MENGHIMPUN penerimaan pajak untuk membangun Indonesia dan menyejahterakan rakyat bukan tugas mudah. Ditjen Pajak Kementerian Keuangan diberi amanat untuk menjalankan tugas besar tersebut.
Robert Pakpahan telah dilantik sebagai Dirjen Pajak baru pada 30 November lalu. Dengan pelantikan ini, ia resmi menggantikan Ken Dwijugiasteadi yang memasuki masa pensiun per tanggal 1 Desember 2017.
Dirjen Pajak baru diharapkan dapat membangun kepemimpinan yang efektif, adil, jujur, dan inklusif agar dapat menggerakkan Ditjen Pajak menjadi institusi yang lebih dipercaya oleh masyarakat dan dunia usaha dalam melaksanakan administrasi perpajakan.
Selain itu, Dirjen Pajak juga dituntut mampu menempatkan Ditjen Pajak sebagai lokomotif pembangunan bangsa yang meliputi tidak hanya fungsi penganggaran (penerimaan) saja tetapi juga fungsi stabilisasi, alokasi/ distribusi, dan pengaturan fiskal.
Tugas Besar: Reformasi Pajak
Dirjen pajak harus melanjutkan reformasi pajak dengan memperkuat institusi melalui sistemdatabase dan teknologi informasi yang andal dan setara negara-negara maju lainnya di dunia.
Fokus reformasi pajak dalam jangka panjang haruslah menyeluruh meliputi reformasi sumber daya manusia, organisasi atau institusi, proses bisnis Ditjen Pajak, basis data dan teknologi informasi, dan revisi undang-undang perpajakan.
Reformasi dalam sumber daya manusia penting untuk membersihkan Ditjen Pajak dari elemen buruk, korupsi, dan penyalahgunaan wewenang. Sebagaimana kita ketahui, masih ada oknum pegawai DJP yang terkena operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK.
Hal ini sangat disayangkan, karena hal tersebut dapat mengurangi kepercayaan para pembayar pajak. Oleh sebab itu, perlu diambil langkah strategis agar pegawai pajak dapat menjalankan tugas dengan profesional dan penuh integritas.
Reformasi dalam sistem data informasi yang lebih andal menjadi hal yang sangat penting dan mendesak. Karena negara telah berkomitmen untuk bergabung dengan 139 negara lain di dunia dalam rangka kerja sama pertukaran informasi. Sebanyak 90 negara juga telah sepakat menandatangani multilateral competent authority agreement (MCAA).
Adapun, modernisasi perpajakan harus membangun sistem data dan teknologi informasi perpajakan yang lebih komprehensif. Modernisasi sistem teknologi informasi perpajakan sangat bermanfaat bagi upaya peningkatan rasio pajak serta mendorong kepatuhan pajak secara sukarela dan mencegah penghindaran pajak (tax avoidance) dan penggelapan pajak (tax evasion).
Salah satu komponen vital dari reformasi perpajakan yang sedang digalakan pemerintah adalah pengembangan core tax system. Core tax system adalah sistem teknologi informasi yang menyediakan dukungan terpadu bagi pelaksanaan tugas Ditjen Pajak.
Termasuk didalamnya otomasi proses bisnis mulai dari pendaftaran wajib pajak, pemrosesan Surat Pemberitahuan (SPT) dan dokumen perpajakan lainnya, pemrosesan pembayaran pajak, dukungan pemeriksaan dan penagihan, hingga fungsi taxpayer accounting. Dengan dukungancore tax system diharapkan DJP dapat menjalankan fungsi pelayanan, pengawasan, dan penegakan hukum dengan lebih efektif dan efisien.
Reformasi proses bisnis dalam tubuh Ditjen Pajak penting dilakukan untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Reformasi proses bisnis haruslah dilakukan dengan pemberian dukungan pelayanan yang lebih memudahkan bagi wajib pajak untuk memenuhi kewajibannya, menyederhanakan proses, dan edukasi wajib pajak.
Adapun proses pengawasan dan penegakan hukum perlu dilakukan secara selektif dan berbasis resiko dengan tujuan utama untuk memperbaiki kepatuhan dan memberikan rasa adil bagi seluruh wajib pajak. Untuk itu, parlemen (DPR) sedang mempertimbangkan rancangan undang-undang yang akan merombak institusi perpajakan untuk meningkatkan kredibilitasnya di mata pembayar pajak dan dunia usaha.
Undang-undang yang baru harus bisa membangun tata kelola administrasi perpajakan yang bersih, kredibel, dan memberikan pelayanan kepada pembayar pajak dengan baik agar membayar pajak mejadi lebih mudah.
Harapan dan Semangat Baru
Dirjen Pajak yang baru diharapkan dapat memberikan harapan dan suntikan semangat yang baru dalam tubuh Ditjen Pajak karena tantangan ke depan yang dihadapi sangat besar. Hal ini dapat dilihat dari target penerimaan pajak yang terus meningkat di tahun depan, sedangkan masih ada puluhan juta orang baik kaya maupun miskin yang berada diluar sistem pajak.
Rasio pajak di Indonesia hanya sebesar 10,8%, tergolong rendah untuk negara-negara berkembang lainnya yang rata-rata mempunyai rasio pajak 15%. Masih banyak masyarakat yang menjadi penumpang gelap (free rider) yang memanfaatkan fasilitas publik, seperti pendidikan, kesehatan hingga infrastruktur, akan tetapi tidak membayar pajak dengan benar
Pemerintah menargetkan penerimaan perpajakan pada tahun 2018 mencapai Rp1.618 triliun. Jumlah tersebut tumbuh sekitar 9,3% dari targetnya dalam APBNP-2017. Tugas yang cukup berat bagi Dirjen Pajak yang baru.
Diperlukan reformasi pajak yang terstruktur dan masif meliputi reformasi sumber daya manusia, organisasi atau institusi, proses bisnis, basis data dan teknologi informasi, dan revisi undang-undang pajak agar dapat merealisasikan target tersebut.
Penting untuk terus menumbuhkan budaya sadar membayar pajak untuk pembiayaan pembangunan karena pajak menyumbang hampir 75% penerimaan APBN. Jangan sampai perekonomian negara hanya ditanggung oleh sebagian kecil rakyat saja. Seluruh rakyat harus bergotong-royong berkontribusi dalam pembiayaan pembangunan.*