Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dalam Forum Asia Tech x Singapore’s ATxSummit.
JAKARTA, DDTCNews - Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan Indonesia memiliki agenda kepentingan yang akan dijalankan saat menduduki kursi presidensi G20 pada 2022.
Airlangga menyampaikan kepentingan tersebut tentang tindak lanjut konsensus global pajak ekonomi digital. Menurutnya, Indonesia akan mendorong kepastian konsensus pajak ekonomi digital, termasuk pada aspek teknis penerapan kebijakan.
"Ada banyak masalah terutama pada pajak digital karena melibatkan banyak sektor. Di bawah presidensi Indonesia, kami ingin pastikan kapan pajak ekonomi digital diimplementasikan," katanya dalam Forum Asia Tech x Singapore’s ATxSummit, dikutip pada Jumat (13/8/2021).
Airlangga menjelaskan tantangan pajak ekonomi digital adalah memastikan negara tidak kehilangan pendapatan atas aktivitas ekonomi secara daring. Selain itu, aspek keadilan pajak juga menjadi isu krusial dalam implementasi pajak ekonomi digital secara internasional.
Fokus isu keadilan yaitu pada perusahaan multinasional digital dan tidak memiliki kehadiran fisik di negara tempat beroperasi. Dia berharap hak negara mendapatkan penerimaan bisa terjaga dan pelaku usaha juga mendapatkan kepastian dalam jangka panjang.
"Keadilan pajak sangat penting untuk hal ini, terutama pada rezim perpajakan bagi perusahaan yang tidak memiliki kehadiran fisik. Kami akan coba sampaikan solusinya," jelas Airlangga.
Sebagai informasi, saat ini sudah ada proposal konsensus global pajak digital melalui Pilar 1 dan Pilar 2. Konsensus atas Pilar 1: Unified Approach akan membuat semua negara memiliki hak pemajakan yang lebih pasti dan adil tanpa melihat kehadiran fisik.
Sebab, selama ini banyak negara kesulitan memungut pajak dari perusahaan multinasional karena mengharuskan kehadiran fisik yang masuk dalam konsep bentuk usaha tetap (BUT).
Pajak akan dikenakan pada perusahaan multinasional yang memiliki nilai omzet €20 miliar dalam setahun dengan tingkat profitabilitas di atas 10%. Perusahaan tidak termasuk sektor ekstraktif dan jasa keuangan. Sebanyak 20%-30% dari kelebihan laba di atas 10% akan dialokasikan ke yurisdiksi pasar.
Sementara itu, Pilar 2: Global Anti Base Erosion (GloBE) akan mengatur penerapan pajak minimum global sebesar 15% untuk perusahaan multinasional. Meski demikian, tetap ada ketentuan carve-out 5% yang menjadi ruang pemberian insentif pajak.
Ketentuan pajak minimum global akan memastikan semua perusahaan multinasional membayar pajak sesuai yang telah disepakati. Ketentuan pajak minimum akan dikenakan pada perusahaan yang memiliki threshold omzet konsolidasi €750 juta. Persetujuan multilateral akan dibuka pada 2022 dan implementasi kebijakan pada tahun fiskal 2023. (rig)