Ilustrasi. (theodysseyonline.com)
SEORANG pendeta tua tengah sekarat di rumahnya. Ia lalu mengirim pesan ke dua anggota jamaah gerejanya, seorang petugas pemeriksa pajak dan seorang pengacara, untuk menemani saat-saat terakhirnya.
Tak lama berselang, petugas pemeriksa pajak dan pengacara itu pun tiba di rumahnya, masuk ke dalam kamar sang pendeta, diantar oleh pembantu rumah tangganya.
“Kemari, masuk. Mendekatlah,” kata sang pendeta yang berbaring lemah di ranjangnya, begitu melihat petugas pemeriksa pajak dan pengacara itu memasuki kamar.
Sejurus kemudian ia meminta si pengacara duduk di sisi kiri ranjangnya, sementara si petugas pemeriksa pajak duduk di sisi kanannya.
Sembari berbaring, sang pendeta lalu memegang tangan mereka, memejamkan mata, menarik napas panjang, dan tersenyum sambil melihat ke atas. Suasana hening. Tak seorang pun bicara.
Baik si petugas pemeriksa pajak maupun pengacara sama-sama terharu demi menyaksikan sang pendeta memilih mereka untuk menemani saat-saat terakhirnya.
Tapi mereka juga penasaran, kenapa sang pendeta memilih mereka berdua, karena selama ini mereka toh tidak cukup dekat, bahkan tidak terlalu saling mengenal.
Akhirnya, si pengacara pun akhirnya bertanya, “Wahai pendeta, kenapa kamu meminta kami menemanimu?”
Sang pendeta tua lalu menggeliat mencoba mengumpulkan sisa tenaganya, dan berkata lirih, “Yesus meninggal di antara dua pencuri. Aku juga ingin pergi dengan cara begitu.” (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.