Ilustrasi. Truk kontainer mengantre di terminal peti kemas Pelabuhan Teluk Bayur, Padang, Sumatera Barat, Selasa (20/8/2024). ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra/foc.
JAKARTA, DDTCNews - Kementerian Perdagangan menyatakan Indonesia termasuk negara yang terlibat dalam banyak sengketa di di World Trade Organization (WTO).
Stafsus Menteri Perdagangan Bidang Perdagangan Internasional Bara Krishna Hasibuan mengatakan Indonesia telah terlibat dalam 79 kasus sengketa dagang sejak 1995. Sebanyak 33 kasus masih aktif, 4 kasus sebagai tergugat, 4 kasus sebagai penggugat, dan 26 kasus sebagai pihak ketiga.
"Indonesia saat ini digugat oleh Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Australia," katanya, dikutip pada Jumat (30/8/2024).
Bara menuturkan gugatan terbanyak yang dihadapi Indonesia utamanya berasal dari Uni Eropa. Meski demikian, Indonesia juga sedang menggugat Uni Eropa, Amerika Serikat, dan Australia.
Perkara yang menjadi sengketa antara Indonesia dan Uni Eropa antara lain perihal kebijakan European Green Deal, European Union Deforestation Regulation (EUDR) dan Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM) yang merugikan Indonesia.
Menurut Bara, 3 kebijakan tersebut merugikan Indonesia lantaran banyak syarat yang perlu dipenuhi oleh pelaku usaha untuk melakukan ekspor ke Uni Eropa. Ekspor yang dimaksud antara lain seperti komoditas kopi, coklat, kayu, karet, dan minyak sawit.
Sebagai informasi, kebijakan tersebut akan berlaku secara penuh pada akhir 2024 serta diperkirakan bakal membebani eksportir Indonesia yang memiliki pembeli di Uni Eropa.
Dalam menghadapi sengketa dengan negara mitra, lanjut Bara, pemerintah akan memaksimalkan kesempatan untuk menyampaikan argumen gugatan dan argumen pembelaan disertai bukti. Selain itu, Indonesia juga akan berpartisipasi aktif pada persidangan.
"Tujuannya agar argumen dan/atau pembelaan Indonesia tersebut dapat diterima dan dibenarkan oleh hakim/panel WTO," ujarnya.
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan sebelumnya menyatakan pemerintah telah melakukan berbagai langkah strategis dalam menghadapi hambatan-hambatan di sektor perdagangan luar negeri. Langkah tersebut mencakup upaya diplomasi dan pembuatan kebijakan. (rig)