DALAM praktik, sering dijumpai benturan terhadap suatu ketentuan yang mengatur hal yang sama antara perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B) dan undang-undang pajak domestik, dalam hal ini UU PPh dan ketentuan peraturan turunannya. Terhadap benturan ketentuan ini, tentunya yang diberlakukan adalah ketentuan yang terdapat dalam P3B. Ini beberapa alasan yang bisa dikemukakan.
Pertama, menurut Jonathan Schwarz (2002), P3B adalah perjanjian internasional yang mengikat pihak-pihak yang mengadakan perjanjian yang tunduk dengan hukum perjanjian internasional. Oleh karena itu, ketentuan-ketentuan yang disepakati bersama dalam perjanjian penghindaran pajak berganda harus dilaksanakan dengan niat baik (good faith);
Kedua, P3B pada dasarnya merupakan rekonsiliasi antara ketentuan peraturan perundang-undangan domestik masing-masing negara yang mengadakan perjanjian. Selain itu, tujuan dari perjanjian penghindaran pajak berganda adalah untuk membatasi ketentuan yang terdapat dalam ketentuan peraturan perundang-undangan pajak domestik masing-masing negara.
Oleh karena itu, ketika masing-masing negara mengadakan perjanjian penghindaran pajak berganda, dapat diasumsikan, mereka telah sepakat bahwa hak pemajakan mereka berdasarkan ketentuan perundang-undangan domestik dibatasi oleh perjanjian penghindaran pajak berganda;
Ketiga, P3B adalah bentuk kompromi masing-masing negara yang mengadakan perjanjian. Oleh karena merupakan sebuah kompromi, apabila terjadi benturan ketentuan, tentunya P3B yang lebih diutamakan;
Keempat, P3B pada dasarnya merupakan ketentuan yang bersifat spesialis (leges speciales) terhadap ketentuan umum perpajakan dari negara yang mengadakan perjanjian (lex generalis). Jadi, berdasarkan prinsip ”lex specialis derogat legi generali”, kedudukan P3B berada di atas ketentuan perpajakan domestik (Klaus Vogel, 2006).
Perlu diketahui juga bahwa hukum pajak yang diterbitkan setelah disepakatinya P3B oleh masing-masing negara tidak boleh membatalkan ketentuan yang terdapat dalam P3B yang telah disepakati bersama. Atau dengan kata lain, ketentuan pajak domestik yang terbit belakangan tidak boleh meng ”override” ketentuan P3B yang telah disepakati sebelumnya.
Prinsip tersebut dikenal dengan nama ”lex posterior generalis non derogat legi priori speciali”. Akan tetapi, di Amerika Serikat, hukum pajak Federal yang diterbitkan setelah perjanjian penghindaran pajak berganda dapat meng”override” perjanjian penghindaran pajak berganda yang telah diberlakukan oleh Amerika Serikat (disebut sebagai ”treaty override”). Hal ini di Amerika Serikat dikenal dengan istilah ”later in time” (Anne Van de Vijver, 2009).