LOMBA MENULIS ARTIKEL PAJAK

Kemajuan Teknologi dan Peningkatan Penerimaan Pajak

Redaksi DDTCNews
Senin, 15 Januari 2018 | 18.35 WIB
ddtc-loaderKemajuan Teknologi dan Peningkatan Penerimaan Pajak
Faisal Reza Mahendra,
Politeknik Keuangan Negara STAN, Bintaro

PADA kehidupan modern saat ini batas-batas antar negara seakan sudah tidak diperlukan lagi. Kita bisa saling berhubungan dalam segala bidang kehidupan dengan orang di negara lain tanpa perlu menemui, hal ini dimungkinkan oleh kemajuan teknologi yang pesat yang biasa disebut globalisasi.

Orang bisa berinteraksi melewati batas negara dengan mudah dan murah. Dalam dunia bisnis, kemajuan teknologi membuat transaksi bisnis bisa dilakukan secara digital yang biasa disebut e-commerce.

Di dalam sistem digital tersebut terjadi berbagai transaksi yang dilakukan oleh berbagai pihak, transaksi yang dilakukan pun bisa B2B, B2C, C2C, dan C2B. Setiap orang dengan akses internet dapat melakukan transaksi tersebut dengan mudah, inilah kemajuan teknologi dalam dunia bisnis.

Di Indonesia pada September 2017, pengguna internet aktif berjumlah 133 juta jiwa dan 115 juta di antaranya pengguna media sosial yang aktif.  Pada 2015, jumlah transaksi elektronik (e-commerce) Indonesia mencapai US$1,7 miliar atau 1,2% dari total penjualan retail Indonesia.

Perkembangan teknologi di Indonesia mendorong tumbuhnya pasar e-commerce ini dan menurut analisis dari Nielsen pasar e-commerce Indonesia akan mencapai US$46 miliar atau 52% dari total pasar e-commerce 6 negara terbesar di ASEAN.

Dalam melihat kondisi ini, pemerintah hendaknya melihat kemajuan teknologi dan pesatnya pertumbuhan pasar e-commerce sebagai sebuah kesempatan dalam menambah penerimaan pajak. Memang dalam memungit pajak di industri teknologi tidaklah gampang karena beberapa alasan.

Pertama, industri ini bergerak secara cepat dan tidak berwujud. Hal ini menyulitkan dalam memungut pajak industri ini. Karena dalam undang-undang pajak Indonesia mensyaratkan bahwa suatu usaha dapat dikenakan pajak jika memiliki bentuk fisik di Indonesia, hal ini tidak berlaku bagi dunia digital yang bisa melakukan transaksi tanpa memiliki bentuk fisik di suatu negara.

Kedua, industri ini bersifat anonim yang menyulitkan dalam mengidentifikasi pelaku transaksi. Hal ini membuat para petugas pajak kesulitan mencari pajak atas suatu transaksi. Ketiga,peraturan pajak di Indonesia masih memiliki celah untuk melakukan penghindaran pajak. Seperti aturan perpajakan Indonesia yang mengharuskan adanya bentuk fisik atau BUT di Indonesia.

Oleh karena itu pemerintah hendaknya melakukan sebuah terobosan baru agar industri ini dapat dikenakan pajak karena hal ini menyangkut keadilan. Karena jika industri konvensional harus membayar pajak maka industry digital pun harus dikenakan pajak karena mereka mendapatkan manfaat ekonomi dari kegiatannya di Indonesia.

Solusi Utama

UNTUK meningkatkan penerimaan pajak, pemerintah bisa mengenakan tarif pajak sebesar 1% dari omset untuk para penjual online sesuai PP 46/2013 dengan syarat omzet kurang dari 4,8 milyar setahun dan bukan jasa notaris, dokter, arsitek, pengacara, dan  jasa perantara lainnya.

Namun solusi ini bukan untuk permasalahan utama. Untuk solusi dari permasalahan utama dalam memajaki dunia digital ini, pemerintah harus membuat suatu instrumen pajak baru untuk mengakomodasi kemajuan teknologi ini. Karena jika tidak memiliki suatu instrumen pajak yang jelas maka akan sulit untuk menarik pajak dari industri ini.

Sebagai acuan dalam menerapkan instrumen pajak atas industri teknologi atau biasa disebut e-commerce ini, pemerintah Indonesia bisa belajar dari beberapa negara yang cukup berhasil dalam menarik pajak dari pelaku bisnis ini.

Negara-negara yang bisa digunakan sebagai acuan seperti Inggris yang menggunakan istilah Google Tax, India dengan istilah Equalization Tax, atau Australia. Dalam pembuatan instrumen baru ini juga memerlukan informasi tentang tax treaty agar hak untuk memungut pajak bisa dikompromikan antar negara dan agar pelaku bisnis ini tidak dua kali membayar pajak.

Transaksi yang dapat dikenakan seperti pembagian komisi iklan, transaksi B2B, jual beli aplikasi, dan berbagai transaksi digital yang pada dasarnya tidak terlihat dan pelakunya sebagai penerima tambahan manfaat ekonomi tidak memiliki bentuk fisik(BUT) di Indonesia.

Pengawasan Kepatuhan

KEMUDIAN untuk dapat meningkatkan penerimaan pajak, kita bisa memanfaatkan teknologi dalam hal ini media sosial untuk mengawasi kepatuhan pajak seseorang. Hal ini seperti yang dilakukan di India dan di Indonesia sempat dilakukan ketika sesorang me-mention akun Twitter DJP karena seorang artis memiliki mobil mewah.

Jika masyarakat ikut berperan aktif dalam mengawasi kepatuhan pajak seseorang dengan mengawasi sosial media mereka maka diharapkan penerimaan pajak juga meningkat. Hal lain yang sudah dilakukan pemerintah untuk memanfaatkan teknologi adalah seperti e-filling dan banyaknya akses untuk masalah pajak secara online.

Kemudian baru-baru sebuah aplikasi transportasi online (Go-Jek) ditunjuk sebagai agen pajak, hal ini memudahkan para wajib pajak untuk mengirimkan SPT tahunan dan untuk registrasi NPWP, hal ini menunjukkan bahwa teknologi dapat membantu dan dimanfaatkan untuk meningkatkan penerimaan negara.

Sebagai negara yang besar, Indonesia hendaknya bisa mendorong kemajuan teknologi yang dapat mendorong tumbuhnya perekonomian. Kemajuan teknologi hendaknya mampu mendorong peningkatan penerimaan pajak bukannya malah menjadi halangan.

Oleh karena itu, kebutuhan akan sebuah instrumen pajak yang mampu mengakomodir kebutuhan untuk memungut pajak seharusnya menjadi sebuah prioritas dari pemerintah sebagai regulator pajak. Karena hal ini menyangkut keadilan di mata pajak.

Jika pelaku bisnis konvensional dikenakan pajak maka demikian juga dengan pelaku bisnis digital atau e-commerce. Jadi, mari kita jadikan kemajuan teknologi sebagai sebuah kesempatan untuk dapat meningkatkan penerimaan pajak dengan berbagai cara terutama yang dapat kita lakukan seperti mengawasi kepatuhan pajak para wajib pajak.*

Editor :
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.