BERITA PAJAK HARI INI

Jelang Akhir Tahun, Mau Kurangi Angsuran PPh Pasal 25? Ini Kata DJP

Redaksi DDTCNews | Kamis, 17 November 2022 | 08:51 WIB
Jelang Akhir Tahun, Mau Kurangi Angsuran PPh Pasal 25? Ini Kata DJP

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Pajak (DJP) kembali mengingatkan tentang ketentuan permohonan pengurangan angsuran PPh Pasal 25. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Kamis (17/11/2022).

Wajib pajak tidak dapat langsung menghentikan angsuran PPh Pasal 25 ketika ada perkiraan kelebihan pembayaran pajak menjelang akhir tahun. Wajib pajak perlu terlebih dahulu mengajukan permohonan pengurangan angsuran PPh Pasal 25 sesuai dengan KEP-537/PJ/2000.

“Tidak ada batas waktu pengajuannya. Namun, sudah harus melewati 3 bulan pertama dan masih di tahun yang sama,” cuit contact center DJP, Kring Pajak, merespons pertanyaan warganet di Twitter.

Baca Juga:
UMKM Telat Bayar PPh Final 0,5 Persen, Apa Konsekuensinya?

Otoritas mengatakan permohonan dapat diajukan apabila sesudah 3 bulan atau lebih tahun berjalannya suatu tahun pajak, wajib pajak dapat menunjukkan PPh yang akan terutang kurang dari 75% PPh terutang dasar penghitungan besarnya PPh Pasal 25.

Pengajuan permohonan dilakukan secara tertulis kepada kepala kantor pelayanan pajak (KPP) tempat wajib pajak terdaftar. Wajib pajak perlu menyertakan penghitungan besaran PPh yang akan terutang. Penghitungan berdasarkan perkiraan penghasilan yang akan diterima atau diperoleh.

Wajib pajak juga perlu menyampaikan penghitungan besarnya PPh Pasal 25 untuk bulan-bulan yang tersisa dari tahun pajak yang bersangkutan.Sepanjang memenuhi kriteria dalam KEP-537/PJ/2000, sambung otoritas, wajib pajak dapat mengajukan pengurangan angsuran PPh Pasal 25.

Baca Juga:
Penghitungan Pengurangan Sanksi SKPKB Penerima Restitusi PER-5/PJ/2023

Selain mengenai permohonan pengurangan angsuran PPh Pasal 25, ada pula ulasan terkait dengan laporan gratifikasi yang diterima DJP. Selain itu, masih ada juga ulasan mengenai banyaknya modus operandi pidana perpajakan berupa penggunaan faktur pajak tidak berdasarkan transaksi sebenarnya.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

Permohonan Pengurangan Angsuran PPh Pasal 25 Dianggap Diterima

Contact center DJP, Kring Pajak, menjelaskan keputusan dari kepala KPP terhadap permohonan pengurangan angsuran PPh Pasal 25 akan diberikan dalam jangka waktu satu bulan sejak tanggal diterimanya surat permohonan wajib pajak.

Apabila kepala KPP belum memberikan keputusan dalam jangka waktu tersebut, permohonan pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 dari wajib pajak dianggap diterima. Dengan demikian, wajib pajak dapat melakukan pembayaran PPh Pasal 25 sesuai dengan penghitungannya untuk bulan-bulan yang tersisa dari tahun pajak yang bersangkutan. (DDTCNews)

Baca Juga:
Kerek Tax Ratio, Sri Mulyani: Reformasi Perpajakan Perlu Dilanjutkan

Hitung Ulang PPh Pasal 25 Ketika Ada Kenaikan Usaha

Sesuai dengan KEP-537/PJ/2000, ada pula potensi penyesuaian apabila terdapat peningkatan usaha pada tahun pajak berjalan sehingga estimasi PPh yang akan terutang lebih dari 150% dari PPh terutang dasar penghitungan besarnya PPh Pasal 25.

Jika kondisi itu terjadi, PPh Pasal 25 untuk bulan-bulan yang tersisa dari tahun pajak yang bersangkutan harus dihitung kembali berdasarkan perkiraan kenaikan PPh yang terutang tersebut. Penghitungan kembali dilakukan wajib pajak sendiri atau kepala KPP. (DDTCNews)

Laporan Gratifikasi

Unit Pengendali Gratifikasi (UPG) DJP menyampaikan adanya kenaikan signifikan atas laporan gratifikasi pada tahun lalu. Berdasarkan pada data yang disampaikan dalam Laporan Tahunan DJP 2021, UPG eselon I DJP menerima 249 laporan gratifikasi pada 2021.

Baca Juga:
Kemendagri Mulai Atur Dasar Pengenaan Pajak Alat Berat

“Jumlah ini meningkat cukup tinggi dari tahun sebelumnya, yaitu 59 laporan,” tulis DJP dalam laporan tersebut. (DDTCNews)

Langkah yang Dilakukan DJP

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Neilmaldrin Noor menegaskan otoritas pajak terus melakukan berbagai langkah untuk menekan modus operandi yang dilakukan wajib pajak dalam menghindari pajak.

Langkah reformasi yang telah dilaksanakan DJP di antaranya digitalisasi penomoran faktur pajak (e-Nofa). DJP meluncurkan situs web e-nofa untuk memudahkan PKP meminta NSFP yang sebelumnya dilakukan secara manual.

Baca Juga:
Catat! Pemindahbukuan ke NPWP yang Berbeda Harus Manual ke KPP

Selain itu, e-nofa juga mendukung penerapan e-faktur yang memudahkan pengawasan sekaligus mencegah munculnya faktur pajak fiktif. Selain itu, DJP terus memperkuat sinergi dengan aparat penegak hukum dan lembaga peradilan untuk melakukan pelatihan bersama dan kegiatan sinergis lainnya.

DJP juga melakukan penguatan asas ultimum remedium berupa perubahan Pasal 44B UU KUP yang menaikkan sanksi faktur pajak fiktif untuk menimbulkan efek gentar. Semula, sanksi atas pelanggaran tersebut sebesar 3 kali pajak yang kurang dibayar. Kini, sanksi naik menjadi 4 kali pajak kurang dibayar. (DDTCNews)

Realisasi Investasi Penerima Insentif

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Neilmaldrin Noor mengatakan hingga 30 September 2022, realisasi investasi penerima tax holiday untuk industri pionir baru Rp143,37 triliun. Untuk investasi penerima tax holiday kawasan ekonomi khusus senilai Rp8,47 triliun.

Baca Juga:
Sri Mulyani Ungkap Kekhawatiran Soal Harga Minyak Dunia pada 2024

Kemudian, realisasi investasi penerima tax allowance industri prioritas tertentu senilai Rp4,03 triliun. Menurut Neilmaldrin, realisasi investasi tidak hanya dipengaruhi faktor insentif. Pasalnya, pandemi Covid-19 juga telah memperlambat aktivitas perekonomian. (Kontan)

Presidensi G-20

Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi menutup Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G-20 yang berlangsung selama 2 hari terakhir di Bali. Jokowi juga menyerahkan tampuk kepemimpinan G-20 (presidensi) pada 2023 kepada India.

Secara simbolik, Jokowi menyerahkan palu kepemimpinan KTT G-20 kepada Perdana Menteri (PM) India Narendra Modi. Jokowi optimistis kepemimpinan India tahun depan bisa makin mewujudkan pemulihan global dan membangun pertumbuhan ekonomi yang inklusif. (DDTCNews/Kontan/Bisnis Indonesia)

Baca Juga:
30 Persen WP Badan Tunggak PBB, Bapenda Pertegas Penindakan

Pertemuan Ketiga Asia Initiative

Dirjen Pajak Suryo Utomo memimpin pertemuan ketiga Asia Initiative yang digelar di Spanyol pada pekan lalu, 8 November 2022. Suryo yang juga menjabat sebagai Chair of Asia Initiative menyampaikan informasi terkini, khususnya hasil dari pertemuan kedua yang digelar pada 31 Agustus hingga 2 September 2022 di Bali.

"Pertemuan kedua tersebut menyepakati program kerja yang berfokus pada peningkatan kapasitas regional yang didasari karena adanya perbedaan kapabilitas pada yurisdiksi anggota Asia Initiative dalam menerapkan standar pertukaran informasi," katanya. (DDTCNews) (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR

0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

BERITA PILIHAN

Senin, 05 Juni 2023 | 18:00 WIB KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu Metode Pengulangan dalam Menentukan Nilai Pabean?

Senin, 05 Juni 2023 | 15:45 WIB UU HKPD

Kemendagri Mulai Atur Dasar Pengenaan Pajak Alat Berat

Senin, 05 Juni 2023 | 15:17 WIB PMK 242/2014

Catat! Pemindahbukuan ke NPWP yang Berbeda Harus Manual ke KPP

Senin, 05 Juni 2023 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Sri Mulyani Ungkap Kekhawatiran Soal Harga Minyak Dunia pada 2024

Senin, 05 Juni 2023 | 14:31 WIB KOMISI YUDISIAL

Tok! Amzulian Rifai Terpilih Jadi Ketua Komisi Yudisial

Senin, 05 Juni 2023 | 14:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Sri Mulyani Optimistis Pendapatan Negara 2023 Capai Target

Senin, 05 Juni 2023 | 14:18 WIB APBN 2023

Cek Rekening! Gaji ke-13 ASN Dicairkan Mulai Hari Ini