum PPN
PATO dan Marcques (2014) menyatakan PPN merupakan jenis pajak tidak langsung yang terutang atas konsumsi barang dan jasa. Sebagai pajak atas konsumsi, PPN dikenakan atas transaksi penyerahan, baik penyerahan barang maupun jasa.
Dalam konteks perdagangan internasional, terdapat kesepakatan mengenai bagaimana perlakuan PPN yang tepat atas barang dan/atau jasa yang diperdagangkan secara internasional (Ebrill, 2001). Kesepakatan tersebut mengacu pada prinsip-prinsip yang digunakan dalam menyusun kebijakan PPN atas barang dan/atau jasa yang diperdagangkan secara internasional, yaitu prinsip netralitas dan prinsip destinasi.
Netralitas merupakan suatu prinsip yang memandang bahwa PPN harus bersifat netral. Artinya, pemungutan PPN tidak boleh memengaruhi keputusan ekonomi dari para pelaku bisnis maupun terhadap konsumen (Ecker, 2013).
Penerapan prinsip destinasi ditegaskan Lejeune, Daou-Azzi, dan Powel (2009), yaitu PPN merupakan pajak atas konsumsi yang harus dipungut berdasarkan prinsip destinasi. Prinsip destinasi mengenakan PPN atas konsumsi yang dilakukan di dalam negeri, tanpa melihat dari mana barang atau jasa tersebut berasal.
Ketentuan PPN Eservice
SESUAI dengan prinsip umum tersebut, PPN dikenakan kepada pelanggan akhir di tempat penyerahan barang dan/atau jasa dilakukan atau di tempat jasa dimanfaatkan. Untuk menentukan tempat penyerahan dalam transaksi eservice, Uni Eropa mengidentifikasi pihak penerima jasa berdasarkan model bisnisnya, apakah dalam konteks business-to-business (B2B) atau business-to-customer (B2C).
Dalam transaksi eservice secara B2B (pengusaha kena pajak/PKP), tempat penyerahan ditentukan berdasarkan tempat PKP yang menyerahkan jasa tersebut terdaftar atau di tempat penyerahan jasa dilakukan.
Dalam transaksi B2C (bukan PKP), tempat penyerahan ditentukan berdasarkan di tempat pelanggan terdaftar, memiliki alamat permanen, atau di tempat biasanya mereka tinggal. Beberapa hal yang dapat membuktikan lokasi pelanggan berada di antaranya adalah alamat tagihan, lokasi IP, lokasi bank yang digunakan oleh pelanggan untuk membayar tagihan, dan lain sebagainya.
Berdasarkan penjelasan di atas, pada dasarnya pengenaan PPN atas transaksi eservice tetap sesuai dengan ketentuan PPN atas transaksi jasa yang dilakukan secara offline. Namun demikian, penentuan tempat penyerahan menjadi tantangan tersendiri karena penentuan pihak yang benar-benar mendapat manfaat dalam lingkup akses internet yang tanpa batas sulit untuk ditentukan.*
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.