DALAM ketentuan pajak pertambahan nilai (PPN) di Indonesia, kegiatan membangun sendiri (KMS) merupakan kegiatan membangun bangunan yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain.
Menghitung PPN atas KMS sedikit berbeda dengan pada PPN pada umumnya. Selain itu, tidak semua KMS terutang PPN. Ada persyaratan tertentu yang harus dipenuhi agar dapat dikenakan PPN.
Hal itu diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK)Nomor 163/PMK.03/2012 tentang Batasan dan Tata Cara Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai Atas Kegiatan Membangun Sendiri.
Berdasarkan ketentuan itu, bangunan yang menjadi objek PPN KMS adalah bangunan berupa satu atau lebih konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada satu kesatuan tanah dan/atau perairan dengan kriteria:
Jika wajib pajak membangun rumah, baik untuk tempat tinggal kita sendiri maupun disewakan atau dijadikan tempat kos, dan rumah tersebut luasnya lebih dari 200 meter persegi maka atas rumah tersebut wajib dibayarkan PPN KMS.
Tarif
Adapun besarnya tarif PPN KMS adalah 2% dari total pengeluaran.Tarif ini adalah tarif efektif yang berasal dari 10% yang merupakan tarif PPN sesuai Undang-Undang PPN dikalikan dengan Dasar Pengenaan Pajak sebesar 20% dari jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk membangun bangunan, tidak termasuk harga perolehan tanah.
Saat Terutang
Saat terutangnya PPN KMS dimulai pada saat dibangunnya bangunan sampai dengan bangunan selesai. KMS yang dilakukan secara bertahap dianggap merupakan satu kesatuan kegiatan sepanjang tenggang waktu antara tahapan-tahapan tersebut tidak lebih dari 2 (dua) tahun.
Tempat Terutang
Tempat Pajak PPN KMS adalah di tempat bangunan tersebut didirikan.Untuk itu, PPN KMS ini harus dibayar dengan kode Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di mana bangunan berada.
Cara Pembayaran
PMK No.163/ 2012 mengatur cara pembayaran PPN KMS sebagai berikut:
Cara Pelaporan
Pengusaha Kena Pajak (PKP) wajib melaporkan PPN KMS dengan menggunakan SPT Masa PPN, paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
Orang pribadi atau badan yang bukan PKP yang melakukan pembayaran PPN yang terutang atas KMS dan telah mendapat validasi dengan nomor transaksi penerimaan negara (NTPN) dianggap telah melaporkan PPN yang terutang tersebut sesuai dengan tanggal validasi.
Jadi, jika kita bukan PKP, maka validasi NTPN dari bank atau Pos dianggap sebagai bentuk pelaporan. Sehingga tidak perlu lapor lagi ke kantor pajak. Hal ini diatur dengan Pasal 11 ayat (2a) Peraturan Menteri Keuangan nomor 9/PMK.03/2018.
Contoh Perhitungan
Kasus 1
Pada Desember 2017 Bapak Budi memulai membangun sebuah rumah untuk tempat tinggal pribadinya. Luas keseluruhan dari rumah tersebut adalah sebesar 200 m2, biaya-biaya yang dikeluarkan oleh Bapak Budi dalam upaya membangun rumah tersebut sampai dengan selesainya bangunan tersebut adalah sebagai berikut:
Maka berapakah PPN yang terutang atas pembangunan rumah tersebut?
Jawab:
Sesuai dengan PMK No. 163/ 2012 tarif PPN atas KMS yang terhutang adalah:
= 10% X DPP
= 10% X (20% X Total biaya Pembangunan)
= 10% X (20% X (Rp 180.000.000 + Rp 70.000.000)
Dengan demikian, PPN atas KMS yang terutang oleh Bapak Budi adalah
= 10% X 20% X Rp250.000.000
= Rp 5.000.000
Kasus 2
Eko membangun sendiri sebuah bangunan dua lantai, Lantai pertama luasnya 150 m2 dan lantai kedua 50 m2. Bangunan tersebut diperkirakan selesai selama 3 bulan dengan total biaya sebesar Rp500.000.000, tidak termasuk harga perolehan tanah. Berapakah total PPN KMS yang terutang?
Jawab:
Karena total bangunan tersebut sama dengan 200m2 maka atas kegiatan membangun sendiri tersebut terutang PPN KMS dengan perhitungan 10% x 20% x Rp500.000.000 = Rp10.000.000.