KAMUS PAJAK

Memahami Konsep Tie Breaker Rule

Redaksi DDTCNews
Kamis, 28 Maret 2019 | 17.50 WIB
Memahami Konsep Tie Breaker Rule

RUMUSAN perjanjian penghindaran pajak (P3B) OECD Model maupun UN Model tidak memberikan definisi tentang subjek pajak dalam negeri atau disebut dengan istilahĀ resident. Penentuan status residentĀ tersebut pada dasarnya diberikan kepada ketentuan domestik dari kedua negara yang mengadakan P3B.

Oleh karena definisi subjek pajak dalam negeri diserahkan kepada ketentuan domestik masing-masing negara, tentu dapat menyebabkan terjadinya situasi di mana subjek pajak menjadi residentĀ di kedua negara yang mengadakan P3B. Atau, mungkin tidak menjadi subjek pajak residentĀ di negara manapun.

Dalam hal subjek pajak menjadi subjek pajak dalam negeri di dua negara (dual resident) maka dapat dipecahkan melalui ā€˜tie breaker rule’ sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (2) dan (3) OECD Model dan UN Model.

Lantas, apa ituĀ tie breaker rule?

Secara konsep,Ā tie breaker ruleĀ merupakan panduan untuk memecahkan permasalahanĀ dual resident.Ā PenerapanĀ tie breaker ruleĀ iniĀ dilakukan untuk mencegah terjadinya pajak berganda, sehingga subjek pajak hanya boleh menjadi subjek pajak di satu negara saja.

Dengan menentukan subjek pajak hanya akan menjadi subjek pajak dalam negeri dari satu negara, Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) akan menghilangkan kemungkinan terjadinya pajak berganda. Untuk memahami konsepĀ tie breaker rule, berikut ilustrasinya sesuai dengan OECD Model dan UN Model.

Terkait dengan orang pribadi,Ā tie breaker ruleĀ yang terdapat dalam Pasal 4 ayat (2) menjelaskan bahwa apabila subjek pajak orang pribadi,Ā misalĀ Mr.Ā A,Ā menjadi subjek dalam negeriĀ di Negara S maupun di Negara D maka status subjek pajak dalam negeri Mr. A tersebut ditentukan sebagai berikut ini:

  1. Mr.Ā A hanya akan menjadi subjek pajak dalam negeri di negara di manaĀ Mr.Ā A tersebut mempunyaiĀ tempat tinggal tetapĀ (permanent home);
  2. ApabilaĀ Mr.Ā A mempunyai tempat tinggal tetap di Negara S dan Negara D, makaĀ Mr.Ā A akan menjadi subjek pajak dalam negeri di negara di manaĀ Mr.Ā A mempunyaiĀ vital interestĀ yang paling dekat. Yang dimaksud denganĀ vital interestĀ yaitu hubungan kedekatanĀ Mr.Ā A secara pribadi dan ekonomi (personal and economic relations) terhadap Negara S maupun Negara D;
  3. ApabilaĀ vital interestĀ Mr.Ā A tidak dapat ditentukan atauĀ Mr.Ā A tidak mempunyai tempat tinggal tetap di salah satu negara, maka status subjek pajak dalam negeriĀ Mr.Ā A melalui pendekatan di negara manaĀ Mr.Ā AĀ biasa beradaĀ (habitual abode);
  4. ApabilaĀ Mr.Ā A mempunyai tempat yang biasa ditinggali di Negara S dan Negara D atau tidak mempunyai tempat yang biasa ditinggali di dua negara tersebut, maka status subjek pajak dalam negeriĀ Mr.Ā A ditentukan berdasarkanĀ kewarganegaraannya(national);
  5. ApabilaĀ Mr.Ā A mempunyai kewarganegaraan di Negara S dan Negara D atau tidak mempunyai kewarganegaraan di dua negara tersebut maka status subjek pajak dalam negeriĀ Mr.Ā A ditentukan berdasarkanĀ konsultasiĀ antara pihak otoritas (competent authority) masing-masing negara melalui prosedur yang diatur melaluiĀ mutual agreement procedureĀ (MAP).

Adapun untuk menentukan pemecahan subjek pajak badan yang menjadiĀ residentĀ Ā di dua negara, caranya diatur dalam Pasal 4 ayat (3). Berikut penjelasan dan ilustrasinya:

  1. Misalkan, perusahaan ABC didirikan berdasarkan hukum perseroan (incorporated) di Negara X. Kemudian, berdasarkan ketentuan pajak Negara X, apabila subjek pajak badan didirikan berdasarkan hukum perseroan di Negara X, subjek pajak badan tersebut diperlakukan sebagai subjek pajak dalam negeri Negara X;
  2. Sementara itu, tempat kedudukan manajemen (place of effective management) perusahaan ABC berada di Negara Y. Berdasarkan ketentuan pajak Negara Y, subjek pajak badan akan dianggap sebagai subjek pajak dalam negeri Negara Y jika tempat kedudukan manajemennya berada di Negara Y;
  3. Apabila antara Negara X dan Negara Y membuat P3B berdasarkan OECD Model, perusahaan ABC hanya akan menjadi subjek pajak dalam negeri Negara Y.

Berbeda dengan rumusan Pasal 4 ayat (3) OECD ModelĀ dan UN Model, Pasal 4 ayat (3) P3B Indonesia dan Singapura mengatur pemecahan subjek pajak badan yang menjadi subjek pajak dalam negeri di Indonesia dan Singapura melalui MAP.

Dalam P3B Indonesia dan Singapura, apabila terdapat subjek pajak badan yang Ā menjadi subjek pajak dalam negeri di Indonesia dan di Singapura, pemecahannya melalui MAP, yaitu konsultasi antara pihak-pihak yang berkompeten di masing-masing negara untuk menyelesaikan kasus tersebut. Jadi, pemecahannya bukan melalui tempat kedudukan manajemen (placeĀ of effective management) dari subjek pajak badan tersebut seperti yang dinyatakan dalam OECD ModelĀ dan UN Model.

Dalam praktik, banyak terjadi subjek pajak yang tidak berhak menerapkan P3B dari suatu negara tertentu berusaha untuk menggunakan P3B tersebut. Beberapa teknik yang digunakan, misalnya mendirikan perusahaan perantara (conduit company) di suatu negara yang mempunyai jaringan P3B yang menguntungkan dengan negara sumber penghasilan. (Amu)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Ingin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkini?Ikuti DDTCNews WhatsApp Channel & dapatkan berita pilihan di genggaman Anda.
Ikuti sekarang
News Whatsapp Channel
Bagikan:
user-comment-photo-profile
user-comment-photo-profile
Keysa Charity Nirwana
baru saja
Terimakasih, informasinya sangat membantu dan bermanfaat bagi saya dalam perkuliahan terutama untuk memahami konsep Tie Breaker Rules beserta pendekatan-pendekatannya dalam materi residence di Pajak Internasional. Informasi yang diberikan sangat jelas apalagi menggunakan illustrasi sehingga sangat memudahkan bagi saya untuk menggambarkan dengan jelas bagaimana sih cara dua negara dalam memutuskan dimana Wajib Pajak tersebut berkewajiban. Rasanya saya seperti sedang diajari oleh dosen dengan privat :D Sekali lagi terimakasih dan sukses selalu!