Lilis Safriani,
SALAH satu faktor utama suatu negara bisa di katakan negara maju jika negara itu mempunyai pembangunan yang andal dan terstruktur baik dari segi sosial, politik, ekonomi, budaya, dan teknologi. Bagaimana dengan Indonesia? Indonesia sendiri masih terkendala dalam merealisasikan pembangunan berkelanjutannya, sehingga sampai detik ini masih masuk kategori negara berkembang, bukan negara maju.
Dana untuk membiayai pembangunan itu sendiri sebagian besar diperoleh dari pajak. Pajak menyumbang 76% porsi penerimaan negara. Pajak digunakan untuk membiayai negara, gaji pegawai negeri, biaya pendidikan, subsidi, utang negara, pembangunan sarana dan prasarana, serta masih banyak lagi. Dengan demikian, pajak berperan penting dala menciptakan kesejahteraan Indonesia.
Sudah sepantasnya pemerintah dan masyarakat harus menjalankan tugas dan kewajibannya dengan penuh tanggung jawab. Mantan Presiden Amerika Serikat (AS) John F Kennedy pernah berkata, “Jangan tanyakan apa yang negara berikan kepadamu tapi tanyakan apa yang kamu berikan kepada negaramu”.
Indonesia bisa belajar dari AS, mengapa AS bisa menjadi negara maju? Sebab, di sana selalu ditanamkan pemikiran untuk mengutamakan kewajiban bernegara dibandingkan menuntut hak kepada negara. Sehingga bisa diambil kesimpulan bahwa tingkat kesadaran warga negara menjadi faktor utama dalam menjadikan negara yang makmur dan sejahtera.
Akan tetapi, pada kenyataannya tingkat kesadaran masyarakat di Indonesia masih minim. Hal ini dapat dilihat dari peran penting pajak terhadap negara yang tidak diimbangi dengan tingkat kepatuhan pajak.
Rasio pajak di tahun 2016 masih berada di 11% karena kepatuhan pajak yang masih rendah. Oleh karena itu, negara memiliki beban pikul yang berat dalam meningkatkan kepatuhan tersebut. Sebesar apapun usaha yang dilakukan pemerintah tanpa didukung oleh kesadaran masyarakat untuk peduli terhadap pajak, maka semua itu sia-sia.
Lantas, apa yang menyebabkan tingkat kesadaran masyarakat untuk membayar pajak itu rendah? Apakah dari kurangnya pemahaman dan pengetahuan yang dimiliki oleh rakyat Indonesia? Apakah sepenuhnya salah rakyat atau pejabat yang berwenang, yang menyebabkan masyarakat enggan membayar pajak?
“Orang bijak taat pajak, orang pajak bejat-bejat”, begitulah pernah terdengar. Persepsi negatif ini yang menyebabkan kendala besar rakyat Indonesia menjadi enggan membayar pajak. Hal ini didukung juga oleh adanya segenap oknum pegawai pajak yang melakukan penyelewengan terhadap uang pajak. Sebut saja Gayus, perbuatan yang dilakukan Gayus juga mendapat respons dari masyarakat hingga pernah tercipta lagu berjudul “Andai Ku Gayus Tambunan”.
Masih ada yang berasumsi membayar pajak hanya akan membuat pegawai pajak membesarkan perutnya sendiri, padahal uang tersebut untuk membiayai negara dalam rangka menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan bangsa. Ketidakpahaman masyarakat akan pentingnya pajak seharusnya membuat pemerintah mencari cara dalam meningkatkan kepatuhan, seperti langsung turun tangan memberikan pemahaman dan pengetahuan tentang pajak.
Pernah mendengar pepatah “Belajar di waktu muda bagaikan mengukir di atas batu. Belajar di waktu tua bagai menulis di atas air”?
Pepatah ini dapat dikaitkan dengan strategi pemerintah. Pengetahuan mengenai pajak sudah sepantasnya diperkenalkan sejak dini, mulai dari SD, SMP, SMA, dan di perguruan tinggi. Meskipun belum menjalankan kewajiban pajak, namun mereka mempunyai peranan yang besar untuk kelanjutan bangsa dan negara.
Generasi muda adalah aset utama negara, karena mereka nantinya yang akan mengisi posisi untuk meneruskan kelanjutan negara ini nantinya. Melalui Pajak Bertutur, yang merupakan kegiatan mengajar selama 1 jam yang dilakukan oleh seluruh unit kerja Direktorat Jenderal Pajak dengan serempak kepada SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi sudah tepat.
Karena pada dasarnya, pajak adalah iuran yang harus dibayar oleh wajib pajak (masyarakat) kepada negara (pemerintah) berdasarkan undang undang dan tidak memperoleh balas jasa secara langsung. Menurut Pasal 1 angka 1 UU No. 6 Tahun 1983 sebagaimana telah disempurnakan terakhir dengan UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan umum dan tata cara perpajakan, pajak adalah "kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang Undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.''