LOMBA MENULIS ARTIKEL PAJAK

Meningkatkan Kepatuhan dengan Edukasi Pajak yang Dialogis

Redaksi DDTCNews
Jumat, 10 November 2017 | 08.29 WIB
ddtc-loaderMeningkatkan Kepatuhan dengan Edukasi Pajak yang Dialogis
Ambari,
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

SALAH satu indikator yang dapat mencerminkan laju pembangunan suatu negara adalah tingkat ketaatan masyarakatnya dalam membayar pajak. Semakin taat masyarakat membayar pajak, maka selayaknya semakin kencang pula laju pembangunan negara.

Pajak merupakan sumber terbesar pendanaan APBN. Uang pajak dialokasikan untuk melaksanakan pembangunan secara merata, baik infrastruktur maupun noninfrastruktur. Dengan demikian, pajak berperan sangat penting dalam pembangunan negara, baik jangka pendek maupun jangka panjang.

Peranan pajak yang begitu penting ini tentu harus dibarengi dengan kesadaran masyarakat untuk membayar pajak. Namun, di sinilah letak masalahnya, karena faktanya hal tersebut masih menjadi pekerjaan rumah bagi banyak negara, termasuk Indonesia.

Terbukti dalam kurun 2 tahun kebelakang, Pajib Pajak  Orang Pribadi (OP) terdaftar masih terbilang sedikit. Selain itu, persentase jumlah Wajib Pajak (WP) yang menyampaikan Surat Pemberitahuan Pajak (SPT) juga terbilang masih rendah.

Untuk tahun ini saja WP yang sudah menyampaikan SPT sekitar 10.936.111 atau 66% dari jumlah WP yang diwajibkan menyampaikan SPT sebanyak 16.599.632. Angka ini sedikit naik dibandingkan dengan capaian tahun 2016 yang berada pada level 60,27% dari 18.159.840 WP wajib SPT.

Memang, kenaikan ini perlu diapresiasi mengingat pemerintah sudah melakukan berbagai perbaikan, mulai dari perbaikan sistem administrasi sampai melakukan terobosan seperti program amnesti pajak yang menghasilkan penerimaan sekaligus data dan informasi perpajakan yang menyangkut WP.

Akan tetapi, perlu diingat bahwa perolehan tersebut harus tetap ditingkatkan karena faktanya masih ada sekitar 34% WP yang belum menyampaikan SPT. Dengan demikian diharapkan tingkat kepatuhan WP, dalam hal kewajiban administratif menyerahkan SPT, berangsur-angsur dapat meningkat.

Sebenarnya pemerintah telah berupaya memudahkan penyampaian SPT ini dengan memanfaatkan teknologi informasi. Selain itu, sejak 1 Januari 2016 misalnya, pemerintah menerapkan sistem baru yang disebut e-Billing yang memungkinkan WP membayar pajak secara online.

Akan tetapi, harus diakui, pengetahuan masyarakat mengenai sistem baru itu masih relatif minim. Padahal, apabila masyarakat sudah mengenal dan memahami fungsi sistem baru tersebut, hal-hal mengenai rumitnya administrasi pajak yang selama ini kerap dikeluhkan niscaya bisa teratasi.

Situasi ini tidak lain menggambarkan bahwa sistem perpajakan Indonesia memang belum optimal mendorong pembangunan negara. Masih banyak WP yang belum sepenuhnya memahami tentang kemudahan administrasi itu. Sebagian bahkan tidak mengerti arti penting dan fungsi pajak itu sendiri.

Edukasi Dialogis

TENTU hal ini sangat disayangkan, ketika masyarakat tidak mengetahui untuk apa dana pajak yang mereka bayarkan. Hal inilah yang seharusnya diperhatikan oleh berbagai kalangan, sehingga dapat lahir upaya kolektif yang berkesinambungan dalam rangka meningkatkan kepatuhan pajak.

Tidak hanya bagi jajaran pemerintahan, upaya kolektif itu juga harus melibatkan berbagai unsur lain termasuk mahasiswa. Semua komponen memiliki peran penting dalam upaya tersebut. Kian banyak komponen terlibat, kian besar pula peluang keberhasilan upaya kolektif tersebut.

Dengan upaya itu pula, edukasi mengenai perlunya kepatuhan pajak dapat lebih digalakan secara merata, tidak hanya kepada kalangan bisnis di daerah perkotaan yang notabene sudah melek pajak, tetapi juga edukasi ke kalangan lain yang selama ini jarang tersentuh pajak.

Edukasi ini misalnya pelatihan bagi mahasiswa, LSM atau kelompok masyarakat lain. Pelatihan ini bisa berupa pemberian materi kesadaran dan kepatuhan pajak. Komponen yang telah mendapatkan bekal dari pelatihan ini selanjutnya dapat menularkannya ke masyarakat.

Cara lain yang dapat dilakukan adalah program edukasi langsung ke masyarakat secara berkelanjutan. Pemerintah misalnya dapat mengadakan penyuluhan atau sosialisasi dialogis mengenai kesadaran dan kepatuhan pajak, langsung di permukiman-permukiman, atau kantong-kantong masyarakat lainnya.

Pelatihan dasar itu kemudian bisa dilanjutkan kembali dengan pemberian materi berikutnya, seperti pemahaman tentang sistem administrasi pembayaran pajak, mulai dari tata cara pembayaran secara manual sampai sistem pembayaran online.

Alternatif-alternatif seperti itu tentu terbuka dilakukan, di luar sosialisasi melalui media elektronik, karena memang melalui pertemuan-pertemuan itulah dapat tercipta dialog dan kesalingpahaman antara masyarakat selaku wajib pajak dan negara selaku pemungut pajak.

Dengan interaksi dialogis yang terus-menerus itulah bisa diharapkan pola pikir masyarakat berubah, dari yang semula tidak patuh menjadi patuh. Memang, ini bukan jenis pekerjaan instan. Dibutuhkan kesabaran, ketekunan, tetapi dengan hasil yang berkesinambungan.

Semua pihak menyadari pajak merupakan modal penting negara untuk melaksanakan pembangunan. Karena itu, program peningkatan kepatuhan dan kesadaran pajak perlu terus-menerus dikedepankan. Secanggih apapun administrasinya, kesadaran dan kepatuhan pajak masyarakat tetap yang utama.* 

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.