TAHUKAH Anda membayar pajak untuk apa dan siapa? Sebagai warga negara Indonesia yang diharuskan taat pajak, kita wajib mengetahui dan memahami terlebih dahulu apa itu pajak dan untuk siapa pajak yang kita bayarkan, juga mengapa warga Indonesia harus membayar pajak.
Menurut Pasal 1 ayat 1, UU KUP Nomor 28 Tahun 2007, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Peran pajak sangat signifikan dalam penerimaan negara. Oleh karenanya keberadaan pajak sangat berpengaruh dalam pembangunan dan kesejahteraan warganya. Selain sebagai sumber keuangan negara (budgetair), ajak juga berfungsi sebagai alat untuk mengatur (regularend) (Siti Resmi, 2014).
Dalam APBN 2017, pemerintah telah menargetkan pendapatan negara Rp1.750,3 triliun. Sebesar 85,6% atau Rp1.498 triliun pemerintah masih mengandalkan dari pajak, sekitar 14,3% atau Rp250 triliun berasal dari Penerimaan Negara Bukan Pajak, dan sisanya 0,1% atau Rp1,4 triliun dari hibah.
Semakin tinggi ketergantungan negara terhadap penerimaan pajak, maka semakin besar beban yang ditanggung oleh warga negaranya selaku wajib pajak. Padahal, mayoritas warga Indonesia masih enggan untuk membayar pajak.
Jangankan mereka yang tidak punya harta, yang faktanya untuk makan saja masih susah apalagi untuk membayar pajak. Mereka yang kelebihan harta pun enggan membayar pajak, bahkan mereka sengaja menyimpan hartanya di beberapa negara yang terkenal sebagai ‘surga pajak’.
Warga Indonesia juga malas untuk membayar pajak dikarenakan berbagai macam faktor, salah satu faktornya adalah terlalu tingginya tarif pajak yang dikenakan dan terlalu banyaknya jenis pajak yang dipungut dari warga Indonesia.
Dengan demikian, mindset warga Indonesia jika menjadi wajib pajak orang pribadi (WP OP) ataupun badan (WP Badan) yang taat pajak itu bisa menjadi jatuh miskin, karena semua penghasilan dan hartanya akan dipungut dan dipotong pajak.
Ketidakpercayaan Masyarakat
NEGATIVE thinking di kalangan masyarakat Indonesia mengenai sistem perpajakan yang tidak baik masih lebih dominan daripada positive thinking-nya. Kasus korupsi dari pejabat negara di Indonesia menjadi salah satu patokan baik atau tidaknya sistem perpajakan di negara ini.
Karena uang yang dikorupsi sudah pasti uang rakyat, dan uang rakyat yang mengalir ke kas negara mayoritas berasal dari pajak, inilah salah satu alasan warga Indonesia tidak taat pajak, karena mereka khawatir uang yang sudah disetorkan itu jatuh ke tangan orang yang tidak bertanggung jawab.
Dalam situasi ini, pemerintah harus meyakinkan masyarakat bahwa aparat yang menjalankan tugas di perpajakan benar-benar amanah menjalankan tugasnya dengan baik tanpa kecurangan. Sebab, kian sedikit korupsi di Indonesia, kian tinggi kepercayaan masyarakat kepada kinerja pemerintah.
Meyakinkan masyarakat Indonesia tak semudah membalikkan kedua telapak tangan. Namun, mau tidak mau pemerintah memang harus meyakinkan masyarakat atas pengalokasian kas negara yang berasal dari penerimaan pajak tersebut benar-benar dialokasikan untuk kesejahteraan rakyat lagi.
Untuk membuktikan pengalokasian tersebut Menteri Keuangan telah memperkenalkan fitur ‘alokasi pajakmu’ yang dapat diakses melalui laman resmi Kementerian Keuangan. Fitur ini merupakan simulasi yang memberikan gambaran atas penggunaan uang pajak masyarakat dalam APBN 2017.
Sebagai negara hukum, Indonesia harus bisa menegakkan hukum seadil-adilnya tanpa pandang bulu. Lemahnya hukum menimbulkan efek negatif kepada rakyat seperti ketidakpatuhan membayar pajak, dan kepada aparat untuk mempermainkan uang negara dari penerimaan pajak.
Kasus yang menimpa pegawai perpajakan yang sangat fenomenal adalah kasus penerimaan suap Rp1,9 miliar oleh pejabat Eselon III di lingkungan Ditjen Pajak yaitu Gayus Tambunan. Kasus ini ditemukan oleh KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi),
Namun tetap saja walaupun sudah menjadi narapidana yang seharusnya duduk meratapi nasib di dalam jeruji besi, Gayus malah masih bisa leluasa traveling ke Bali dan ke luar negeri. Inilah keadaan hukum di negara ini.
Bagaimana tidak makin marak kasus korupsi, kalau aparatur hukumnya masih memberikan pelayanan yang diskriminatif dan sangat tidak adil seperti itu. Harusnya para koruptor yang sudah tertangkap basah diludeskan semua hartanya dan diberi hukuman pidana diatas 30 tahun.
Sedikit Tetapi Pasti & Kontinu
PEDOMAN kebijakan fiskal di Indonesia harusnya lebih mengutamakan keberlanjutan dan kepastian dalam penerimaan pajak, daripada mengutamakan penerimaan pajak yang besar namun hanya berlaku sebentar saja.
Jika pemerintah mengaplikasikan kebijakan fiskal yang hanya berlaku dalam kurun waktu tertentu, kebijakan itu akan sangat tidak efektif dan efisien, karena yang dibutuhkan negara ini sebenarnya penerimaan yang kontinu dan pasti, demi pembangunan berbelanjutan di negara ini.
Selain lebih efektif, penerimaan yang kontinu dan pasti juga berpeluang meningkatkan kepatuhan pajak masyarakat, dan juga dapat meningkatkan daya tarik para investor untuk menginvestasikan dananya di Indonesia, karena sudah tidak ditakutkan lagi dengan pajak.
Seperti pribahasa yang sudah tidak asing lagi di telinga kita ‘sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit’. Kebijakan fiskal dalam menetapkan tarif pajak yang rendah tapi menghasilkan penerimaan kas negara yang kontinu dan pasti, juga harus didukung oleh ketegasan hukum,.
Jika tarif pajak yang dibebankan tidak terlalu besar, mindset masyarakat pun bisa diharapkan akan berubah dari yang awalnya ‘membayar pajak bisa jatuh miskin’ menjadi ‘membayar pajak tidak akan jatuh miskin’.
Masyarakat memang harus dipaksa dahulu agar menjadi terbiasa dan tumbuh kesadaran diri untuk membayar pajak, maka berikutnya seiring berjalannya waktu pemerintah juga boleh menaikkan tarif pajak sedikit demi sedikit, untuk menambah penerimaan kas negara dari pajak.
Tidak akan timbul masalah kalau pemerintah menaikkan tarif pajak sedikit demi sedikit yang bisa jadi tidak akan dirasa oleh masyarakat Indonesia karena sudah terbiasa membayar pajak dan tahu untuk apa dan siapa pajak yang mereka bayarkan.*
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.