MENGUBAH pola pikir wajib pajak tentang perpajakan memang tak semudah membalikkan kedua telapak tangan. Pola pikir (mindset) 'paksaan' yang sudah tertanam sejak lama dalam benak wajib pajak akan menimbulkan dampak buruk.
Wajib pajak cenderung berusaha mengecilkan beban pajak yang ditanggung melalui praktik perencaan pajak (tax planning), penghindaran pajak (tax avoidance) hingga penggelapan pajak (tax evasion). Apalagi, di sisi lain, terkuaknya kasus penurunan etika dalam kinerja aparat perpajakan maupun pemerintahan dapat mengurangi kepercayaan masyarakat.
adahal, sebenarnya pajak lebih dari sekadar kewajiban warga negara terhadap negara.Kepatuhan secara sukarela (voluntarycompliance) dalam melaksanan kewajiban pajak sudah seharusnya muncul dan menjadi pola pikir yang baru.
Jika hal itu ada, wajib pajak akan dengan sukarela mengisi SPT tahunan dan masa danmelaporkan harta kekayaan yang mereka miliki dengan sejujur-jujurnya tanpa mempermasalahkan besaran kewajiban yang harus mereka bayar.
Kepatuhan wajib pajak yang tak kunjung meningkat secara signifikan dari tahun ke tahun menjadi fenomena dan persoalan yang sulit dihadapi otoritas pajak.Untuk itu, adanya sistem pengawasan terhadap risiko penyimpangan bagi aparat pemerintah dan fiskus harus lebih difokuskan.
Kepercayaan masyarakat adalah modal utama. Jika tidak, maka upaya apapun akan tidak berdampak besar, alias sia-sia. Pemerintah perlu menutup celah bagi oknum untuk bersikap tidak independen dalam menjalankan kewajibannya, yang pada akhirnya dapat merusak citra aparat negara secara umum.
Penyebab Rendahnya Kepatuhan Pajak
Ditjen Pajak telah melakukan berbagai program dan kebijakan dalam meningkatkan kontribusi masyarakat dalam sistem perpajakan di Indonesia mulai dari sosialisasi, pendekatan persuasif, jemput bola, pelayanan yang lebih baik, penegakan hukum hingga mengajak tokoh-tokoh bangsa dan masyarakat untuk menjadi panutan dalam segera melaporan SPT Tahunan PPh-nya.
Namun hasilnya masih jauh dari yang diharapkan. Rasio pajak terhadap pendapatandomestik bruto (PDB) hanya sekitar 10,3%. Capaian itu masih jauh dibanding dengan negara tetangga seperti vietnam, malaysia dan Filipina. Padahal, tax ratio terendah di dunia memiliki rata-rata 15%. Ini menandakan bahwa kepatuhan membayar pajak di Indonesia masih sangat rendah.
Ada 2 faktor penyebab rendahnya kepatuhan pajak di kalangan masyarakat atau subjek pajak Indonesia, yaitu :
Kepatuhan Pajak di Era Generasi Milenial
Pemikiran yang sangat rasionalitas sekali apabila manusia itu tidak suka pajak. Penghasilan merupakan sebuah capaian atas kerja keras yang semestinya harus dinikmati bukan diminta begitu saja oleh pihak pemerintah.
Pemahaman tersebut perlu diluruskan dengan memberikan edukasi pajak. Di era terkini, media digital dapat dimanfaatkan untuk menjaring subjek pajak potensial terutama dari generasi milenial. Sejak dini, pola pikir mereka harus ditanami hal-hal yang positif agar ke depan dapat berpartisipasi aktif membayar pajak.
Hal itu bisa ditempuh dengan memberikan kemudahan informasi dan pembelajaran pajak. Dengan banyaknya artikel, forum diskusi online maupun berita terupdate tentang perpajakan yang terdapat di internet.
Melalui edukasi pajak secara online yang dapat diakses oleh siapa saja melalui blog, website atau aplikasi yang dapat memberikan kemudahan serta transparansi informasi kepada wajib pajak sehingga memperoleh kualitas dan kuantitas informasi yang sama pada waktu yang bersamaan demi mendukung pemahaman wajib pajak lebih baik.
Mengapa mereka termasuk kategori potensial wajib pajak? karena mereka memiliki kemungkinan yang besar sebagai subjek wajib pajak yang baru. Terutama bagi mahasiswa, dengan pemahaman dan wawasan yang jauh lebih luas mengenai pajak, mereka bisa mendiskusikan berbagai permasalahan mengenai pajak yang ada dengan dosen, rekan bahkan masyarakat umum dan mencari penyelesaian atas permasalahan tersebut. Mindset mengenai keengganan membayar pajak di kalangan masyarakat lambat laun bisa terkikis.
Data dalam ristekdikti menunjukkan bahwa jumlah siswa yang diterima SNMPTN tahun 2017 sebanyak 101.906 orang dengan jumlah pendaftar sebanyak 517.166 orang, dan SBMPTN sebanyak 148.066 orang ini menunjukkan bahwa mahasiswa sangat berpotensial menjadi pelaku subjek pajak untuk 4 tahun ke depan.
Perkembangan teknologi dari zaman ke zaman pertumbuhannya begitu pesat. Generasi muda yang relatif melek teknologi memiliki peranan dalam meningkatkan perekonomian indonesia dengan menjadi subjek pajak produktif. Banyak dari mereka yang sukses menjadi selebgram, youtuber, pengusaha muda dalam era digitalisasi ini yang meraup pendapatan puluhan juta bahkan ratusan juta per tahunnya.
Kesadaran pajak menjadi hal yang sangat serius dan harus segera diatasi dengan membentuk pola pikir yang positif dan membentuk karakter warga Indonesia yang bangga bayar pajak.*