PERSOALAN pajak tidaklah sederhana, bukan hanya sekadar menyerahkan sebagian penghasilan atau kekayaan seseorang kepada negara. Identifikasi dapat dilihat dari berbagai macam aspek yang bergantung pada pendekatannya. Sehingga, hal ini menunjukkan bahwa permasalahan pajak dapat ditinjau dari berbagai aspek seperti ekonomi, keuangan, dan sosiologi.
Dari sudut pandang ekonomi, pajak merupakan perpindahan sumber daya moneter dari masyarakat kepada negara. Kemudian pendekatan dari aspek keuangan, lebih menitikberatkan pajak sebagai bagian yang sangat penting dalam menatakelola sumber daya moneter tersebut. Lalu, dari pendekatan sosiologi menyangkut akibat atau manfaat terhadap masyarakat atas pemungutan pajak.
Mengingat begitu pentingnya peranan pajak, maka pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak yang kini berada di bawah naungan Kementerian Keuangan telah melakukan berbagai upaya strategis untuk memaksimalkan penerimaan pajak. Salah satu upaya terbesar yang pernah dilakukan adalah melalui reformasi perpajakan pada tahun 1984 dengan berlakunya self assessment system.
Menurut undang-undang tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan, prinsip self assessment dalam pemenuhan kewajiban perpajakan adalah wajib pajak dapat menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang sendiri, sehingga penentuan besarnya pajak yang terutang dipercayakan pada wajib pajak, baik badan maupun orang pribadi.
Akan tetapi, dengan sepenuhnya menyerahkan penghitungan, penyetoran, dan pelaporan pajak belum menjamin kepatuhan pajak. Sebab, bagaimana mungkin wajib pajak dapat patuh apabila mereka tidak mengetahui bagaimana memahami sebuah aturan perpajakan. Misal, yang paling sederhana masih ada wajib pajak yang tidak tahu kapan jatuh tempo lapor pajak atau penyerahan Surat Pemberitahuan Pajak Tahunan (SPT). Selain itu, pada praktiknya banyak juga wajib pajak yang masih kesulitan dalam mengisi SPT.
Kurangnya sosialisasi disinyalir sebagai penyebab rendahnya pemahaman masyarakat tentang pajak sehingga masih banyak yang tidak sadar betapa pentingnya peranan pajak dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sehingga pada akhirnya membuat masyarakat enggan memberikan kontribusi yang semestinya dan menyebabkan rendahnya tingkat kepatuhan wajib pajak.
Oleh karena itu, dengan adanya sosialisasi dari petugas pajak seperti penyuluhan, iklan-iklan dengan media cetak maupun elektronik dapat membuat para wajib pajak lebih mudah mengerti dan lebih cepat mendapat informasi perpajakan, maka pengetahuan wajib pajak pun terhadap hak dan kewajiban perpajakannya akan bertambah tinggi.
Selain itu, dengan meningkatnya pengetahuan perpajakan masyarakat melalui pendidikan perpajakan atau Edukasi Pajak baik formal maupun non formal juga akan berdampak positif terhadap kesadaran wajib pajak.
Administrasi Perpajakan di Era Modernisasi
DIDUKUNG dengan adanya modernisasi sistem administrasi pada perpajakan menunjukkan adanya peningkatan yang lebih efisien dan lebih produktif. Berikut hal-hal yang mengindikasikan efektivitas sistem perpajakan yang saat ini dapat dirasakan oleh wajib pajak.
Pertama, adanya sistem pelaporan melalui e-SPT dan e-Filling. Kedua, pembayaran melalui e-banking yang memudahkan wajib pajak dapat melakukan pembayaran dimana saja dan kapan saja. Ketiga, penyampaian SPT melalui dropbox yang dapat dilakukan diberbagai tempat, tidak harus di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat wajib pajak terdaftar.
Keempat, peraturan perpajakan dapat diakses secara lebih cepat melalui internet, tanpa harus menunggu adanya pemberitahuan dari KPP tempat wajib pajak terdaftar. Kelima, pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang dapat dilakukan secara online melalui e-Registration dari website pajak yang akan memudahkan wajib pajak.
Selain itu, pemerintah juga mencanangkan Pajak Bertutur, yang merupakan edukasi program pajak yang sangat baik untuk membangun kesadaran masyarakat. Program ini dilakukan serentak di seluruh Indonesia pada tanggal 11 Agustus 2017 lalu, di mana dilaksanakan di 2.000 tempat pendidikan dari SD sampai dengan perguruan tinggi yang diikuti lebih dari 125.000 pelajar dan mahasiswa.
Pajak Bertutur bertujuan mempersiapkan generasi emas yang sadar pajak. Sebagai pemuda-pemudi yang termasuk generasi emas, seharusnya kita dapat menanamkan dalam diri jargon "Kami Pemuda, Kami Sadar Pajak," karena pada hakikatnya tidak dapat dipungkiri bahwa sadar pajak mengandung nilai-nilai yaitu, sadar pajak mengandung nilai religius, sadar pajak mengandung nilai nasionalis, sadar pajak mengandung nilai mandiri, sadar pajak mengandung nilai integritas, dan sadar pajak mengandung nilai gotong royong.
Jadi mari mengenal pajak dari usia dini karena sesungguhnya warga negara yang sadar pajak adalah warga negara yang baik.