Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - World Bank merilis indikator baru yang mengukur tingkat kemudahan berusaha di setiap negara, berjuluk Business Ready (B-Ready). Indonesia masuk dalam daftar 50 negara yang diukur kinerjanya. Topik ini cukup mendapat sorotan dari netizen selama sepekan terakhir.
World Bank memberikan skor kepada Indonesia sebesar 59,91 atas aspek perpajakan (taxation) dalam laporan Business Ready (B-Ready) 2024. Laporan ini mengukur indikator kemudahan berusaha dan iklim investasi sekaligus menjadi pengganti indikator sebelumnya, Ease of Doing Business (EoDB).
Dalam laporan B-Ready 2024 disebutkan skor yang diperoleh Indonesia pada aspek taxation masih lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata skor 50 negara yang tercakup dalam laporan B-Ready 2024 sebesar 53,5 dan median sebesar 55,65.
World Bank mengungkapkan aspek taxation diukur melalui 3 pilar, yakni kualitas regulasi perpajakan (pilar I), layanan publik yang diberikan oleh otoritas pajak (pilar II), dan implementasi praktis dari sistem perpajakan yang berlaku (pilar III).
Untuk pilar I, penilaiannya dihitung berdasarkan beberapa indikator antara lain ketersediaan pedoman pajak, keberadaan binding rulings, transparansi penyusunan ketentuan pajak, dan penyelenggaraan konsultasi publik dalam penyusunan regulasi.
Pilar I juga menilai kesederhanaan proses pelaporan SPT, kemudahan dalam mendaftarkan diri sebagai wajib pajak, hingga prosedur untuk mengajukan restitusi PPN. Adapun skor Indonesia terkait dengan pilar I ialah sebesar 66,75.
Pada pilar II, World Bank melakukan penilaian atas sistem administrasi elektronik yang berlaku, pengelolaan data, transparansi, serta prosedur pemeriksaan dan sengketa. Skor Indonesia untuk pilar II ini sebesar 61,67.
Untuk pilar III, World Bank melakukan penilaian atas waktu yang dibutuhkan wajib pajak untuk melapor dan membayar SPT, menempuh proses pemeriksaan dan sengketa, dan mengajukan restitusi PPN.
Pilar III tersebut juga mengukur tarif efektif PPh badan dan tarif efektif PPh Pasal 21 yang ditanggung perusahaan. Adapun skor Indonesia untuk pilar III tersebut sebesar dan 51,3.
Selain bahasan mengenai B-Ready, ada pula ulasan mengenai ketentuan baru dalam coretax system, pemanfaatan artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan dalam administrasi pajak, hingga aturan terkini operasional Pengadilan Pajak.
World Bank mengungkapkan cakupan penilaian atas aspek perpajakan (taxation) dalam B-Ready telah diperluas.
Penilaian atas aspek perpajakan dalam B-Ready dilakukan dengan mempertimbangkan proses penyusunan regulasi pajak, transparansi dalam proses pendaftaran wajib pajak, ketersediaan sistem pelaporan SPT secara elektronik, proses audit, dan lain-lain.
"B-Ready juga mengukur efisiensi operasi sistem pajak dari sudut pandang swasta dengan mengukur seberapa lama proses tertentu berlangsung dan berapa tarif pajak efektif yang harus dibayar perusahaan," tulis World Bank. (DDTCNews)
Pengusaha kena pajak (PKP) yang melakukan penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak (BKP/JKP) harus mencantumkan kode barang dan jasa dalam faktur pajak.
Penyuluh Pajak Ahli Pertama Ditjen Pajak (DJP) Iqbal Rahadian mengatakan fitur pencantuman kode barang atau jasa dalam faktur pajak tersebut bakal tersedia pada aplikasi coretax administration system.
"Bisa jadi antarperusahaan itu punya kode-kode tersendiri. Nanti, di coretax, akan sama semua. Bapak/Ibu tinggal memilihnya saja di bagian Code. Nanti bisa di-filter," katanya. (DDTCNews)
Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu mengatakan teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) memiliki kemampuan untuk menghitung dan memproyeksikan penerimaan pajak.
Dalam acara Rapat Terbuka Senat: Puncak Dies Natalis ke-15 & Lustrum III Sekolah Vokasi UGM Tahun 2024, Anggito menjelaskan teknologi AI bisa memperkirakan penerimaan pajak berdasarkan indikator-indikator yang tersedia.
"Saya bisa ngitung penerimaan pajak [pakai AI]. Kita jumlahnya ini, jumlah orangnya segini, jumlah PDB-nya segini, berapa penerimaan pajak, proyeksinya ketemu, sudah. Sudah enggak perlu DJP, enggak perlu Kanwil [DJP], enggak perlu," katanya. (DDTCNews)
Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (PPPK) Kementerian Keuangan menyampaikan pengumuman yang berisi imbauan kepada akuntan beregister.
Melalui PENG-5/PPPK/2024, PPPK memberikan penegasan bahwa akuntan beregister adalah seseorang yang telah terdaftar pada register negara akuntan dan memperoleh piagam akuntan beregister yang diselenggarakan oleh menteri keuangan.
“Akuntan beregister harus menjadi anggota asosiasi profesi bidang akuntansi, memelihara kompetensi dan sertifikasi profesi akuntansi, serta mematuhi kode etik,” bunyi pengumuman yang ditetapkan oleh Kepala PPPK Erawati pada 28 Agustus 2024 tersebut. (DDTCNews)
Sekretariat Pengadilan Pajak memutuskan untuk mengurangi cakupan layanan yang diberikan melalui loket A kepada pemohon banding/gugatan.
Dengan diimplementasikannya e-tax court sebagai aplikasi untuk mengadministrasikan sengketa pajak dan menyelenggarakan sidang secara elektronik, ke depan layanan loket A hanya mencakup pendampingan permohonan banding/gugatan melalui e-tax court dan penyampaian surat selain permohonan banding/gugatan.
"Mulai tanggal 1 November 2024 Layanan Loket A Sekretariat Pengadilan Pajak hanya melayani pendampingan terhadap permohonan banding/gugatan yang disampaikan melalui e-tax court dan surat selain permohonan banding/gugatan," tulis Sekretariat Pengadilan Pajak dalam Pengumuman Nomor PENG-6/SP/2024. (DDTCNews)