JAKARTA, DDTCNews – Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang perdana gugatan uji materi atau judicial review Undang-Undang (UU) Pengampunan Pajak, kemarin, Rabu (31/8).
Kali ini giliran Dewan Pengurus Pusat Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (DPP SBSI), Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), dan Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) yang mengajukan permohonan gugatan.
Dalam sidang, Hakim Anggota I Made Dewa Gede Palguna meminta pemohon memperjelas kedudukan hukum dalam permohonannya. Sebab, meski sebagai badan hukum, kerugian hukum yang dialami para pemohon dinilai tidak jelas.
“Anda harus menjelaskan terlebih dahulu dalam kedudukan sebagai apa, dalam kualitas sebagai apa permohonan ini. Karena memang menyebutkan di sini sebagai badan hukum, tetapi yang tidak jelas kemudian adalah dalam kedudukan sebagai badan hukum itu, hak konstitusional apa yang dirugikan Anda sebagai badan hukum?” terangnya.
Selain itu, Palguna meminta pemohon memperbaiki dalil permohonan yang hanya menjelaskan fakta-fakta sosiologis dan tidak menggambarkan kerugian hak konstitusional yang dialami pemohon.
“Argumentasi yang diperlukan adalah bagaimana mempertajam uraian bahwa pasal-pasal yang diuji itu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (UUD 1945). Di situ argumen yang harus dibangun, itu di dalam pokok permohonan” tegasnya dalam sidang yang dipimpin Wakil Ketua MK Anwar Usman, Rabu (31/8) seperti dikutip laman Mahkamah Konstitusi.
Adapun penjelasan mengenai kerugian hak konstitusional merupakan pintu masuk bagi pemohon judicial review di MK, apakah pokok perkara yang diajukan bisa diperiksa atau tidak. Untuk itu, pemohon diberi waktu selama 14 hari kerja untuk memperbaiki permohonan. Sidang berikutnya mengagendakan pemeriksaan perbaikan permohonan.
Sebagai informasi, dalam gugatan ini pemohon menilai Pasal 1 angka 1, Pasal 3 ayat (3), Pasal 4, Pasal 21 ayat (2), Pasal 22 dan Pasal 23 ayat (2) UU Pengampunan Pajak telah melanggar hak konstitusional pemohon.
Menurut pemohon, selama ini buruh telah patuh membayar pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 melalui pemberi kerja, namun dalam program tax amnesty ini para pengemplang pajak justru diampuni hukumannya baik atas sanksi administrasi maupun pidana.
Kuasa hukum pemohon Basrizal mengatakan program tax amnesty telah mencederai rasa keadilan buruh yang selama ini taat membayar pajak. Pemohon menilai tidak ada jaminan para pengemplang pajak akan menjadi patuh di masa mendatang.
Pemohon mendesak MK mengabulkan permohonan mereka dan menyatakan pasal-pasal tersebut tidak memiliki kekuatan hukum mengikat dan bertentangan dengan UUD 1945. (Amu)