LOMBA MENULIS ARTIKEL PAJAK

Generasi Milenial dan Optimalisasi Pajak Digital

Redaksi DDTCNews
Selasa, 16 Januari 2018 | 08.55 WIB
ddtc-loaderGenerasi Milenial dan Optimalisasi Pajak Digital
Heni Pratiwi,
Universitas Indonesia - Depok

TRAVELLING, shopping, dan mengisi tempat kosong di restoran ataupun kafe adalah beberapa kebiasaan yang sangat wajar dikalangan anak muda. Kini, kebiasaan itu berbeda. Generasi milenial atau anak muda kekinian memiliki gaya hidup yang berbeda dari generasi sebelumnya di mana kebiasaan tersebut tidak terlepas dari penggunaan teknologi dan pemanfaatan internet di dunia media sosial diantaranya Facebook, Instagram, Snapchat, dan Youtube dengan mendokumentasikan dan meng-upload kegiatan maupun hobi mereka di media sosial.

Selain itu, media sosial bagi anak milenial adalah sebagai wadah untuk menuangkan berbagai inovasi dan ide-ide kreatif, serta sebagai ajang menjadi orang terkenal tanpa harus menjadi selebriti di televisi maupun radio yang menyebabkan munculnya istilah selebriti media sosial.

Selebgram, Youtuber, Vlogger, dan sejenisnya adalah sebutan bagi selebriti media sosial yang tentunya tidak asing ditelinga masyarakat terutama anak milenial. Menjadi selebriti media sosial mendapatkan banyak keuntungan termasuk penghasilan jutaan rupiah.

Hingga saat ini, anak milenial memanfaatkan media sosial sebagai sumber penghasilan. Keuntunga lain yang didapat dari media sosial adalah adanya penawaran endorse untuk mempromosikan barang dagang penjual online melalui akun selebriti media sosial dan tentunya ada pembayaran maupun pemberian barang terkait kegiatan endorse pada selebriti media sosial tersebut.

Melihat banyaknya endorsement di media sosial menunjukkan bahwa pedagang atau pengusaha online di Indonesia cukup banyak karena berjualan secara online memiliki beberapa kelebihan yang tidak dimiliki oleh pengusaha konvensional.

Kelebihan berjualan secara online yang dimaksud adalah pengusaha online dapat berjualan dengan harga lebih murah dan omzet yang tinggi, tidak perlu mengeluarkan biaya yang besar untuk menyewa toko, dan memiliki cakupan wilayah yang sangat luas dimana tidak hanya berjualan dalam kota ataupun luar kota saja, tetapi dapat berjualan hingga luar negeri.

Kecenderungan anak milenial yang serba digital dan praktis membawa pengaruh pada pola pikir anak muda kekinian. Untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan anak milenial, mereka tidak harus pergi ke toko atau tempat yang dituju untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan mengingat sudah adanya belanja online dengan lebih hemat, cepat, dan mudah. Hal ini berpengaruh pada meningkatnya pengusaha online di Indonesia, termasuk beberapa anak milenial yang menjadi pengusaha online.

Di sisi lain, di era digital saat ini, transportasi juga berdampak pada pola konsumsi anak muda kekinian yang menyebabkan banyaknya pengusaha transportasi online di Indonesia. Anak milenial lebih memilih menggunakan transportasi online dibandingkan transportasi umum yang telah disediakan oleh pemerintah. Hemat waktu dan tenaga, banyaknya diskon, dan adanya sistem pembayaran secara non-tunai adalah beberapa alasan anak milenial menggunakan transportasi online.

Transaksi Digital

PEMANFAATAN internet dan media sosial sebagai sumber penghasilan dan munculnya berbagai jenis pengusaha online menimbulkan adanya transaksi digital, yaitu jual beli barang atau jasa secara elektronik yang dapat disebut e-commerce. E-commerce juga dapat diartikan sebagai proses berbisnis dengan menggunakan teknologi elektronik.

Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah e-commerce di Indonesia meningkat sekitar 17 persen. Pertumbuhan e-commerce yang cukup tinggi dapat memperluas potensi pajak dan mengoptimalkan pendapatan pajak di Indonesia.

Transaksi digital dapat dikenakan Pajak atas Penghasilan (PPh), Pajak atas Pertambahan Nilai (PPN), dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Dasar-dasar pengenaan pajak tersebut adalah UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU No. 16 Tahun 2009 dan peraturan pelaksanaannya, UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU No. 36 Tahun 2008 dan peraturan pelaksanaannya, dan UU No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU No. 42 Tahun 2009 dan peraturan pelaksanaannya.

Atas dasar hukum tersebut, tidak ada perlakuan pajak khusus atas transaksi e-commerce. Pengusaha konvensional dan pengusaha online memiliki kesamaan dalam menjalankan kewajiban perpajakan sehingga adanya keadilan antara pengusaha konvensional dengan pengusaha online. Penegasan ketentuan perpajakan atas transaksi e-commerce diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak, yaitu SE-62/PJ/2013.

Dunia digital merupakan salah satu masalah utama dalam sistem perpajakan. Pemerintah harus lebih pintar dan teliti dalam mendeteksi transaksi digital tersebut untuk mencapai penerimaan pajak di tahun-tahun berikutnya dari para generasi milenial.*

Editor :
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.