PELESTARIAN lingkungan menjadi topik hangat dan penting di abad ke-21. Pasalnya, peningkatan populasi dunia yang pesat dalam beberapa dekade terakhir berdampak buruk pada lingkungan. Dengan pertumbuhan ekonomi yang terus berlanjut, eksploitasi sumber daya alam pun berpotensi meningkat.
Sudah menjadi rahasia umum bahwasanya aktivitas ekonomi manusia menyebabkan berbagai pencemaran seperti polusi udara, air dan tanah, bahkan mengancam kepunahan spesies hewan tertentu. Untuk itu, tidak mengherankan jika pemerintah, organisasi internasional, perusahaan, hingga individu tergerak untuk membahas solusi atas kelestarian lingkungan.
Di antara berbagai ide yang digagas, instrumen pajak digadang-gadang menjadi salah satu solusi untuk menanggulangi permasalahan lingkungan tersebut. Hal ini dapat terlihat dari banyaknya negara yang mulai mempertimbangkan atau bahkan telah menerapkan pajak khusus terkait dengan lingkungan.
Namun, sebenarnya, kebijakan pajak seperti apakah yang dapat diterapkan untuk menanggulangi masalah lingkungan? Bagaimana pula suatu yuridiksi menerapkan kebijakan tersebut? Dua pertanyaan besar ini dibahas secara komprehensif dalam buku āTax and the Environment A World of Possibilitiesā terbitan IBFD pada 2009.
Sebagai pembuka, buku pajak ini menjabarkan tentang teori di balik pajak lingkungan dan instrumen lain yang dapat digunakan sebagai bagian dari kerangka kebijakan. Pembahasan kemudian dilanjutkan dengan menjabarkan lima ihwal yang perlu diperhitungkan ketika legislator ingin memperkenalkan pajak lingkungan.
Pertama, kegiatan apa yang akan dikenakan pajak. Buku ini menekankan bahwa legislator tidak hanya harus memperhatikan sektor yang perlu dilindungi atau ditanggulangi. Namun, legislator juga perlu mempertimbangkan apakah pajak yang diterapkan dapat mempengaruhi perilaku perusahaan atau individu dan sampai sejauh mana pengaruh tersebut terhadap lingkungan.
Kedua, apa yang dijadikan sebagai basis pajak. Kendati memajaki sektor yang sama, tiap yuridiksi bisa saja menetapkan basis pajak berbeda. Misalnya, pemerintah Ausralia dan China sama-sama menyoroti permasalahan sampah. Namun, Australia mengenakan pajak atas sampah pada pemegang lisensi tempat pembuangan akhir (TPA). Sementara itu, China membebankan pajak pada industri.
Ketiga, berapa besar tarif pajaknya dan siapa yang harus membayar atau menjadi wajib pajak. Kendati tidak memberikan penjabaran terkait teori penetapan tarif atau subjek pajak, disebutkan pula di dalam buku ini bahwa tarif dan subjek pajak yang disasar bisa bervariasi pada tiap yuridiksi
Keempat, bagaimana administrasi pemungutan pajaknya. Aspek ini sangat penting lantaran berhubungan erat dengan biaya kepatuhan dan biaya pengumpulan pajak. Pasalnya, penerapan pajak lingkungan dapat memicu biaya yang tinggi karena pemerintah harus menyediakan unit khusus untuk berurusan dengan pajak lingkungan.
Selain itu, diperlukan pula biaya untuk proses administrasi dan pengawasan. Untuk itu, regulator perlu memperhatikan struktur pemungutan pajak beserta beban administrasinya. Jangan sampai otoritas justru menetapkan tarif pajak yang tidak dapat menutup biaya yang ditimbulkan atas pemungutan pajak.
Keenam, bagaimana pemanfaatan atas pendapatan yang telah dihimpun. Terdapat banyak opsi untuk memanfaatkan penghasilan dari pajak lingkungan. Opsi itu mulai dari memanfaatkannya untuk dialokasikan pada program lingkungan, menanggulangi kerusakan, atau bahkan menggunakannya untuk menambah pendapatan negara dan membiayai pengeluaran pemerintah.
Lebih lanjut, buku ini juga menyuguhkan analisis langkah-langkah pajak lingkungan di 13 negara, yaitu Australia, Brasil, Kanada, China, Jerman, India, Jepang, Belanda, Afrika Selatan, Spanyol, Swedia, Inggris, dan Amerika Serikat. Pembahasan langkah kebijakan dari tiap negara ini disajikan secara runtut dengan membaginya menjadi dua bagian pembahasan.
Bagian pertama mengupas kebijakan pajak langsung seperti paak penghasilan atau pajak pertambahan nilai yang terkait dengan lingkungan, fasilitas dan insentif pajak yang ditawarkan, serta langkah pajak langsung lainnya.
Bagian kedua mengulas berbagai langkah pajak tidak lagsung mulai dari pajak lingkungan pada sektor primer (seperti pertanian, perhutanan, peternakan, perikanan dan pertambangan), pajak di bdiang energi, pajak atas sampah, hingga pajak yang berkaitan dengan penggunaan air dan transportasi.
Pada bagian penutup, buku setebal 502 halaman ini diakhiri dengan tinjauan komparatif atas tindakan pajak lingkungan di 13 negara yang dibahas. Buku ini terutama ditujukan bagi para praktisi pajak, tetapi dapat pula menjadi referensi yang tak ternilai bagi para pembuat kebijakan dan akademisi.
Apalagi, penerbit buku ini merupakan salah satu lembaga riset perpajakan bergengsi dan tersohor akan hasil risetnya yang sudah mengglobal, bahkan menjadi rujukan hampir seluruh otoritas pajak di dunia. Untuk itu, buku ini selayaknya khazanah bagi pihak yang tertarik dengan pajak lingkungan.
Tertarik membaca buku ini? Anda bisa berkunjung ke DDTC Library.*