Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Sejumlah insentif pajak untuk wajib pajak terdampak pandemi Covid-19 akan berakhir pada bulan ini. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Jumat (3/6/2022).
Staf Ahli Menkeu Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan pemerintah masih melakukan evaluasi mengenai keberlanjutan pemberian insentif pajak. Pemberian insentif hanya akan diarahkan kepada sektor usaha yang masih mengalami tekanan akibat pandemi Covid-19.
“Kita masih lakukan evaluasi saat ini. Beberapa sektor sudah pulih. Beberapa mungkin masih memerlukan support,” ujar Yon.
Sebagai informasi kembali, PMK 3/2022 memuat 3 jenis insentif. Pertama, pembebasan dari pemungutan pajak penghasilan (PPh) Pasal 22 Impor untuk 72 klasifikasi lapangan usaha (KLU) berlaku sejak Surat Keterangan Bebas (SKB) PPh Pasal 22 impor terbit sampai dengan tanggal 30 Juni 2022.
Kedua, pengurangan besaran angsuran PPh Pasal 25 untuk 156 KLU sampai dengan masa pajak Juni 2022. Ketiga, PPh final jasa konstruksi ditanggung pemerintah (DTP) atas penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak penerima P3-TGAI sampai dengan masa pajak juni 2022.
Selain itu, pemberian insentif pajak atas barang yang dibutuhkan untuk penanganan Covid-19 berdasarkan PMK 226/2021 juga akan berakhir pada 30 Juni 2022. Barang yang dibutuhkan dalam penanganan pandemi diberikan dalam bentuk pajak PPN DTP dan PPh Pasal 22 impor tidak dipungut.
Selain mengenai peluang keberlanjutan pemberian insentif pajak, ada pula bahasan terkait dengan temuan Badan Pemerika Keuangan (BPK) mengenai pengenaan tarif PPh badan yang tidak sesuai dengan ketentuan atas wajib pajak pada KPP Perusahaan Masuk Bursa (PMB).
Kementerian Keuangan mencatat realisasi anggaran program pemulihan ekonomi nasional (PEN) hingga 13 Mei 2022 sudah mencapai Rp80,79 triliun. Realisasi tersebut setara 17,73% dari alokasi Rp455,62 triliun.
Khusus insentif perpajakan, realisasinya baru mencapai Rp5,2 triliun. Menurut Dirjen Pajak Suryo Utomo, realisasi serapan insentif tersebut sudah cukup baik. Untuk insentif perpajakan berdasarkan PMK 3/2022, realisasinya sudah 79%. (DDTCNews)
Pemerintah mulai mengevaluasi pemberian fasilitas kepabeanan dan/atau cukai serta kebijakan perpajakan atas impor barang yang diperlukan untuk penanganan pandemi Covid-19.
Direktur Fasilitas Kepabeanan DJBC Untung Basuki mengatakan evaluasi itu dilakukan sejalan dengan perbaikan situasi pandemi. Dengan kondisi tersebut, pemanfaatan fasilitas kepabeanan/dan cukai atas barang yang dibutuhkan untuk penanganan Covid-19 juga menunjukkan tren penurunan.
"[Fasilitas] ini masih berlaku karena PMK-nya masih berlaku dan sekarang sedang dalam taraf pengkajian atau evaluasi," katanya. (DDTCNews)
Berdasarkan pada hasil audit BPK, pemeriksa pajak diketahui menetapkan PPh terutang Rp268,81 miliar dari penghasilan kena pajak pada tahun pajak 2016 senilai Rp1,16 triliun. Dari penghitungan aritmatik diketahui persentase antara PPh terutang dan penghasilan kena pajak adalah 22,99%.
Dengan tarif PPh badan sebesar 25% kala itu, auditor negara memandang pajak penghasilan terutang seharusnya senilai Rp292,29 miliar, bukan sejumlah Rp268,81 miliar sebagaimana yang ditetapkan oleh pemeriksa pajak.
Menurut BPK, masalah kekurangan penetapan pajak tersebut timbul akibat kurang cermatnya tim pemeriksa pajak dalam pengujian dan kurang cermatnya direktur pemeriksaan dan penagihan serta kasubdit dalam mengawasi pemeriksaan. (DDTCNews)
Dirjen Bea dan Cukai Askolani mengatakan pemerintah telah menyediakan berbagai fasilitas yang dapat dimanfaatkan pelaku usaha. Menurutnya, peningkatan ekspor dari pelaku usaha bisa berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi setelah pandemi Covid-19.
Askolani menuturkan DJBC memiliki tugas sebagai trade facilitator dan industrial assistance, yang salah satunya tugasnya memberikan fasilitas kepabeanan. Beberapa fasilitas yang tersedia antara lain kemudahan impor tujuan ekspor (KITE) industri kecil menengah (IKM), KITE pembebasan, KITE pengembalian, dan kawasan berikat. Simak ‘Pacu Ekspor, DJBC Ajak Pengusaha Manfaatkan Fasilitas Kepabeanan’. (DDTCNews/Kontan/Bisnis Indonesia)
Staf Ahli Menkeu Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan kinerja penerimaan pas sejauh ini yang masih terus positif mencerminkan adanya pemulihan ekonomi. Konsumsi masyarakat juga membaik, sehingga kinerja pajak pertambahan nilai (PPN) juga cukup baik.
Yon menjelaskan saat ini terdapat 11 kelompok barang dan 43 subkelompok barang yang merupakan komoditas penentu inflasi. Yon mengatakan sebagian dari barang-barang tersebut telah mendapatkan fasilitas PPN. (DDTCNews/Bisnis Indonesia)
Pemerintah akan menjalankan sejumlah kebijakan teknis pajak pada tahun depan untuk optimalisasi penerimaan. Pemerintah akan terus berupaya melakukan optimalisasi penerimaan pajak dengan menjaga peningkatan rasio pajak secara bertahap.
“Kebijakan teknis pajak tahun 2023 akan disusun dengan tetap menjaga efektivitas reformasi struktural, menjaga efektivitas reformasi fiskal, dan konsolidasi fiskal,” tulis pemerintah dalam dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2023. Simak ‘Termasuk Implementasi NIK Jadi NPWP, Ini Kebijakan Teknis Pajak 2023’. (DDTCNews) (kaw)